4. Gadis bermulut pedas.

360 13 40
                                    

Semua kantin memang sama persis. Ramai bagaikan pasar, sekalinya sepi, pasti karena murid didiknya sedang asyik bergosip.

Suara riuh seakan tidak bisa dipisahkan dari kantin kampus.

Gadis yang sedang duduk di antara dua laki-laki terlihat sangat depresi. Dia memandangi buku berisi puluhan soal dengan tatapan memelas.

Habibi yang melihat ekspresi gadis itu hanya berdecak kesal.

"Ente kenapa lagi? Dedemit macam apa yang udah buat ente kayak orang kurang akhlak kayak gini?" tanya Habibi pada gadis itu.

"Setiap hari, Arasya emang kelihatan gak ada akhlak," timpal Alvarios yang sedang membaca buku berisi ribuan halaman.

"Heh, jangan ikut campur!" pekik Arasya pada Alvarios sampai lelaki tampan itu tertawa pelan.

Masih dengan ekspresi memelas, Arasya pun menyentuh pergelangan tangan temannya.

"Habibi, lo ganteng banget kalo mau bantuin gue," bujuk Arasya.

Habibi langsung menghela nafas panjang, kemudian menjawab, "Ente tahu gak? LIMA MENIT LALU, ANE UDAH BERWUDU, UKHTY! Kenapa disentuh kayak gitu? Allahu Akbar! Nyebut ente!"

"Nyebut, nyebut, nyebut," balas Arasya dengan begitu enteng.

"Ya Rob, makin hari malah makin sengklek!" gerutu Habibi sambil mengelus dadanya sendiri.

"Maaf, gue gak tahu kalau lo udah wudu," pinta Arasya dengan wajah memelas.

Habibi menatapnya dengan perasaan tidak tega. "Ya udah, mana soal-soal yang membuat ente memelas kayak gitu?"

"Sumpah, Habibi! Lo adalah pahlawan. Otak gue kedut-kedut lihat semua soal itu."

Alvarios tersenyum kalau mendengar pertengkaran kedua temannya. Wajah memelas Arasya langsung berubah menjadi lebih ceria.

"Ane bantuin semaksimal mungkin, Arasya! Dalam hitungan lima menit, semua soalnya pasti udah beres."

"Oh, belagu! Isi semuanya dong kalo bisa! Awas kalo ada yang salah!" ujar Arasya dengan ekspresi jengkel.

Mata Habibi menyorot soal-soal itu dengan ekspresi serius. Laki-laki yang sering mengutarakan lelucon ini terlihat sangat berbeda kalau sedang mengerjakan soal. Sisi dewasa seakan muncul dan membuat Arasya diam seribu bahasa.

Arasya menempelkan telapak tangan pada dagu dan menatap wajah Habibi saat sedang memperhatikan soal-soal darinya.

Tidak lama kemudian, Habibi segera mengembalikan buku-buku itu pada sang pemiliknya. Gadis ini menatap Habibi dengan ekspresi penasaran.

"Iihh, kenapa bukunya dikembaliin? Oh, pasti karena lo udah paham sama soal-soal MTK ini, 'kan?" tuduhnya.

"Soal-soal itu membuat mata ane perih. Buang aja, Ukhty!" perintah Habibi sambil menggaruk kepala belakang.

"Kalau berani buang bukunya, gue gibeng kepala lo, Habibi!" ancam Arasya dengan tatapan sinis.

"Tadi ente bilang, setelah melihat soal-soal itu, kepala ente jadi kedut-kedut, 'kan?"

Arasya pun mengangguk.

Habibi melanjutkan ucapannya, "Kalo ente kedut-kedut, ane malah kedit-kedit."

"Duh, goblok!" dumel Arasya dengan ekspresi jengkel.

"Ente lupa kalau otak kita sama-sama bahlul kalo berhadapan sama MTK, ya?"

"Udah, jangan banyak omong! Bantu gue juga kagak, sekarang malah mau buang buku gue. Dasar!" gerutu Arasya sambil berpaling menuju ketua geng, "Alvarios, lo ganteng banget, deh! Enggak kayak Habibi, dia mah jelek!"

"Ane ganteng, cuma kurang pinter aja," sela Habibi sambil memakan makanan milik Arasya.

Arasya melotot kaget saat melihat makanannya dicomot oleh Habibi.

"Lo berani lawan gue? Hah? Mau mati lo?" sergahnya sambil menjauhkan piring berisi banyak makanan dari Habibi.

"Astagfirullah, sabar, Ukhty! Orang sabar, kuburannya lebar," sambung Habibi sambil cengengesan.

"Kata Papi Levi, orang sabar, bokongnya lebar!"

Arasya terus menggerutu. Hari ini, Habibi memang lebih menyebalkan dibandingkan hari-hari biasa. Lelaki yang menerima sumpah-serapah dari Arasya hanya cengengesan sambil memohon maaf.

Habibi sampai membeli tiga mangkuk mie ayam agar dimaafkan oleh gadis bar-bar ini. Kalau sudah diberi makanan, Arasya baru bisa memaafkan.

"Bantuin gue ngerjain semua soal ini, ya, Ganteng!" pinta Arasya kepada ketua geng.

Alvarios membatalkan niat untuk pergi dari kantin karena harus menolong salah satu anggota geng Harlubis.

Setelah mengerjakan tiga puluh soal MTK, Alvarios mengembalikan buku itu pada sang pemilik.

Arasya meneliti jawaban itu dengan ekspresi serius. Dia tertegun saat sadar bahwa semua jawaban hampir mirip seperti yang dijelaskan oleh guru MTK.

"Gila, lo jenius banget! Sewaktu bayi, lo suka makan pecel lele, 'kan?" tanya Arasya dengan tatapan kagum.

"Kalau masih bayi, pasti gak bisa makan pecel lele dong! Takut giginya pada ompong," sela Habibi.

"Heh, semua bayi emang ompong! Mereka gak punya gigi karena baru lahir."

"Sejak kapan bayi enggak punya gigi?"

"Sejak buyut lo lahir, Habibi!"

"Waktu gue nonton film bayi, gigi bayi itu udah pada besar, tapi bayi dinosaurus."

"Kalo asal jawab, makin kelihatan o'onnya," ledek Arasya.

Kalau tidak mengetahui karakter Arasya yang asli, semua orang bisa sakit hati pada gadis ini.

Habibi yang sudah menjalin silaturahmi sejak mereka masih bayi memutuskan untuk tertawa bersama dan tidak memasukan kalimat pedas itu ke dalam hati.

"Gue mau menghadap Bapak Roni dulu, mau kumpulin tugas-tugas ini," ungkap Arasya sambil berdiri tegap.

"Pak Roni?"

"Iya, lo kenal sama dosen botak itu, 'kan? Pasti kenal dong?"

"Iya, kenal, Arasya!"

"Orang lo kesayangan dosen itu, cih!"

"Lo mau menghadap guru itu? Serius?"

"Iya. Emang kenapa, sih? Ada apa sama Pak Roni?"

"Hati-hati, Arasya!"

"Gue bawa alat pelindung zombie, tenang aja!"

"Jangan lupa bawa hape lo! Kalau ada apa-apa, tolong kabari gue!"

Arasya terdiam selama beberapa saat. Sejak tadi pagi, hatinya sungguh tidak enak. Sekarang Alvarios membuatnya menjadi semakin ketar-ketir.

"Iya. Makasih udah bantuin gue, Al!" kata Arasya di sela-sela rasa takutnya.

Alvarios mengangguk pelan, pertanda 'iya'. Meski merasa ragu, dia tetap membiarkan Arasya untuk pergi ke ruangan Pak Roni sendirian. Toh, gadis di depannya lumayan bar-bar dan mampu menjaga diri.

"Ke ane gak bilang makasih juga?" celetuk Habibi sambil mencomot makanan milik Alvarios.

Arasya spontan berkata, "Gak! Males!"

Habibi langsung terlihat memelas sehingga membuat Alvarios tertawa kencang. Gadis cantik itu segera meninggalkan kantin sambil membawa buku berisi puluhan soal.

Tok! Tok! Tok!

Arasya mengetuk pintu selama berulang kali, tetapi tidak menerima jawaban apapun. Gadis ini terpaksa masuk ke dalam ruangan Pak Roni sebelum dipersilakan masuk.

Setelah di dalam ruangan, Arasya melihat dosennya itu sedang membaringkan kepala di atas tumpukan tangan.

Buku berisi puluhan soal langsung ditaruh di meja secara perlahan. Dia tidak mau membangunkan dosen yang memiliki jabatan penting di kampus.

Kalau mendapatkan masalah dengan Pak Roni, maka riwayatnya di kampus ini akan segera lenyap.

"NGAPAIN KAMU DI SINI?"

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Where stories live. Discover now