8b. PEMBALASAN

298 53 10
                                    

Bangunan zaman kolonial bercat serba putih itu menonjolkan arsitektur art deco yang sangat kental. Sempat berganti pengelola, kini jatuh ke pemilik Milestone Club, sebuah kelab malam yang baru berdiri tiga bulan dan relatif belum banyak pengunjung. Sebagaimana umumnya kelab malam, Milsetone Club baru akan aktif di atas pukul 9 malam. Mobil Asep terparkir sekitar 200 meter dari kelab.

"Apa rencanamu, Le?" tanya Asep.

"Nanti San Asep pergi saja kalau saya turun," balas Leander tidak menjawab pertanyaan Asep.

"Kamu jangan aneh-aneh, Le," cegah Asep mulai khawatir.

"Masih sore, San Asep. Tidur dulu."

"Kok tidur? Mendingan aku balik aja ke mess kalau gini."

Leander terbiasa menghadapi keberatan. Dia sama sekali tidak terpengaruh pada hal itu. Satu-satunya yang dia inginkan hanyalah menjadikan rencananya nyata. Meskipun mengomel, tak ayal Asep meladaikan sandaran kursi kemudi lalu memejamkan mata. Dengkur halusnya menyusul.

Leander betah duduk tegak dalam posisi yang sama. Matanya tak lekang mengawasi bangunan kuno. Begitu matahari terbenam, aktivitas di sana mulai menggeliat. Kendaraan roda dua berdatangan. Leander melepas seragam tentara dan hanya menyisakan kaus oblong, memasang sebo hingga menutupi wajah kecuali mata, turun dari mobil, memanggul ransel dan AK 47 yang dia jejalkan secara paksa ke ranselnya lantas menyelinap ke gedung, bersembunyi di belakang tetapi matanya tertuju ke parkiran. Tidak ada orang yang tampak mencurigakan. Tidak ada yang mirip dengan wajah yang dilihatnya. Leander mengambil Sig Sauer dari dalam ransel, memeriksa isinya yang ternyata masih penuh.

Lampu kelab dinyalakan. Suasana remang-remang di luar tampak lebih gemebyar dengan pancaran sinar berwarna-warni. Pengunjung selain karyawan berdatangan. Pakaian para perempuannya terkesan mewah tetapi minimalis. Musik berdentam dimainkan, gemanya sampai keluar. Namun ini baru pemanasan. Leander tetap tidak lengah mengintai.

Mobil mewah produksi Eropa mulai memasuki pelataran Milestone Club. Kini pria berpenampilan kelimis keluar dari sana. Malam semakin larut, akan tetapi belum ada tanda-tanda pembunuh Serka Imam datang.

Leander memeriksa Victorinox. Pukul 12 tepat tengah malam. Benarkah gerombolan preman itu akan datang malam ini seperti kata Bripka Andika? Leander berjongkok di tempat persembunyiannya sampai matanya menangkap sosok yang dia lihat di foto yang ada di ponsel Bripka Andika dan CCTV RS Panti Sugeng. Seorang laki-laki berambut gondrong yang dikucir. Parasnya tidak akan pernah Leander lupakan. Di belakangnya, tujuh orang cecunguknya, atau sepenglihatan Leander begitu, mengekorinya.

Leander yakin tidak salah lihat. Tidak mau membuang waktu, Leander bangkit dari persembunyiannya, menerobos masuk. Penjaga keamanan Milestone Club yang mencoba menghalanginya segera dilumpuhkan dengan semua martial art yang dia punya.

Sampai di dalam, Leander menembakkan Sig Sauer ke langit-langit. Pekikan terdengar. DJ yang memainkan lagu segera merunduk ke bawah meja.

"Nyalakan lampu!"

Lampu pun segera menerangi ruangan.

"Siapa yang tidak terlibat pengeroyokan di Ritzo Café, silakan mundur!" teriak Leander.

Kepadatan di tengah ruangan terurai. Pengunjung yang merasa tidak berkelahi di Ritzo Café mundur ke arah meja DJ. Delapan orang yang dibicarakan Bripka Andika tertegun di tempatnya. Mata mereka membelalak saat bersirobok dengan Leander, bagaikan bertemu dengan malaikat pencabut nyawa.

Leander menghindari kontak mata dengan orang-orang yang akan dieksekusinya. Dia tidak mau melemahkan hatinya karena melihat sorot ketakutan. Dari jarak 4 meter, Leander mengarahkan moncong AK 47 ke kepala pembunuh Serka Imam, menarik pelatuknya hingga terdengar peluru menembus tengkorak mereka satu persatu. Semuanya roboh ke lantai dengan kepala berlubang. Darah bersimbah menggenang. Teriakan ngeri pengunjung berkumandang.

Leander menembakkan Sig Sauer ke dada kiri, menembus jantung, memastikan kedelapan orang sungguh tewas. Setelah itu, sebelum pergi, Leander menembak CCTV yang tergantung di plafon. Dendamnya telah terbayar tuntas.

The J8Where stories live. Discover now