15

38 4 0
                                    

Isla dan Radika kembali dari acara makan siang di rumah keluarga Diningrat. Sejak tadi, Isla masih memilih untuk mendiamkan Radika. Di mobil pun, dia tidak mau memandang atau sekedar melirik sekilas ke arah suaminya. Pandangannya terus tajam ke arah jalanan tempat dimana kendaraan sibuk lalu lalang.

Sesampainya di rumah, Isla hanya duduk di sofa kamar sambil melihat ke arah pemandangan luar jendela yang menampilkan gedung-gedung tinggi pencakar langit untuk menenangkan pikiran kalutnya.

"Isla, aku nggak enak kamu diam-diamin kayak gini. Aku memang salah dan aku nggak akan membela diri atau mau menutupi kesalahan-kesalahan aku. Kalau ada sesuatu yang mengganjal di hati kamu, tolong bilang sama aku. Jangan diam kayak gini" mohon Radika tidak tahan dengan keheningan dan ekspresi datar di wajah Isla yang seolah tanpa kehidupan.

Jujur aku nggak pengen ngomong sama kamu kak.

Gadis itu mencoba menghindar dengan keluar dari kamar dan pergi ke ruang tamu. Sulit untuk bicara sekarang karena jiwa dan tubuhnya lelah. Untuk seumur hidup, mungkin kejadian Dika dan perempuan jalang itu akan melekat di ingatannya. Buktinya sejak kemarin malam, hal itu terus ada di kepalanya.

Radika yang tidak mau mendiamkan masalah di antara mereka, bergegas mengejar istrinya. Ia meraih tangan Isla yang menggantung bebas di udara.

"Isla, ngomong sama aku. Jangan lari dan nggak mau ngomong kayak gini. Kalau kamu cuman diam, aku juga bingung harus gimana. Tadi kamu juga yang bilang kalau pulang dari rumah papa mama kita mau ngomong, kan? Kok kamu sekarang malah ngehindar sih?"

Isla menoleh ke arah lawan bicaranya. Baiklah, dia akan bicara jujur kali ini. Kesabarannya sudah habis dan ia muak bersikap santai seperti tadi pagi dalam membicarakan hal ini. Dia harus mengaku kalau dirinya tidak tenang dan baik-baik saja dengan kelakuan Dika. Kedengaran berlebihan mungkin, tapi ia tidak peduli.

"Kamu mau tahu kenapa aku kayak gini? Oke, aku kasih tahu"

Tenang Isla.

Satu

Dua

Tiga

3 detik Isla menenangkan dirinya sebelum mengangkat suara. Ia tidak mau mengatakan sesuatu yang akan di sesali nanti nya atau terbawa emosi lalu menangis.

"Aku kecewa sama kamu yang kurang paham betapa pentingnya buat jaga status sebagai suami. Saking kagetnya sama kelakuan kamu kemarin malam, aku sampai nggak tahu lagi mau ngomong apa. Sebagai istri yang lihat suaminya belum pulang di tengah malam, aku khawatir dan cemas banget. Kamu di telepon nggak angkat-angkat dan tahu-tahunya pas di temuin malah begitu kelakuannya. Istri mana yang nggak marah dan kesal?!" ungkapnya frustasi. Cairan bening perlahan keluar dari sepasang mata indah Isla.

Kenapa Isla jadi emosional begini?

Lidah Radika keluh, sulit untuk mengatakan sesuatu. Dia merasa dirinya adalah laki-laki paling brengsek saat melihat Isla berlinang air mata karena dirinya.

"A-aku dari kemarin berusaha tenang, tapi nggak bisa. Semakin aku bertingkah santai, semakin aku merasa terluka. Rasanya kayak aku nggak di anggap sama kamu" Lanjut Isla bergetar dalam tangisnya. Ia mengeluarkan semua beban di hatinya dan tidak peduli mengenai bagaimana Radika akan meresponnya.

"Aku minta maaf, Sla buat semuanya. Sumpah, masalah cewek yang meluk itu aku nggak sadar sama sekali dan aku ngaku kalau aku salah. Sekalipun aku nggak pernah punya niat buat mau macam-macam sama perempuan lain. Aku cuman sayang dan cinta sama kamu. Percaya sama aku, Sla. Nggak ada yang lain selain kamu" mohonnya yang kini sudah berlutut di depan Isla, memegang kedua tangan gadis itu dan menatapnya lekat.

Radisla: The Arrange Married [COMPLETE] ✔✅Where stories live. Discover now