Karaoke

92 6 0
                                    

"Fel?" Tepukan di bahu membuat Felicia terkejut setengah mati. Tangan nya terulur membersihkan air mata yang tidak mampu berhenti dengan terburu-buru.

Gadis itu berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Dengan perlahan gadis itu bangkit dari posisi jongkok. Felicia menarik nafas nya lalu berusaha sekuat tenaga untuk menerbitkan senyum yang begitu menyesakkan dada.

Gadis itu membalikkan tubuhnya. Menatap Dilla yang kini berada tepat di hadapan nya.

"La, baru sampe? Mata gue kelilipan nih, perih banget," ujar Felicia diakhiri kekehan. Gadis itu masih berusaha menormalkan nafasnya yang masih begitu sesak.

"Lo gapapa?"

Pertanyaan yang diucapkan Dilla membuat hati nya berdenyut begitu nyeri. Gadis itu tidak mampu menahan air mata nya lagi. Ia akhirnya menangis di hadapan Dilla.

"Gue... gue gapapa." Jawaban yang keluar dari mulut gadis itu berbanding terbalik dengan kondisinya saat ini.

Dilla langsung menarik tubuh rapuh Felicia ke dalam pelukan nya. "Jangan bohong, gue dengar semua nya, gue tau semua nya!" ujar Dilla pelan sambil mengusap lembut punggung sahabatnya.

Felicia menangis sesegukan. "Gue hancur La, gue hancur, gue harus apa?" tanya Felicia putus asa ucapan itu terdengar begitu menyesakkan.

Dilla mengeratkan pelukan nya. "Nangis aja Fel, keluarin semua nya. Jangan di pendem, gue akan dengarkan semua ucapan lo. Gue ada buat lo," ujar Dilla yang kini ikut menangis, ia tidak tahan melihat keadaan sahabatnya yang sangat hancur. Tidak pernah sekalipun Felicia menampilkan apa yang dia rasakan kepada Dilla. Dan kali ini adalah kali pertamanya Dilla melihat Felicia menangis.

"Jangan bilangin siapa pun tentang apa yang lo lihat dan lo dengar, gue mohon," ujar Felicia dengan begitu pelan. Saat seperti ini pun Felicia masih meminta untuk merahasiakan apa yang terjadi.

Dilla mengangguk. "Gue akan rahasiakan semua nya!" janji Dilla sambil mengelus punggung Felicia yang masih bergetar dengan hebatnya.

-FELICIA-

Dengan mata sayu Felicia menatap bangunan di depannya. "Ayo turun!" ajak Dilla sambil membuka seatbelt nya.

"Ke mana?" tanya Felicia dengan begitu lemas. Air mata nya benar-benar terkuras, mata nya sampai bengkak.

"Udah ayo ikutin gue aja!" ujar Dilla membuat Felicia mau tidak mau mengikuti Dilla keluar dari mobil untuk masuk ke dalam gedung yang terlihat sangat asing di matanya.

Felicia melihat ke sekeliling nya. Gadis itu mencium bau yang aneh, namun gadis itu sangat kenal dengan bau nya. Ini bau alkohol.

"La? Lo ajak gue ke club?" tanya Felicia terkejut.

"Ya enggak lah, mana ada club yang buka jam segini," ujar Dilla terdengar masuk akal. Tidak mungkin ada club yang sudah buka jam enam sore.

"Terus kita ke mana?" tanya Felicia yang energi nya sudah sangat habis terpakai untuk menangis.

"Udah lo diem aja, ikutin gue oke!" ujar Dilla. Felicia mau tidak mau mengangguk saja, gadis itu sudah tidak mampu untuk menolak.

Dilla menyuruh Felicia untuk duduk di sofa yang lumayan besar. Gadis itu kemudian berjalan meninggalkan nya.

Kepala Felicia terasa sangat pusing, dada nya masih sangat sesak. Rasanya Felicia belum puas menangis, masih banyak yang ingin gadis itu luapkan, namun malu karena ada Dilla di dekat nya.

"Ayo Fel!" ujar Dilla yang tiba-tiba sudah berapa di depan nya. Felicia langsung berdiri. "Kita mau ke mana?" tanya Felicia.

"Ke tempat di mana lo bisa luapin seluruh emosi lo," jawab Dilla. Kening Felicia langsung mengerut bingung.

Felicia's EarthWhere stories live. Discover now