37

127 56 153
                                    

"Non Alya, makan dulu. Nanti Non bisa sakit," teriak Mbok Tarti di depan kamar Alya dengan nampan di tangannya.

"Nanti aja, Mbok. Alya belum laper," sahutnya.

"Makan sekarang aja, Non. Ini sudah hampir siang,"

"Nggak, Mbok," Alya masih tetap dalam keputusannya.

Mbok Tarti berpikir keras untuk membujuk anak majikannya itu. Sudah hampir sepuluh menit wanita itu berdiri di depan kamar Alya.

Kembali ia mengetuk pintu, namun masih tetap tidak ada jawaban atau tanda-tanda pintu akan terbuka.

"Non Alya, makan dulu, ya,"

Bersamaan dengan itu kamar di sebelahnya terbuka menampilkan sosok Dion dengan pakaian yang sepertinya akan bersiap untuk pergi.

"Kenapa, Mbok?"

"Ini Den, Non Alya nggak mau makan, dari tadi ngurung diri di kamar," jelasnya.

Mendengar itu Dion mengernyit bingung, ada apa lagi dengan gadis itu. Sifat manja dan keras kepala masih saja menguasainya.

"Semalem dia pulang sama siapa, Mbok?"

"Sama temennya, Den,"

"Aryan?"

"Iya kayaknya, Mbok juga nggak terlalu perhatiin soalnya,"

Dion terlihat berpikir, hampir setiap hari adik tirinya itu selalu saja membuatnya bersalah. Selain ancaman dari papanya agar menjaga Alya, ia juga sudah mulai memperhatikan gadis itu.

Dulu, ia tidak pernah terbesit jika akan memiliki seorang saudara. Hidupnya sudah terlalu nyaman dengan kesendiriannya. Hingga sekarang ia baru menyadari bagaimana mempunyai seorang adik, terlebih dia adalah seorang perempuan.

"Biar Dion aja yang bujuk, Mbok," cowok itu mengambil alih nampan berisi sepiring nasi goreng dan air putih dari tangan Mbok Tarti.

"Nggak ngerepotin, Den?"

Dion menggeleng santai, "Mbok ke belakang aja, biar Dion yang urus,"

Mbok Tarti mengangguk dan berbalik meninggalkan tempat tersebut.

Seperginya Mbok Tarti, cowok itu menghela napas bersiap untuk menghadapi gadis itu.

"Alya, buka pintunya!"

"Nggak usah manja lo," teriaknya membuat Alya terlonjak karena tengah sibuk dengan ponsel.

Dasar cowok sinting.

Punya hak apa bisa memerintah dia seperti itu. Sampai sekarang ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya itu.

"Alya!"

"Budeg lo, ya?"

Alya menggeram sembari menatap pintu itu. Beruntung, ia sudah menguncinya dari semalam. Kalau tidak, ia pasti sudah bertemu dengan wajah dingin Dion yang mencak-mencak tidak jelas.

"Gua doain budeg beneran lo."

"Woi!"

"Nggak usah kayak anak kecil lo, dasar manja."

Dion sudah cukup lelah berdiri di sana namun, jika Alya benar-benar tidak mau makan dan berakhir sakit pasti dia juga yang akan disalahkan.

Sedangkan Alya masih setia dengan laptop didepannya. Sedari tadi gadis itu hanya merebahkan tubuhnya sembari menonton drama Korea kesukaannya. Perihal kejadian semalam ia sudah tidak mau mengingat lagi.

Sampai saat ini ia sudah mengerti jika Revan hanyalah bagian dari masa lalunya. Tidak ada yang perlu diperjelas tentang hubungan antara cowok itu. Semalam adalah hari dimana ketakutannya sedikit menghilang. Ia akan kembali menjalani kehidupannya seperti sedia kala.

ARYAN [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang