6.

387 228 66
                                    

Seorang gadis terbaring lemah di ranjang dengan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Setengah jam yang lalu ia sempat terlelap karena lelah menangis yang sangat menguras tenaga.

Alya menyentuh kepalanya yang masih terasa berat "Aryan, maafin gue," gumamnya.

Cklekk...

Pintu terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang sudah terlihat tidak muda lagi. Mbok Tarti, asisten rumah tangga yang sudah lebih 15 tahun hidup bersamanya. Dari dulu Mbok Tarti yang biasa dipanggil Mbok Ti itu sangat setia kepada keluarga Alya. Dan ia sangat beruntung memiliki Mbok Ti dan sudah menjadi bagian dalam hidupnya.

"Alhamdulillah, Non sudah sadar," ucapnya dan menghampiri Alya dengan nampan di tangannya.

"Tadi aku pingsan, ya, Mbok?"

"Iya, Non, tadi sempet pingsan trus dianter sama temennya Non,"

Alya masih mencoba mengingat kembali kejadian apa yang baru saja terjadi. "Dikha, ya, Mbok?" tanya Alya memastikan setelah ingatannya tentang beberapa jam yang lalu sudah kembali.

Terlihat Mbok Tarti yang sedang berfikir. "Iya deh kayaknya, Mbok juga nggak tahu,"

"Mm, mama sama papa belum pulang, ya, Mbok?"

"Belum Non, katanya sekalian makan malam." Alya hanya ber-oh ria dan mulai menyantap makanan yang dibawa Mbok Tarti tadi.

Waktu sudah hampir malam namun, kedua orang tuanya juga tidak kunjung pulang. Ia melongok ke luar jendela dan menatap rintik hujan yang mulai turun menyambut datangnya malam dengan sejuk.

Lagi-lagi hujan menjadi saksi bagi Alya dengan kesendiriannya. Sedari tadi ia duduk memeluk kedua lututnya dengan pandangan kosong.

"Gue kangen sama lo," gumamnya.

Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja. Ingatannya tentang sosok di masa lalu kembali berputar di otaknya, semua kenangan juga moment terlintas dengan sendirinya. Petang itu Alya kembali tersiksa oleh dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan pikiran juga hatinya.

##

Sementara di lain tempat, Aryan tengah terbaring di ranjang rumah sakit dengan alat infus yang menempel di punggung tangannya. Kecelakaan beberapa jam yang lalu masih menimbulkan efek pusing yang menyerang kepalanya.

Beruntung kecelakaan tersebut tidak parah, ia hanya luka sedikit pada tangannya karena tergores dengan aspal.

"Gimana bro, ada yang sakit?" Dikha dengan sangat tidak sopannya malah menepuk tangan Aryan cukup keras dan membuat sang empu meringis.

"Gila lo, sakit woi!" ucap Aryan sambil memukul tangan Dikha keras.

Dikha terkejut. "Sorry bro, gue nggak tahu. Lo nggak luka parah kan, tadi kata dokter cuma kegores dikit."

"Iya gue nggak apa-apa."

Dikha hanya mengangguk mengerti. "Eh, tadi si Alya kesini."

Mendengar itu Aryan melotot. Ia menatap Dikha dengan lekat. "Dia kesini?"

Dikha mengangguk. "Tapi si Alya malah nangis-nangis nggak jelas di depan, sampe orang-orang pada liat, gue malu banget tadi, gila."

"Hah," Aryan menatap Dikha tidak percaya. Aryan memang sudah mengetahui perihal trauma Alya dari mamanya. Liana memberi tahunya tempo hari.

"Dia dimana sekarang?" tanyanya dengan wajah serius.

"Lo kenapa sih?" Dikha yang menyadari perubahan ekspresi temannya itu langsung menatap Aryan penuh tanya.

ARYAN [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang