9.

304 187 48
                                    

Hoamm..

"Gila, udah berapa jam gue tidur?" monolog Alya sambil meregangkan otot tangannya.

Selepas pulang sekolah tadi, ia langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan terlelap. Rasa lelah dan kantuknya sudah menjadi satu. Alhasil ia tertidur sudah hampir tiga jam.

Iapun keluar kamar untuk mencari makanan. Sesampainya di meja makan ia mendapati Dion sedang duduk dengan ponsel di tangannya. Menyadari ada seseorang yang datang, ia mendongak dan menatap Alya datar.

Alya yang merasa canggung segera mengambil makanan seperlunya dan kembali ke atas, ia tidak mau berlama-lama bersama kakak tirinya itu.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Dion dan berhenti menghentikan langkah Alya dan ia berbalik menatap lawan bicaranya.

Alya lantas mendaratkan pantatnya ke kursi di hadapan Dion. Bukannya mengeluarkan suara ia malah menatap Alya tajam. Jujur, Alya benci suasana seperti ini. Alya yang semakin tidak nyaman hanya mampu menunduk dan menghela napas gusar. Bertepatan dengan itu keadaan rumah juga sepi, entah kemana orang-orang ia juga tidak tahu.

"Apaan?"

"Gue ada salah sama lo?" tanya Dion.

"Eng-enggak,"

Dion masih menatap Alya tajam, entah apa yang ada dipikiran cowok itu.

"Gue cuma sulit aja nerima orang baru," lanjutnya sesantai mungkin.

Dion menatap Alya lekat. "Kenapa? Trauma?"

Alya melotot mendengar ucapan itu. "Apaan sih lo, emang gue aja yang nggak bisa langsung akrab sama orang."

Dion menghela napas. "Gue harap kehadiran gue di keluarga ini nggak jadi masalah, terutama buat lo."

"Masalah, maksud lo?"

"Ya, gue nggak ngerti aja. Kenapa segitu cueknya lo sama gue,"

"Lo aja datar gitu, gimana gue nggak cuek,"

"Gue emang gini orangnya,"

"Yaudah kalo gitu,"

Hening. Dion masih setia dengan sendok dan garpu di tangannya, sementara Alya memainkan bungkus makanan ringan di hadapannya.

"Satu hal yang harus lo tahu," celetuk Dion. Laki-laki itu menatap lurus ke arah Alya sambil berkata, "Gue kakak lo, dan kita keluarga,"

Alya meneguk salivanya sedikit sulit. "I-iya, gue tahu,"

"Gue diem bukan berarti gue benci sama lo, ngerti, kan?" lanjutnya dengan serius.

Alya mengangguk, seketika suasana berubah canggung entah apa yang Alya pikirkan saat ini. Tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk di sana. Alya segera membuka dan membaca pesan tersebut dan ternyata dari Aryan.

Aryan :
Gue udah di depan.

Dengan cepat ia melenggang pergi dan mengabaikan Dion yang masih menatapnya datar. Dalam hati Alya bersyukur atas pesan Aryan barusan. Ia dapat terlepas dari suasana mengerikan dengan kakak tirinya itu.

##


"Emang lo malaikat penyelamat gue, Ar," Alya menepuk bahu Aryan keras.

"Hah, maksud lo apaan?"

Alya menghembuskan napas. "Jadi gini-...

Dan Alya menceritakan tentang percakapan singkatnya tadi dengan Dion. Perihal itu, ia memang sudah mengetahui. Gadis itu sangat tertutup bahkan pemilih dalam hal pergaulan. Meskipun Dion sudah menjadi keluarganya, namun ia masih terlihat enggan untuk mengenalnya lebih jauh.

ARYAN [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang