"Apa maksud kamu, Nak?" tanya Rihana.

"Ayah, Bunda, asal kalian tau. Cia nggak bahagia hidup sama Aksa, Cia nggak bahagia jadi istri Aksa. Dia selalu nyakitin Cia, dia selalu menomorduakan Cia. Tolong ...." Cia menggantung ucapannya, ia berlutut di hadapan kedua orang tuanya. "Bebaskan Cia dari ikatan ini.

Deg!

Seketika Adit dan Rihana terkejut setengah mati mendengar penuturan Cia barusan. Mereka kira, Cia hidup bahagia bersama lelaki pilihan mereka. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak.

"Kurang ajar! Ayah akan proses perpisahan kamu dan Aksa sekarang juga!!!" ujat Adit, kedua tangannya sudah terkepal kuat.

°°°°°

Malam ini Aksa tetap sendiri di rumah, sunyi begitu terasa sampai menusuk ke dalam jiwa. Ia tak tahu apa yang terjadi pada Cia. Suami macam apa dia yang tidak tahu bagaimana kondisi istrinya sendiri?

Suara deringan ponsel berhasil mengalihkan atensinya. Dengan cepat, Aksa mengambil ponsel yang berada di saku celana, lalu melihat siapa yang meneleponnya malam-malam.

Cesario? batin Aksa. Tanpa pikir panjang, ia langsung menekan tombol hijau tanda menerima panggilan.

"Luna diculik, Sa!"

Mendengar penuturan Cesario di seberang sana, membuat tangan Aksa terkepal kuat.

"Siapa yang berani nyulik Luna?!" tanya Aksa.

"Komplotan geng motor Pikers. Lo harus cepet nyelametin Aluna. Dia disekap di gedung tua dekat sekolah kita," ucap Cesario.

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Aksa langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

Untuk beberapa saat ia melirik ke arah jam dindingnya, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dengan segera, Aksa turun dari kasur king size, lalu mengambil jaket kulit berwarna hitam dan memakai jaket tersebut di tubuh atletisnya.

Membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit untuk sampai di gedung tua yang ditujukan Cesario di telepon tadi.

Gedungnya tampak sepi.

Cepat-cepat Aksa turun dari motor sport merahnya, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung tua berlantai lima itu.

"Luna!" teriak Aksa. Teriakannya begitu menggema di segala penjuru ruangan.

Ia berlari menaiki anak tangga satu per satu. Sesampainya di lantai paling atas, Aksa pun tak bisa menemukan keberadaan geng Pikers atau Aluna yang mereka sekap. Sebenarnya di mana mereka sekarang? Apakah Cesario salah informasi?

Ketika Aksa berbalik badan dan berniat turun dari gedung tua itu. Tiba-tiba Aksa merasakan sakit yang teramat sangat di bagian dadanya. "Akh!!!"

Darah merembes keluar dari sana, ia tertembak. Aksa pun ambruk dengan napas tersengal-sengal.

Samar-samar ia mendengar suara derap langkah kaki beberapa orang mendekat ke arahnya, ternyata mereka adalah anggota geng Pikers sedang berdiri di sekitarnya. Tak berselang lama, muncul-lah seorang perempuan memakai masker yang diketahui adalah ketua dari geng motor tersebut.

Ia tertawa puas melihat Aksa menahan rasa sakitnya. Ia pun berjongkok menatap wajah Aksa yang terlihat pucat.

"Si--siapa lo?" tanya Aksa terbata-bata, ia memang belum pernah melihat wajah dari ketua geng Pikers, karena gadis itu selalu memakai masker untuk menutupi identitasnya.

"Gue?" Gadis itu membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya, lalu menyeringai ke arah Aksa.

Sontak, mata Aksa membulat sempurna tatkala melihat wajah seseorang yang berada di hadapannya.

"Lo ...."

"Iya, gue! Gue mau lo mati, Aksa!"

"Kurang ajar! Pengkhianat!" ujar Aksa dengan sisa-sisa tenaganya.

"Kata pengkhianat lebih cocok buat lo, sialan!!!"

Aksa semakin dibuat tak mengerti akan ucapan gadis yang berada di hadapannya ini. Rasa sakit benar-benar terasa di dadanya, darah sudah merembes keluar membasahi baju yang ia kenakan.

Hanya satu peluru. Ya, hanya satu. Aksa harus tahu terlebih dahulu alasan mengapa gadis yang tak lain adalah Yova membencinya, sebelum kesadarannya menghilang.

Yova merupakan anggota geng Argos yang belum lama ini ikut bergabung. Dia juga murid baru di sekolahnya. Aksa kira, Yova itu gadis baik. Tetapi ternyata ia tak sebaik kelihatannya.

"A--apa maksud lo, Yova?" tanya Aksa.

"Asal lo tau, gue adalah adik dari Alda Saskia Maharani, cewek yang lo bunuh tiga tahun lalu!!!" Napas Yova semakin memburu tak beraturan, matanya yang memerah menandakan bahwa sekarang ia sedang marah besar. "Gue dateng buat balas dendam atas meninggalnya kakak gue!"

"Alda?" Mata Aksa seketika langsung membulat sempurna. Alda-- gadis yang menjadi tambatan hatinya dulu saat ia masih duduk di bangku SMP, dan marah kepadanya karena sebuah kesalahpahaman.

"Lo jahat!" teriak gadis itu.

"Semuanya nggak seperti yang lo liat, Alda."

Gadis itu berdecih. "Bohong! Gue nggak percaya!" Ia semakin berjalan mundur tanpa melihat ke belakang.

"Alda, hati-hati! Di belakang lo ada jurang!"

Namun Alda sama sekali tidak mendengarkan ucapan pacarnya. Alhasil, ia terpeleset dan jatuh ke jurang yang tingginya mencapai berpuluh-puluh meter.

"AKSA, TOLONG!!!" teriak Alda, setelahnya Aksa tidak mendengar lagi suara dari gadis itu.

"ALDA!!!"

"Inget kan lo sekarang? Dasar pembunuh!" Yova berdiri dan mengarahkan pistolnya ke arah Aksa bersiap menembak Aksa kembali.

Aksa menggeleng. "Gu--gue bukan pembunuh, Va. Lo salah pa--ham. Gue bukan pembunuh," ujarnya, berharap Yova percaya, namun sepertinya ini akan menjadi sia-sia.

Yova menarik satu sudut bibirnya. Kini, balas dendamnya akan tercapai. Dengan melihat Aksa mati di tangannya, hidup gadis itu akan tenang nantinya.

"ALASAN!!! Pokoknya lo harus ma ...."

"Berhenti!!!" Baru saja Yova ingin menembak Aksa untuk yang kedua kalinya. Suara seseorang berhasil membuatnya mengurungkan niat.

Aksa yang tadinya sudah pasrah dan menutup kedua matanya, perlahan membuka matanya kembali lalu menoleh ke sumber suara.

"Ci--Cia," lirih lelaki itu.

Cia langsung memeluk tubuh suaminya yang terlihat lemah tak berdaya. Ia tak peduli jika Yova akan menembaknya. Setidaknya itu akan lebih baik dibandingkan dengan Yova yang akan menembak Aksa kembali.

"Cia, lo harus pergi se--sekarang. Di sini bahaya. Anggota geng pikers ada di mana-mana, nyawa lo terancam," ucap Aksa.

"Gue ini istri lo, Aksa. Gue nggak mungkin ninggalin lo sendiri di sini!" Setidaknya selama gue masih menjadi istri lo, gue akan selalu ngelindungin lo dari bahaya apa pun itu! lanjutnya dalam hati.

 Gue nggak mungkin ninggalin lo sendiri di sini!" Setidaknya selama gue masih menjadi istri lo, gue akan selalu ngelindungin lo dari bahaya apa pun itu! lanjutnya dalam hati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

See you next chapter ^^

AKSAFA (End)Where stories live. Discover now