「 21 : Keep the Distance 」

Start from the beginning
                                        

Tak lama, pelayan menyajikan beberapa menu makan malam di atas meja. Berhubung hanya ada Mark dan Jeno di sana, suasana di meja makan terasa lebih sepi dari biasanya.

“Makan saja dulu. Kita akan mati kelaparan kalau menunggu daddy dan mommy selesai,” ajak Mark yang tengah mengambil beberapa lauk ke piringnya sendiri.

Akhirnya Jeno kembali duduk. Mungkin ada baiknya ia mengikuti saran Mark. Lagipula benar juga kata kakaknya, perutnya hanya akan semakin melilit kelaparan bila menunggu ayah dan ibunya yang tak jelas kapan keluar dari sarang bercinta mereka.

“Eum, Tuan muda Jeno..” Baru beberapa suapan, kedatangan Serim menginterupsi makan malam Mark dan juga Jeno.

Wanita muda itu berdiri di ujung meja makan, tampak ragu hendak mendekati sang tuan muda yang masih menikmati makan malam. Kalau bukan karena urusan penting, Serim juga tak ingin mengganggu waktu berharga tuan mudanya.

Jeno mengusap mulutnya dengan gentle menggunakan tisu, sebelum menjawab panggilan Serim. “Ada apa?” tanyanya, dengan nada terkesan dingin.

Lantas Serim berjalan mendekati kursi Jeno lalu membisikkan laporan yang hendak disampaikannya, “Orang itu sudah kami periksa dan ada sesuatu yang harus Anda baca sendiri, Tuan muda,” jelasnya ringkas, sebelum menjauhkan diri dari telinga Jeno.

Mark menatap Jeno dengan satu alis sedikit terangkat. “Apa yang terjadi?” Ia lalu bertanya pada sang adik.

Raut muka Jeno tampak tidak senang. “Tunggu di ruang bawah tanah. Nanti aku akan ke sana setelah makan,” suruh Jeno yang harus dilaksanakan.

Serim membungkukkan badan sekilas, mengiyakan perintah sang atasan. “Baik, Tuan muda. Semua akan dipindahkan ke bawah. Saya pamit undur diri dulu kalau begitu,” pamitnya secara sopan.

Sepeninggalan Serim, suasana di meja makan terasa sedikit dingin. Mark merasa ada sesuatu yang mengusik ketenangan Jeno sampai ekspresi Jeno terlihat tidak senang.

Mark jadi semakin tidak tahan untuk tidak bertanya, “Apa terjadi sesuatu, Jen? Ada apa?”

Jeno menghela nafas sekali. “Nanti kuceritakan, ikut saja denganku setelah makan malam,” ajaknya, yang enggan melanjutkan pembicaraan mereka di meja makan.

Akhirnya kedua remaja itu buru-buru menghabiskan makan malam mereka, hendak menyusul Serim yang kini memindahkan si pelayan baru mencurigakan beserta informasi yang telah diperoleh terkait pelayan tersebut.





🦊

🦊






“Renjunie~”

Renjun menengok ke belakang, menghadap seseorang yang memanggil namanya dengan cukup lantang.

Rupanya itu Ningning, salah satu teman baiknya di sekolah. “Hai, pagi,” sapanya dengan senyum manis terpatri dibibir.

Ningning merangkul lengan kiri Renjun yang hanya lebih tinggi beberapa cm dari gadis cantik itu. “Bagaimana keadaanmu? Apa sudah baikan?”

Ningning menanyakan kondisi Renjun pasca ijin tidak masuk sekolah hampir 7 hari lamanya.

Tentu saja Ningning dan teman-teman Renjun merindukan pemuda bertubuh mungil itu. Ningning yang sudah kepalang rindu tak tahan untuk tidak memeluk erat lengan teman baiknya, “Ih, aku rindu sekali denganmu! 7 hari terasa seperti sebulan tanpa kehadiranmu ditengah-tengah kami!” Ia pun mengutarakan isi hatinya secara jujur.

Perkataan Ningning diam-diam membuat Renjun senang. Renjun sungguh bersyukur, selama bersekolah di sini ia dikelilingi oleh orang-orang yang baik dan sangat perhatian terhadapnya.

Our Fate 「 The Jung 」Where stories live. Discover now