Renjun tersenyum tipis sebagai bentuk tanda terimakasihnya. “Thanks. Kau benar-benar penyelamatku,” ujarnya dengan tulus.
Kemudian pemuda itu membalas senyuman Renjun dengan anggukan singkat. “Tidak masalah. Ini agak berat, kau tidak seharusnya mengangkat ini seorang diri.”
Ya, Renjun juga inginnya begitu. Sayang sekali tak ada satupun yang berniat membantunya dan itu cukup mengesalkan Renjun.
Lantas Keduanya berjalan santai menuju ruang penyimpanan sambil sesekali mengobrol ringan. Entah apa yang mereka dibahas, Renjun sama sekali tidak keberatan mengobrol tentang hal random dengan pemuda yang menyandang status sebagai mantan kapten tim basket sekolahnya itu.
“Sekali lagi, terima kasih. Kau sudah meringankan bebanku,” ujar Renjun setelah mereka menyelesaikan tugas dari guru yang bersangkutan.
Pintu ruangan penyimpanan kembali ditutup dari luar setelah beres meletakkan buku-buku tadi di tempat seharusnya. Lalu pemuda tinggi itu berbalik dan membalas ucapan terima kasih Renjun dengan senyum lebar yang cerah. “Sama-sama. Aku bisa membantumu kapanpun kau butuh bantuan,” balasnya sungguh-sungguh.
Lalu Kedua pemuda berbeda tinggi itu berjalan bersama kembali ke kelas karena kebetulan di tahun terakhir ini mereka ditempatkan di kelas yang sama.
“Oh iya, apa nanti kau menjemput adikmu lagi, Renjun?” Pemuda itu menanyai Renjun. Karena setahunya, Renjun cukup sering mendatangi adiknya yang duduk di tingkat 1.
Renjun tampak berpikir sejenak, mengingat-ingat kembali apakah hari ini Jisung meminta pulang bersama dengannya atau tidak. Adiknya itu masih agak pemalu, jadi Jisung sering memohon padanya untuk berangkat dan pulang bersama sebelum Renjun lulus dari sekolah itu dalam beberapa bulan ke depan.
“Jisung belum mengabariku sih. Tapi sepertinya aku akan menjemput anak itu di kelasnya. Kenapa?” Renjun balik menanyai temannya.
Pemuda di sebelah Renjun itu menggeleng kecil sambil tersenyum tipis. “Hanya ingin tau saja. Kalau memang kau mau mendatangi kelas adikmu, kita bisa pergi ke sana bersama,” ajaknya kemudian.
Yang membuat Renjun jadi bertanya-tanya. “Ada seseorang yang ingin kau temui?” Sebenarnya bukan urusan Renjun sih, tapi Renjun sedikit penasaran saja.
Ditanya Renjun, lantas pemuda itu menganggukkan kepala mengiyakan. “Mau menjemput seseorang juga. Katanya minta pulang bersama hari ini,” ungkapnya secara terus terang.
Lalu pemuda itu terkekeh kecil, seolah baru mengingat sesuatu yang lucu. “Ini pertama kalinya dia meminta untuk pulang bersama. Jadi aku sedikit senang.” Raut mukanya tampak gembira.
Renjun hanya meresponnya dengan anggukan ringan. Sepertinya bukan kekasih dari pemuda itu, karena Renjun belum mendengar gosip berseliweran yang mengatakan bila pemuda disebelahnya ini tengah dekat dengan seseorang.
Tapi memancing sedikit tidak ada salahnya juga 'kan? Jadi iseng-iseng Renjun bertanya, “Kekasihmu?” Dengan suara lirih supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman bila memang dugaannya keliru.
Pemuda itu menoleh menatap Renjun dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya ribut. “Bukan. Dia adikku, adik sepupuku,” jelasnya, berusaha meluruskan kesalahpahaman.
Renjun mengangguk-anggukan kepala sok tahu. “Aku baru tau kalau kau punya saudara yang bersekolah di sini.” Ini memang pertama kalinya Renjun mengetahui informasi ini. Sepertinya para penggemar pemuda itu juga belum mengetahui hal ini.
“Ya, aku memang tidak pernah memberitahu siapa-siapa. Lagipula sepupuku itu tidak terlalu suka menjadi bahan perhatian banyak orang. Jadi yah~ aku diam saja selama ini,” jelas pemuda tinggi itu sambil menggidikan bahunya acuh.
YOU ARE READING
Our Fate 「 The Jung 」
FanfictionSequel of My Mate "Jaehyun, aku takut terjadi sesuatu pada anak-anak kita." "Jangan khawatir, okay? Kita hanya cukup percaya kepada mereka. Anak-anak kita kuat dan tau cara mengendalikan diri mereka sendiri. Jika suatu saat nanti 'mana' itu mulai m...
「 19 : Triggered 」
Start from the beginning
