“Sepertinya ledakan tadi cukup meresahkan ya. Kalau tidak, mana mungkin orang-orang sekhawatir ini,” kata Haechan, setelah melihat ekspresi kebanyakan orang tua yang telah datang lebih dulu di sana.
Mark mengangguk setuju. “Kudengar ledakannya cukup besar dan lagi, adanya kawanan Rogue yang terlibat semakin meresahkan masyarakat. Dengan adanya kejadian ini, kuyakin orang-orang semakin takut dan menentang keras keberadaan kaum Rogue yang masih berkeliaran di perkotaan secara bebas.”
Haechan sedikit bergidik ngeri membayangkannya. Coba kalian pikirkan, kawanan Rogue menenteng sebuah granat ke manapun dan di manapun mereka berada. Dengan adanya kejadian ini, semakin membuktikan bahwa mereka tidak segan-segan meledakkan granat tersebut di tempat umum sekalipun nyawa mereka turut terkena imbasnya. Bagaimana kacaunya seisi kota apa bila kawanan Rogue bar-bar itu terus dibiarkan tanpa ditindaklanjuti?
“Sepertinya orang-orang itu memang harus diperiksa secara menyeluruh sebelum memasuki kawasan padat penduduk seperti perkotaan ini,” kata Haechan kemudian.
Tak terasa Mark dan Haechan sudah sampai di lobi depan yang mulai dipenuhi banyak orang. Terdapat peringatan yang berisi larangan orang tua yang menjemput tidak diperkenankan masuk ke dalam, alhasil Mark dan Haechan menunggu Jeno dan Jaemin di depan pintu lobi saja.
Jemari lentik Mark sudah menari di atas permukaan layar ponsel guna memberitahu Jeno dan juga Jaemin bahwa ia dan Haechan sudah menunggu mereka di lobi.
Sembari menunggu Jeno dan Jaemin, Mark mengajak bicara Haechan yang duduk di anakan tangga lobi, persis seperti anak hilang. “Bagaimana dengan sekolahmu? Apa juga sama paniknya?”
Haechan menggeleng kecil. “Tidak. Sekolahku tenang-tenang saja, tidak ada penanganan khusus seperti di sekitar sini. Mungkin karena kepala sekolah pikir ledakan itu masih jauh radiusnya dari sekolah kami jadi mengiranya aman-aman saja. Tapi ada beberapa siswa jadi takut dan siaga bahkan sampai meminta orang tua mereka menjemput.” Haechan jadi memberitahu sedikit terkait situasi di sekolahnya.
Saat keduanya menunggu kemunculan Jeno dan Jaemin, terdengar ramai-ramai dari dalam gedung. Mark dan Haechan spontan menoleh ke dalam sekedar untuk melihat sumber keramaian tersebut.
Brak!
“Jaga ucapanmu, atau kupatahkan lehermu detik ini juga.”
Namun sedetik kemudian, baik Mark dan Haechan membulatkan mata mereka lebar-lebar. Saat melihat sosok yang mereka kenal tengah menekan leher seseorang ke tembok menggunakan lengan tangan kiri.
Tanpa pikir panjang, Mark segera berlari menuju ke tempat keributan itu dengan raut muka luar biasa panik.
“JENO!!” Tanpa sadar, Mark meninggikan suaranya supaya Jeno mendengar suaranya.
Haechan yang tiba-tiba di tinggal begitu saja, buru-buru menyusul Mark. Haechan juga heran mengapa Jeno tiba-tiba membuat keributan dengan orang asing di sana.
“JENO, BERHENTI!” Mark berusaha melerai Jeno yang tampak mencekik leher seorang laki-laki menggunakan lengan kirinya cukup kuat.
“KHU! ARRRGHH! EEKKK!” Anak laki-laki yang lebih tinggi dari Jeno itu sampai kesulitan berbicara karena lehernya tertekan kuat. Air liur sudah mulai menetes kemana-mana karena kesulitan menelan ludahnya masuk melalui tenggorokan.
Mark yang panik jadi bingung memikirkan cara untuk menghentikan ulah Jeno di depan banyak orang begini. Apalagi dengan kedua mata Jeno yang menyala merah, Mark dapat menebak bila Jeno benar-benar murka saat ini.
Tak ada cara lain, Mark terpaksa memakai senjata andalannya untuk menghentikan tindakan Jeno detik ini juga sebelum adiknya benar-benar membunuh orang. “JUNG JENO! LEPASKAN TANGANMU DARI LEHER ORANG ITU. SEKARANG.JUGA!” Dengan Alpha tone yang sanggup membuat Alpha selevel Jeno pun dibuat tidak berkutik.
Dan berhasil, seketika Jeno menghentikan aksinya, setelah mendengar perintah Mark dengan Alpha tone yang selalu terdengar menyebalkan di telinga Jeno. “Mark?” gumam Jeno tercengang.
Secara perlahan Jeno menurunkan lengannya dari leher sang lawan. Bak gerakan slow-motion namun pasti, Jeno membalikkan tubuhnya menghadap belakang. Sekedar memastikan apakah suara tadi memang benar suara kakaknya atau bukan.
Kedua mata sipit Jeno sontak melebar, mendapati Mark berdiri di depannya, begitu juga dengan Haechan yang tampak melambaikan tangan kepadanya.
“Kalian一kenapa bisa ada di sini?” Dalam sekejap nyala merah pada netra Jeno sirna, lalu pemuda itu mendekati sang kakak dan Haechan dengan raut muka tampak kebingungan. Tahu-tahu kedua orang itu ada di sekolahnya begini.
Sekejap Jeno melupakan eksistensi pemuda asing yang baru saja ditekannya kuat-kuat. Atensi Jeno kinj sepenuhnya tertuju pada Mark dan juga Haechan.
“OHOK! OHOK! KHUU一KA-KAU!! SI-SIALAN!” Rupanya pemuda itu masih punya tenaga untuk bicara.
Namun Jeno tak menggubrisnya. Kehadiran Mark di sana membuat Jeno lupa pada kekesalannya beberapa saat yang lalu.
“Kenapa kalian ada di sini?” Jeno mengulangi pertanyaannya begitu sampai di depan Mark.
Sementara itu, perlahan Haechan semakin mendekatkan dirinya pada Mark, seakan tengah mencari perlindungan. Haechan dapat merasakan banyaknya tatapan tajam nan menusuk yang kini tertuju ke arah mereka bertiga.
Mark mendesah panjang lalu mengusak rambutnya sampai berantakan. “Aku ke sini untuk menjemputmu! Tapi apa yang kulihat?! Kenapa kau mencekik leher orang itu, Jung Jeno?!” Mark tak habis pikir dengan perilaku Jeno yang sangat ekstrem barusan.
Jeno diam, tetapi kedua tangannya mengepal kuat. Tidak mungkin ia memberitahu Mark yang sebenarnya terjadi, ia tidak ingin membuat Mark kecewa dan semakin marah padanya.
Haechan dapat melihat Jeno enggan untuk angkat bicara. Lalu pandangannya beralih pada anak laki-laki yang tadi dipojokkan Jeno ke dinding. “Hei, kau! Coba kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kau memancing masalah dengan anak ini ya?!” tudingnya langsung tanpa menunggu Jeno menjelaskan duduk permasalahannya lebih dulu.
Pemuda itu sontak gelagapan dituding terang-terangan di depan banyak orang oleh Haechan. “Ap-apa maksudmu, huh?! Aku tidak memancing masalah dengannya! Dia yang lebih dulu memancing masalah dengan banyak orang! Aku hanya mengatakan apa yang kudengar saja!” Pemuda itu berusaha membela diri.
Mark menekuk alisnya. Merasa janggal dengan pernyataan pemuda itu. “Jelaskan secara lengkap. Kau tidak sedang membicarakan seseorang sesuka hatimu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, bukan?” tuduhnya, yang sayangnya tepat mengenai sasaran.
“Ti-tidak! Aku tau ceritanya, bukan hanya aku saja tetapi hampir semua murid di sekolah ini mengetahui kebrengsekan dari anak itu!” Pemuda itu menunjuk lurus ke arah Jeno. “Pantas mereka menyebutmu rendahan, kelakuanmu saja juga rendahan. Gara-gara kau, Sookyung kehilangan sesuatu yang berharga baginya!”
Suasana di lobi yang untungnya cukup luas itu semakin tidak kondusif, terlebih lagi ketegangan yang mulai memanas antara Mark, Jeno dan pemuda berwajah menyebalkan itu. Haechan yang merasa berada di posisi terdesak akhirnya meminta bantuan pada Jaemin yang tak kunjung menunjukkan batang hidung anak itu di situasi genting begini.
Dengan gerakan tangan secepat kilat, Haechan mengirimkan pesan SOS pada sahabatnya yang satu itu, siapa lagi jika bukan Jaemin. Dalam hati Haechan memohon, agar ketegangan yang mencekam ini tidak berubah menjadi acara baku hantam yang berdarah-darah.
‘Cepatlah ke mari, Jaemin! Aku benar-benar membutuhkanmu di sini!’ Jeritan hati satu-satunya Omega yang menciut bak sedang berada di tengah medan perang saat ini.
🍓 TBC 🍓
Jangan lupa kasih Vote nya ya mate 😙
YOU ARE READING
Our Fate 「 The Jung 」
FanfictionSequel of My Mate "Jaehyun, aku takut terjadi sesuatu pada anak-anak kita." "Jangan khawatir, okay? Kita hanya cukup percaya kepada mereka. Anak-anak kita kuat dan tau cara mengendalikan diri mereka sendiri. Jika suatu saat nanti 'mana' itu mulai m...
「 17 : Another Commotion 」
Start from the beginning
