Bab 35

1.7K 168 5
                                    

Happy reading 💞

****

"Cepetan Aish!" Aish yang baru saja sampai lekas ditarik lebih dekat.

"Coba lihat." Ningsih menunjuk layar TV sehingga pandangan Aish langsung tertuju kesana. Ternyata tayangan sinetron tadi telah berganti dengan berita terkini.

Tiger Air JT45 Dengan Tujuan Jakarta-Kalimantan Hilang Kontak di Perairan Laut Jawa

Deretan kata tersebut menghiasi bagian bawah layar Televisi. Sang reporter ikut menyampaikan hal yang sama dengan nada terburu-buru. Dibelakang wanita itu terlihat lalu lalang pengunjung bandara.

"Ya Allah, kenapa setiap tahun ada aja pesawat jatuh."

Pandangan Aish berubah nanar. Ingatannya jadi tertuju pada Sam yang juga sedang bertugas.

"Ini alasan kenapa mama sedikit was was punya menantu pilot. Sama seperti tentara, kita tidak tahu apakah saat dia pamit kerja merupakan pertemuan terakhir kita dengan suami."

Ucapan Ningsih membuat Aish kian tertegun. Bagaimana bisa ia menampikan hal tersebut selama ini. Aish tahu pilot merupakan pekerjaan yang beresiko. Tapi dirinya tidak pernah berpikiran yang bukan-bukan tentang Sam. Saat Sam pergi, ia selalu yakin bahwa pria itu akan kembali. Namun hari ini, lewat berita yang baru saja muncul ditambah dengan ucapan Ningsih, perasaan Aish jadi tak enak. Bagaimana jika Sam mengalami hal yang sama?

"Aish," bahu Aish ditepuk pelan, Aish menoleh lalu menatap sang mama, "Mama gak tahu apa permasalahan kamu dan Sam. Tapi coba kamu pertimbangkan lagi masalah perceraian. Sam gak mau kalian cerai loh. Apa kamu gak kasihan lihat Sam pergi tugas dengan masalah yang menggunung? Kalau terjadi human error dan mengakibatkan kecelakan pesawat gimana?"

"Gak lah ma. Pilot pasti bekerja secara professional," bantah Aish menutupi kekwatiran.

"Tapi..."

"Pesawat jatuh gak selalu human error Ma. Bisa aja kerusakan pesawat atau cuaca."

"Tapi kamu gak pernah kwatir sama Sam?"

"Udah ya Ma. Aish mau kekamar dulu."

Tak menjawab pertanyaan sang mama, Aish memilih kembali menaiki tangga, menuju kamar.

Sesampainya dikamar, Aish mendudukan diri diatas ranjang dengan pikiran kalut. Ditatapnya layar ponsel dalam genggaman dan mencari satu kontak disana.

Bagaimana kabar Sam? Apa Aish harus menghubunginya duluan?

Tidak, tidak. Tidak boleh. Sisi lain di dalam diri Aish mengingatkan. Ia harus membenci Sam, jangan pernah melupakan kebejatan pria itu. Iya benar.

"... jujur gue kecewa. Gue pikir lo bisa sekali aja percaya sama gue. Nyatanya enggak. Jadi apa gunanya hubungan persahabatan kita selama bertahun-tahun kalau ternyata lo tetap memperlakukan gue seperti orang asing."

Dengan frustasi Aish membanting ponselnya keatas kasur saat ucapan Sam kembali terlintas. Sangking frustasinya, Aish mengacak rambut dan mengeram tertahan.

Ya Tuhan, kenapa rindu dan benci ini sangat menyiksa. Disatu sisi Aish ingin membeci Sam. Namun disisi lain ia tak bisa menampik rindu yang mendera. Apa yang harus Aish lakukan? Ia kwatir. Ia ingin mendengar suara Sam barang sesaat dan memastikan pria itu baik-baik saja. Bohong jika berita pesawat jatuh tadi tidak membuat Aish parno. Hatinya ikut ngilu menyaksikan raut sedih di wajah-wajah keluarga korban Tiger Air yang sempat ia lihat dilayar TV, dan Aish tidak bisa membayangkan jika seandainya dia yang berada diposisi itu.

Dinikahin Aja | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang