Bab 34

1.6K 153 6
                                    

Hello guys.

Selamat baca ya.

****

Kedua sudut bibirnya tertarik keatas membentuk sebuah senyuman. Senyum tipis penuh kepalsuan. Sejak melangkahkan kaki di perkarangan rumah Anindita--sang Bibi, Aish tak sedikitpun melunturkan senyumannya. Dagunya sedikit terangkat melambanhkan kepercayaan diri. Bagi Aish, seberat apapun permasalahan yang tengah ia pikul kini, tak boleh seorang pun melihat kesedihan ataupun kelemahannya.

"Kamu benar baik-baik aja, Sayang?"

Aish menoleh pada sang mama yang berjalan tepat disampingnya. Sudah kesekian kali Ningsih bertanya guna memastikan kondisi Aish.

"Iya Ma. Mama tenang aja."

"Syukurdeh."

"Aish!"

Baru saja keduanya hendak mengetuk pintu rumah Anin. Sebuah teriakan terdengar menyahut dibelakang mereka.

"Tante."

"Eh Amba."

Wanita yang mengenakan pakaian serba putih, berupa tunik sepanjang lutut dan jins dengan warna senada, datang menghampiri Ningsih dan Aish. Senyum Aish kian lebar. Sungguh ia sangat merindukan tantenya yang satu ini. Oleh karena itu saat Amba sudah berdiri dihadapannya, Aish merentangkan tangan dan memberi sebuah pelukan. Pelukan hangat dilingkupi kerinduan. Sejak menikah, Aish  sangat jarang bertemu Amba. Hanya bertemu satu kali sebulan di acara keluarga.

"Apa kabar Tante?"

"Baik. Kamu gimana?" Amba mengenggam tangan Aish erat.

"Baik juga Tante. Aman terkendali."

"Udah isi belum?" Tangan Amba turun menyentuh perut Aish. Aish langsung tak berkutik. Senyum cerianya berubah canggung.

"Belum Tante. Doakan aja ya." Doa apanya? Aish merutuki diri didalam hati. Bukan kehamilan lagi yang menjadi targetnya, tapi perceraian. Jika Amba tahu, sudah pasti wanita itu sangat kaget.

"Iya Tante doain. Oh ya Mas Surya sama Sam mana?" Tanya Amba lagi karena tak melihat kehadiran dua pria itu.

"Oh Mas Surya ada meeting yang gak bisa di cancel. Kalau Sam biasalah lagi tugas." Jawab Ningsih.

"Duh, ponakan kesayangan Tante ini sering banget ya ditinggal suaminya ya Mbak."

"Mau gimana lagi Tante."

"Yaudah deh Ayo masuk. Udah rame pasti nih." Ningsih memecet bell beberapa kali, dan tak lama pintu dibuka oleh asisten rumah tangga keluarga Anindita.

Ketiganya langsung melangkahkan kaki ke dalam rumah. Ningsih berjalan lebih dulu, sedang dibelakangnya Aish dan Amba saling bergandeng tangan, diiringi obrolan dan sesekali terkikik geli.

Halaman belakang rumah Anindita telah diramaikan oleh keluarga besar Handoko. Para tetua berkumpul dimeja panjang, terlihat mengobrol seraya menyantap makanan yang terhidang. Sedang disisi lain, anak-anak--para keponakan Aish, tampak asik bermain boneka dan mobil-mobilan. Kapan lagi mereka bisa lepas dari namanya gadget kalau bukan diacara keluarga seperti ini. Ternyata arisan keluarga Handoko masih ada sisi positifnya, ya walaupun sedikit.

"Sore semuanya." Amba berujar riang dengan lengan masih mengapit tangan Aish.

Pandangan semua anggota keluarga beralih pada ketiganya. Suara bising obrolan tadi seketika berganti dengan berbagai sapaan dan basa basi.

"Kompakan telatnya ya." Sindir Anin yang duduk diujung meja.

"Biasa, wanita karir."

"Iya deh yang sibuk. Ayo duduk."

Dinikahin Aja | CompletedWhere stories live. Discover now