Bukan cerita horor, tapi cerita tentang empat cowok sekawan yang memecahkan misteri kasus kematian di sekolah nya.
Ternyata dalang nya adalah seseorang yang sangat terobsesi dengan angka 23.
Terdengar aneh? Tapi memang begitu adanya.
Warning!!
Terda...
"Gue sabar, gue ganteng." gumam Gege mengelus dadanya.
"Lupain, ceritanya nanti aja. Sekarang ikut gue soalnya ada yang lebih penting." ujar Matteo menatap ketiganya lalu berjalan memasuki bangunan toko tersebut.
Hampir setengah jalan Devon dan Arden terus saja berbicara tak ada hentinya.
"Ngapain sih yo ketempat gelap-gelapan gini?" tanya Devon, namun tak ada sahutan dari Matteo.
"Jangan-jangan..."
Devon memberhentikan langkahnya dan otomatis yang lain pun ikut berhenti.
"Kenapa?" tanya Gege menatap malas Devon.
Sedangkan Devon malah menatap Matteo curiga. "Jangan-jangan Teo suruh kita keliling terus dia yang jaga lilin."
"Ngepet maksud lo?" timpal Arden dan Devon mengangguk membenarkan.
"Bacot." ujar Matteo melanjutkan langkahnya, lalu di susul oleh Arden dan Gege.
"Lah kok gue ditinggal, tungguin woy..." ujar Devon sedikit berteriak saat dirinya tertinggal di belakang.
Duk
"Awshh... Kalo mau berhenti itu bilang dulu ke." keluh Devon menabrak tubuh Arden yang ada di depan nya.
"I-itu -" gugup Arden saat melihat apa yang ada di depan nya.
Gege pun mematung, seolah sedang mencerna apa yang telah terjadi.
"Ada apa sih." Devon menyerobot ke depan ingin melihat apa yang menyebabkan teman-temannya seperti itu.
"A-Asila!" Devon menegang, matanya melotot kaget.
Devon melirik ke arah Matteo. "I-ini gimana ceritanya?" tanya Devon meminta penjelesan.
Matteo menghembuskan napasnya. "Nanti gue jelasin, sekarang bawa dia ke rumah sakit." ujar nya.
Devon segera mengangkat Asila -cewek itu, lalu dia Arden dan Gege segera menuju rumah sakit terdekat di ikuti Matteo yang mengendarai motor dari belakang.
•••
"Suster!"
"Suster tolong teman saya!"
Teriak Devon saat sampai di lobi rumah sakit, dengan tergesa-gesa seorang perawat menghampiri nya sambil mendorong brankar.
Devon menidurkan tubuh Asila, lalu di dorong nya brankar itu menuju IGD.
Keempat orang remaja itu duduk menunggu kabar dari dokter dengan harap-harap cemas.
Matteo sempat berpikir cewek tersebut siapa? Terlihat dari raut wajah ketiga temannya yang begitu cemas dan khawatir. Apakah sepenting itu?
Matteo menggidikan bahunya pelan, tak lama dokter keluar dari ruangan IGD. Sontak ketinganya berdiri di ikuti Matteo.
"Gimana keadaan teman saya Dok?" tanya Gege.
"Luka pasien tidak terlalu parah, cuma ada banyak sayatan dan luka tusuk di perut nya yang mengakibatkan pasien kekurangan darah." ujar Dokter itu.
"Lalu Dok?" tanya Arden.
"Enggak parahkan Dok?" timpal Devon cepat.
"Syukurlah ada beberapa kantong darah di rumah sakit ini yang cocok dengan darah pasien, dan tusukan itu tidak berakibat fatal. Pasien hanya butuh beberapa hari untuk perawatan intensif. Mungkin, akibat buruknya bisa jadi pasien mengalami trauma." jelas Dokter itu.
"Apa kami sudah bisa melihat nya Dok?" tanya Gege.
Dokter itu mengangguk. "Bisa, setelah pasien di pindahkan di ruang rawat inap." jawab nya.
"Kalau tidak ada pertanyaan lagi, saya permisi." lanjut Dokter itu.
"Terima kasih Dok." ujar Gege.
Dokter itu mengangguk sambil tersenyum tipis "Sudah menjadi tugas saya."
•••
Akhirnya setelah sekian purnama bisa update juga hehe
Sorry ya guys soalnya kemarin-kemarin ada problem dikit sampe jarang buka wp:'
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Maaciii yang udah nunggu dan selalu sabar, love u<3