[7] We are Enchant Liar 0.3

Começar do início
                                    

"Katakan imbalan yang setimpal," ujar Rick dengan suara dingin.

Lawan bicaranya justru menggaruk pelipis seolah dia tidak butuh apapun di dunia ini. Sejujurnya Rick cukup ragu. Tapi dia tidak punya alasan untuk mencoba. Lagipula, laki-laki sialan ini tidak mungkin tahu jabatan Rick dan apa saja yang dia miliki. Rick tentu bisa membunuh laki-laki ini jika berani mengelabuinya.

"Bagaimana dengan surat kepemilikan usaha?"

"Apa?" Rick mengernyitkan dahinya.

"Aku hendak membuka usaha, tapi rasanya sulit jika aku sendiri yang mengurusnya tanpa punya koneksi orang dalam," papar Eamon dengan santai.

"Usaha apa yang kau miliki?"

Eamon mendekatkan diri pada Rick kemudian membisikkan sesuatu. Setelah itu dia menjauh dan tersenyum. "Sebenarnya aku juga sedang mencari manajer untuk usaha itu."

Tubuh Rick menenang dan pandangannya menatap lekat-lekat lawan bicaranya. Laki-laki membisikkan apa padanya barusan? Apa semua ini tampak lelucon? Tidak. Melihat Eamon yang tidak gentar sama sekali, entah bagaimana membuatnya tertarik.

"Bagaimana?" tanya Eamon lagi karena tidak kunjung mendapat respon.

"Bagaimana aku tahu jika kau tidak menipuku?"

Lagi-lagi, laki-laki itu terkekeh. Eamon mengeluarkan sebuat kartu. "Kau bisa datang ke acara lelang ini, melihat sendiri pedang itu dan beli sesuai harga yang kau sepakati. Apa ini masih meragukan?"

Rick menerima kartu bertuliskan Gallery Victory itu lalu menatap Eamon bergiliran.

"Aku tidak ikut campur untuk acara lelang itu. Sudah kukatakan aku membawakannya untukmu, sisinya kau sendiri yang atasi," terangnya sembari mengedikkan kedua bahu.

Dijamin dua ratus persen, Eamon berhasil mengelabuhi pria bersetelan ini karena Rick menanyakan kesepakatan mereka dan setuju.

"Kalau begitu, kuhubungi sehari sebelum acara lelang diselenggarakan," ujar Eamon sebelum melangkah pergi.










Di ruang favoritnya, Gerry sedang berkutat dengan komputer dan beberapa layar lebar sejak tiga jam yang lalu. Telunjuknya menekan tombol enter dan dia berteriak. "Yes! Ok, done, baby."

Dia baru saja berhasil mendapatkan target sesuai rencana. Gerry mengirimkan sejumlah informasi tentang Batu Rosetta seolah-olah dia adalah penyelenggara acara lelang dan mengundang beberapa orang tertentu. Kata Gerry, semua tidak akan ada yang mustahil dengan internet.

Targetnya adalah seorang pengusaha Jepang yang sudah sejak lama mengincar barang-barang mahal dan kuno sebagai koleksi pribadi. Gerry masuk ke dalam grub VIP dan memperkenalkan diri. Setelah itu, dia mengajak pria bernama Hwangzi itu. Berkedok Gerry hanya menyebarkan undangan khusus dan Hwangzi adalah satu-satunya yang dia pilih.

Rosenau masuk ke dalam ruangan dan membuyarkan lamunan Gerry.

"Wanita di layar begitu seksi hingga kau tidak berhenti tersenyum?" tanya Rosenau.

"Bukan!" tukas Gerry cepat. "Aku sudah mendapatkan target."

"Sayang sekali, hanya mainan virtual."

"Kau pikir ini hal mudah?" sergah Gerry. "Jangan hanya berdiri dan selesaikan sisa pekerjaanmu sebelum Sza kembali dari Korea."










Sza menghelas napas entah sudah ke berapa kali. Di era yang benar-benar modern seperti ini, bahkan di negara maju seperti Korea Selatan, masih ada beberapa tempat kumuh. Dari beberapa laman wisata yang sering Sza lihat atau dari siaran televisi yang dia tonton, selalu ada banyak promosi menarik seputar Seoul yang wajib dikunjungi wisatawan. Seolah kota itu benar-benar diisi dengan hal-hal mewah saja.

Kakinya mengetuk-ngetuk lantai kios perbelanjaan kumuh yang dia datangi sejak setengah jam yang lalu. Sekali lagi melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Sudah hampir pukul dua belas malam.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat beberapa pintu kios yang tertutup. Beberapa lampu mati dan plang nama kios tak lagi bisa dibaca.

Seorang pria berusia empat puluhan berjalan pelan melewati Sza. Tatapan pria itu seperti menilai Sza dan melempar curiga. Sebelum pria itu membuka pintu salah satu kios, Sza lebih dulu bersuara.

"Tuan Choi Jinwoo?"

Pria itu berhenti memutar kunci dan menoleh menatap Sza dari ujung rambut hingga ujung kaki. Seperti tidak berminat menyambut percakapan, pria itu kembali memutar kunci dan hendak masuk ke dalam.

"Aku butuh seorang pemahat dinding," ujar Sza cepat.

Choi Jinwoo tampaknya terusik. "Ada banyak pemahat di negeri ini."

"Aku butuh pemahat yang mampu memahat dinding ukiran emas setebal sepuluh sentimeter."

"Aku sibuk." Choi Jinwoo sudah masuk ke dalam kios. Sza buru-buru menahan pintu dan ikut masuk ke dalam dengan paksa.

Pria itu menatap Sza tidak suka dan hendak memukulnya jika wanita itu tidak segera bicara.

"Aku bisa membantumu melunasi semua hutang dan membiayai sekolah putrimu. Kau hanya perlu memahatkannya untukku."

Choi Jinwoo terkekeh. "Tawaran macam apa itu?"

Sza menegakkan badan dan tersenyum miring. "Tawaran yang hanya kau dapatkan dariku."

Pria itu mengeluarkan sebilah belati dan menodongkannya pada Sza.

"Wow! Wow! Take it easy."

"Katakan maumu dan segera pergi dari kiosku!"

"Sudah kukatakan," jawab Sza sembari ikut mengeluarkan pistol di saku jeans-nya. "Aku kemari karena aku ingin mengajakmu bekerja sama."

Pria itu berbalik memunggungi Sza lalu membereskan beberapa benda yang bercecer di mejanya. "Tidak perlu. Kau bisa cari orang lain."

"Aku ingin kau membawakan Amber Room untukku. Kau hanya perlu terbang ke Los Angeles, semua biaya kutanggung. Sisanya, kubereskan. Kau cukup pulang dengan membawa uang puluhan juta yang mampu menanggung hutang dan biaya hidupmu. Apa ada tawaran yang lebih menggiyurkan dari ini?"

Choi Jinwoo menoleh dan menatap Sza dengan mata memicing. "Siapa kau?"

"Seseorang yang akan membantumu."

Sza merapikan pakaiannya. Dia mengeluarkan sebuah amplop coklat dan menyerahkannya pada Choi Jinwoo. "Di dalam ada kartu namaku, tiket pesawat dan uang muka." Bibirnya mengulas senyum guna meyakinkan. "Hubungi aku jika kau setuju. Tapi kuyakin kau pasti setuju."

Usai mengatakan itu, Sza keluar dan pergi.

Choi Jinwoo masih merasa ragu. Tapi saat membuka amplop itu dan menemukan uang seratus juta won, rasanya dia perlu mengambil pekerjaan ini.

[]










Mainnya udah selesai. Masih mau lanjut atau ketemu Alpha Freya?

Coba sini spill komentar untuk dua part baru yang pendek sekali 🤣🤣 penulisnya mengakui kalau pendek.

Seneng bisa update sehari dua kali tuh, biar cepet kelar.  Padahal story lainnya macet xixi.

Makasih ya, sudah meluangkan waktu untuk mampir dan baca cerita ini. Makasih buat dukungannya dan supportnya. Pokoknya makasih banyak.

Sehat-sehat ya. Apalagi udah banyak sekolah offline, lembaga juga banyak yang offline. Stay safe kalian 💜

Apapun yang kalian sedang lakukan, itu yang terbaik buat kalian dan hasilnya pasti baik juga.



September 29, 2021

FLY BY NIGHT; ENCOUNTER [On Going]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora