1. Cowok yang suka musik

137 16 12
                                    

"Katanya manusia diciptakan dari tanah. Tanah kan awalnya itu batu yang akhirnya melapuk. Tapi, kok gue lemah banget kayak jelly?"

6 tahun lalu.

Lelaki itu tengah memetik gitar barunya sembari menyenandungkan salah satu lagu anak-anak berjudul balon ku di depan dua bocah laki-laki yang menatapnya penuh kegembiraan. Senyum lelaki itu terukir sembari terus bernyanyi, membiarkan dua bocah laki-laki di depannya sedikit melupakan pertengkaran mereka tentang arena tamiya yang rusak. Kalau harus terus seperti ini, bisa-bisa Tera tidak dapat fokus latihan untuk pentas seni alih-alih menjaga dua bocah laki-laki di mana salah satu bocah yang memiliki mata sedikit lebih bulat dibandingkan satunya adalah Adiknya sendiri. Namanya Zidan, dan Adiknya ini periang banget!

"Udah, ya. Jangan pada berantem lagi, loh. Kakak mau kembali ke sana, kalian di sini aja. Tuh, Pak Amat udah benerin arena balapannya," cowok itu menatap Zidan sambil mengusap ujung kepala Adiknya itu dengan penuh sayang. "Kamu jangan galak ke Sam lagi, ya. Kalian kan, teman. Kalau Sam buat salah, kamu harus maafin dia, Zidan. Tiap manusia selalu dapat berbuat kesalahan, dan kita harus menjadi orang yang mudah memaafkan. Allah suka loh, sama hambanya yang mau memaafkan saudaranya," ucap Tera pada Zidan yang matanya kini berbinar senang ketika mendengar kalau Allah suka sama orang yang mudah memaafkan. Dia kan, mau juga disukai Allah! Jadi Zidan akan mulai memaafkan Sam mulai detik ini kalau cowok itu berbuat salah.

"Oke, Kakak ku," bocah itu tersenyum geli dan mendekati Sam yang sudah melihat mobil tamiyanya yang telah meluncur di arena yang tadi tidak sengaja dia rusak—lebih tepatnya mobil tamiya Sam yang rusakin arena balapan yang dibelikan Papanya itu.

"Sam, kamu udah aku maafin! Aku mau disukai Allah soalnya," kata Zidan. Membuat sahabatnya itu menoleh bingung.

"Kok bisa disukai Allah, Dan?" Sam kini penasaran dan melupakan mobilnya serta mobil Zidan yang masih terus berputar-putar hingga saling tabrakan. "Emang kenapa kamu bisa disukai Allah?"

Zidan nyengir dan menunjukkan giginya yang agak berantakan, dengan satu gigi gingsul yang timbul setelah tanggal beberapa hari lalu. "Kata Kak Tera, kalau Allah itu suka sama orang yang mudah memaafkan!"

"Wah, iya? Aku juga bakal gitu, ah. Kita harus disukai Allah bareng-bareng, Dan!"

"Yoi."

Kedua bocah itu kini kembali akur. Melupakan perdebatan mereka beberapa menit lalu. Sedangkan yang lebih tua terlihat mendongak dari buku yang menampilkan beberapa not musik untuk gitar sembari terkekeh geli.

"Dasar, bocah SD. Palingan besok tahu-tahu berbuat dosa," ucapnya. Pengalaman pribadi soalnya.

***

"Tuan Zidan? Bangun, Tuan. Sudah pagi," Mbok Mimi terlihat menepuk-tepuk pipi Zidan yang semakin tirus bila sudah memasuki musim ujian. Lelaki berumur 16 tahun itu kalau sudah stress memang akan membuat bobot tubuhnya menurun—yang dibuktikan oleh pipi yang menirus dengan tulang pergelangan tangannya yang sedikit terlihat. Kadang Lia suka ngomel kalau melihat sahabatnya itu mulai turun berat badan, padahal gadis itu susah payah diet tapi badannya tetap saja gemuk! Tuhan itu suka tidak adil pada manusianya.

Cowok itu mengerjapkan matanya, menbatap Mbok Mimi yang tersenyum. Zidan bertanya. "Kakak udah sampai, Mbok?"

Wanita berusia 50-an itu menggeleng pelan. "Mungkin jam 8 nan baru sampe, Tuan. Mobil jemputannya baru berangkat beberapa menit lalu. Belum proses administrasinya," jawab Mbok Mimi pada Zidan yang membalas dengan senyum tipis.

"Oh, oke. Kalo gitu aku mau mandi, Mbok. Harus pergi ujian," cowok itu pun langsung bangkit dari kasurnya. Mengambil handuk yang menggantung di kakstop dan masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat. Tidak peduli waktu sudah menunjukkan pukul 6 kurang 10 menit, Zidan menikmati waktu senggangnya dengan santai karena sekolah selalu menerapkan waktu masuk yang dimundurkan setengah jam setiap musim ujian. Membuat cowok itu menjadi lebih santai dari hari-hari sebelumnya.

GlowWhere stories live. Discover now