30. New Life

31.6K 1.2K 19
                                    

Evano Ghaly Prastisyo. Anugrah Tuhan yang paling indah dan berharga bagi Nara.

Tak hanya bagi Nara, pun dengan seluruh keluarga Prastisyo. Dengan kehadiran bayi tampan itu, keadaan keluarga Prastisyo kian membaik. Erga sendiri bahkan telah kembali menjadi sosok yang teramat baik dan penyayang sejak kehadiran Evan —demikian mereka memanggilnya.

Seperti pagi ini, Erga menggendong Evan yang menangis karena ditinggal sendiri di kamar oleh ibunya. Wanita itu sedang berada di kamar mandi. Sementara bayi berusia tiga bulan itu baru saja terbangun.

Meski baru belajar, Erga termasuk pintar untuk mengasuh anak. Bahkan kedua tangannya tak lagi kaku untuk menggendong Evan. Insting sebagai orang tua muncul dengan sendirinya pada dirinya.

Erga menggerakkan tubuhnya, mengayun Evan dalam gendongannya. Ia pun bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghibur bayi itu. Dengan pandangan yang tak lepas dari Evan. Yang untungnya, sebuah senyuman kembali hadir di wajah Evan. Bayi mungil itu sudah mengerti aksi ayahnya, terkekeh pelan karenanya.

"Anak ayah pintar," puji Erga kala senyuman Evan menggantikan tangisannya.

Namun Erga tak lantas menghentikan aksinya. Terus saja bernyanyi dan menggerakkan tubuhnya agar Evan tak menangis lagi. Melangkah menuju balkon, dimana terdapat cahaya matahari pagi. Dengan memunggungi arah munculnya matahari, keduanya berjemur santai. Masih saja bernyanyi kecil.

Erga melepas topi yang menutupi kepala Evan. Membiarkan kepala yang mulai ditumbuhi rambut lagi dijemur dibawah sinar matahari pagi. Ia bahkan terkekeh pelan saat melihat ekspresi Evan yang tampak begitu menikmati hangatnya mentari pagi ini.

"Eh, Evan nangis ya, Mas?" Nara baru saja muncul dari kamar mandi. Handuk masih melilit di kepala, karena ia baru saja mandi dan keramas.

Erga menoleh sesaat lalu balik memandangi wajah Evan yang begitu menggemaskan. Seakan ia melihat bayangan dirinya dan mendiang adik kembarnya di wajah Evan. "Udah anteng, kok," jawabnya.

"Sebaiknya mandi dulu, baru berjemur," saran Nara. Ia berniat untuk mengambil Evan dari dekapan suaminya.

"Hari ini, biar Mas yang mandikan Evan," putus Erga. Membuat sedikit keterkejutan di wajah Nara.

"Mas serius? Emangnya Mas bisa?" Alis Nara saling bertaut.

Erga tersenyum tipis. "Jangan sepelekan Mas."

Nara tersenyum kikuk. "Bukannya sepele, Mas. Cuma buat mastiin aja."

"Kamu lihat, kalau tidak percaya." Erga kembali ke kamar. Meletakkan Evan di atas kasur, yang sontak langsung menggeliat pelan. Lalu Erga melepas pakaian Evan satu persatu, tanpa kesulitan. Terlihat seperti sudah terbiasa. Padahal baru kali ini Erga akan memandikan Evan, di usianya yang sudah tiga bulan.

Nara hanya memandangi aksi suaminya dari samping. Sekedar memastikan kalau Erga bisa melakukannya. Setelah semua pakaian Evan terlepas, Nara segera mengambilkan handuk milik bayi itu dan menyerahkannya pada suaminya. Lalu melangkah lebih dulu ke kamar mandi. Menyiapkan air hangat untuk mandi Evan, di bak mandi bayi miliknya.

Nara tersenyum simpul, saat menyaksikan kalau suaminya bisa melakukan semuanya dengan sangat baik. Persis seperti yang ia lakukan setiap harinya. Tak terlewat satu hal pun. Cara pria itu membersihkan seluruh tubuh Evan begitu telaten. Seolah sudah terbiasa.

"Bagaimana? Aku hebat, kan?" goda Erga begitu ia berdiri setelah selesai memandikan bayi mungil mereka. Mendekapnya di dada dalam balutan handuk.

"Iya, deh. Mas memang hebat. Itu sebabnya orang bisa terpesona," balas Nara menggoda.

Istri yang Tak Diinginkan (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang