7. Pindah

17.9K 1.2K 11
                                    

Nara memejamkan mata, selama ia membiarkan Erga memeluk perutnya. Hanya sekitar dua menit, hingga pria itu menengadah untuk melihat wajahnya.

"Mas baik-baik aja?" Pertanyaan itu kembali terlontar dari mulut Nara. Untuk memastikan jika suaminya baik-baik saja.

Sosok yang tadinya pemarah pada Nara, kali ini tersenyum.

"Aku merindukanmu, Sisca. Sangat merindukanmu. Kamu kemana aja? Kenapa baru muncul sekarang? Kamu nggak pernah menghubungiku," racau Erga. Dari nada suara Erga yang begitu lembut, Nara mengetahui dengan jelas betapa suaminya mencintai seseorang bernama Sisca itu.

Lagi dan lagi, Nara memberikan senyum pada Erga. Ia hanya ingin membantu pria ini dari keterpurukan. Namun bingung harus berbuat apa. Meski dalam hatinya ada perasaan sakit saat Erga sedang memeluknya namun menyebutkan nama gadis lain.

Erga bangkit. Kedua tangannya kini beralih merangkum wajah Nara. Wanita itu terdiam. Berpikir apa yang akan dilakukan pria itu.

Belum juga menemukan jawaban, Erga sudah mendaratkan bibirnya tepat di bibir Nara. Pria itu memejamkan mata, menikmati ciumannya.

Nara kembali pada kesadarannya. Ia berusaha mendorong tubuh kekar Erga, tapi tak berhasil. Tubuhnya yang mungil tak punya cukup tenaga untuk melawan Erga. Yang ada, Erga malah semakin memperdalam ciuman mereka karena merasakan penolakan Nara, yang ia sangka adalah Sisca.

"Mas, hentikan!" Nara sempat berteriak saat Erga memberi sedikit jeda. Namun bukannya menuruti permintaan Nara, Erga mengulangnya lagi. Kali ini sedikit kasar.

Tak ada pilihan lain bagi Nara. Ia mengayunkan tangan kecilnya untuk memukul pinggang Erga sekuat tenaga. Hingga akhirnya pria itu benar-benar berhenti dan menatap Nara dengan wajah nanar.

"Nara?" Erga menggumamkan nama Nara. Kesadarannya mulai terkumpul perlahan.

"Iya, Mas. Ini Nara, bukan Sisca," desis Nara menahan emosinya.

Bukan Nara tak ingin menjadi istri Erga seutuhnya. Tapi baginya, ia juga tak akan melakukan hal yang lebih, jika mereka belum saling mencintai. Sesuai dengan keinginan Erga terhadapnya, yang bahkan enggan untuk satu ranjang.

Erga melangkah mundur. Dipandanginya wajah Nara. Otaknya berputar, mencoba mengingat apa yang telah terjadi padanya. Ia menggelengkan kepala kuat.

"Sial!"

Hanya umpatan itu yang keluar dari bibir Erga, hingga pria itu memutuskan untuk keluar dari ruang kerja. Meninggalkan Nara seorang diri, bahkan tanpa meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan. Atau mungkin memberi penjelasan, jika meminta maaf itu tidak ada dalam kamusnya.

Nara menundukkan kepala. Dipandanginya perut yang masih rata dan perlahan tangannya bergerak untuk mengelus.

"Mama kuat karena kamu, Nak," lirihnya.

Nara memutuskan untuk keluar dari ruang kerja Erga. Dilihatnya jam yang menggantung di dinding, ternyata sudah tengah malam. Ia memutuskan untuk istirahat saja. Tak ada keinginan untuk mencari keberadaan suaminya yang tadi ia dengar keluar dari kamar.

***

Pagi menjelang, Nara sudah terbangun. Saat berbalik, ia tak menemukan sosok Erga. Entah pria itu kembali ke kamar tadi malam atau tidak, Nara juga tidak tau.

Langkah kaki Nara tertuju ke dapur. Namun ia tak bisa menahan diri saat melewati kamar milik mendiang Ergi, yang memang bersebelahan dengan kamar Erga yang ditempatinya semalaman ini.

Ia berhenti tepat di depan pintu kamar yang masih kosong itu. Dipandanginya ukiran kayu yang menggantung di pintu, bertuliskan nama Ergi. Ukiran itu bahkan belum diambil. Seolah membiarkan ruangan itu hanya milik Ergi seorang, dan tak akan ditempati oleh orang lain.

Istri yang Tak Diinginkan (COMPLETED)Where stories live. Discover now