23. Keinginan Hati

25.1K 1.3K 46
                                    

Erga hampir menyerah. Bagaimanapun caranya membujuk Nara, wanita itu tetap tidak mau. Erga bahkan sudah sampai memohon padanya. Pendirian wanita itu begitu teguh.

"Apa aku harus membawa mama kemari dan membujuk kamu?"

Nara menggeleng keras. "Nggak, Mas. Jangan beritahu mama kalau aku ada di sini. Hanya dengan begini, kita bisa mengakhiri pernikahan yang memang nggak kamu inginkan, Mas."

"Apa memang itu yang kamu inginkan, Ra? Bukankah kamu bilang kalau pernikahan itu bukan permainan?" Rahang Erga mengeras.

"Ra, sebaiknya kamu ikut mas Erga aja. Aku juga nggak mau disebut-sebut telah mencuci otak kamu agar meninggalkan mas Erga. Dan kamu pikirkan juga anak kamu. Seperti yang mas Erga bilang, anak itu butuh seorang ayah." Kimi ikut membujuk sahabatnya. Bukan berniat untuk mengusir Nara, tapi ia juga tidak ingin Nara menderita selamanya. Kimi menilai, Erga sudah mulai berubah dan memikirkan Nara.

"Tapi hatiku masih sakit, Mas." Nara berucap pelan. Bahkan tanpa menatap suaminya sama sekali.

"Aku minta maaf, sungguh. Jadi, ayo kita pulang."

"Aku nggak menginginkan kehidupan yang seperti dulu, Mas. Kita menikah, tapi kita seperti orang asing. Bahkan tak ada perjuangan untuk bisa membuka hati satu sama lain. Kamu itu terlalu tertutup padaku, Mas. Aku nggak kuat," jelas Nara.

Sorot Erga melemah. Ia tau, dirinya yang paling bersalah di sini. Saat Nara mencoba untuk lebih dekat dengannya, ia malah menolak mentah-mentah. Bahkan terkesan membenci sosok Nara.

"Aku tau, kalau aku ini kotor, Mas. Dan aku nggak pantas untuk mendapatkan hal baik. Aku ini nggak pantas buat Mas yang begitu sempurna."

"Nara, cukup! Aku minta maaf udah menghina kamu."

"Iya, Mas. Tapi untuk kembali, aku masih belum bisa."

Erga bangkit dari duduknya. "Baiklah, aku akan membawa mama kemari," ancamnya. Detik itu juga, ia melangkah keluar. Teriakan Nara yang mencoba untuk menghentikannya tak digubris sama sekali.

Nara tertunduk lemah. Mungkin memang ini saatnya untuk Nara kembali bersama Erga. Walau hatinya masih merasa begitu berat. Bayangan buruk tentang Erga terus saja menghantuinya. Pria itu sudah terlalu banyak menyakiti hatinya, baik dengan kata-kata maupun tindakannya.

Kimi meraih sahabatnya itu dalam sebuah rangkulan. "Ra, mungkin memang udah saatnya kamu harus pikirkan ulang. Dengan mas Erga meminta maaf, bisa aja dia udah menyesali semua tindakannya."

Nara menggeleng. "Aku kenal mas Erga, nggak mungkin bisa berubah secepat itu. Itu hanya cara untuk mengajakku pulang, karena aku yakin mama Endang pasti udah banyak menekannya. Tapi hatinya sendiri masih sama dinginnya."

"Aku juga nggak bisa berbuat lebih, Ra. Semua tergantung kamu. Kamu pikirkanlah baik-baik. Bukannya aku mau usir kamu juga, aku senang kamu ada di sini."

Nara menghela nafas. Haruskah ia kembali pada suaminya yang sama sekali tidak mencintai dirinya?

Keduanya memutuskan untuk melanjutkan kegiatan yang sempat terhenti. Mencoba menghilangkan Erga dari pikiran. Namun, saat masih asik mengemas pesanan yang masuk, terdengar lagi teriakan Erga dari luar yang menyerukan nama Nara. Mereka bisa mengenali suara itu.

Nara pun bergegas keluar untuk melihat langsung sosok itu. Diikuti oleh Kimi yang juga dilanda kebingungan. Betapa terkejutnya ia, kala melihat ibu mertuanya pun ada di sana bersama Erga. Ia tak menyangka jika Erga bersungguh-sungguh saat mengatakan akan membawa ibunya. Wanita paruh baya itu tampil dengan kebaya dan riasan wajah penuh. Khas saat menghadiri kondangan.

Istri yang Tak Diinginkan (COMPLETED)Where stories live. Discover now