18.

1.2K 106 6
                                    












Keesokan harinya Danendra kembali pergi ke kampus memulai kembali hidupnya yang mungkin kedepannya tanpa Nadia.

Apa hanya begini saja akhir dari cerita mereka berdua tidak saling menghubungi, maupun saling menyapa satu sama lain. "Pinggang gue jadi sakit banget." Ucapnya dengan memegang pinggangnya.

Saat menuju gedung arsitektur ia melihat Nadia yang tengah memakai sepatunya mungkin gadis itu terlambat, Danendra bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu. "Masih bengkak, kamu nangis terus ya?"

Nadia segera berlari masuk ke dalam kelas tanpa menyadari jika Danendra memperhatikannya bahkan saat gadis itu masuk ke dalam kelas Danendra masih mencari-cari pandang. "Udah sarapan belum ya?"

Danendra menghela nafas kasar lalu bergegas pergi ke gedung arsitektur tapi pikirannya terus melayang pada Nadia.

"Oy Ndra, lo tadi disuruh ngumpulin judul skripsi." Danendra hanya mengangguk pelan lalu duduk di kursinya tanpa memperdulikan Dika maupun Farel yang terus memandangnya.

Dika menyenggol lengan Farel pelan. "Itu anak udah baikan?" Ucapnya dengan berbisik-bisik.

"Ya mana gue tau, tapi keliatannya belum dah lesu gitu, nanti tanya ke Xaviera aja." Jawab Farel lalu diangguki oleh Dika.

"Kalau tanya ke orangnya langsung yang ada digebukin lagi lo nanti." Farel bergidik ngeri lalu menggelengkan kepalanya pelan.

Sedangkan Danendra hanya diam menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi fokus pada dosennya yang sekarang baru masuk ke dalam kelas.

"Untuk Farel Arkandra yang kemarin kirim judul skripsi, tolong di ulang lagi, itu udah jadi topik umum." Farel menghela nafas nafas kasar.

"Iya pak! Nanti saya ganti."

14. 56

Nadia keluar dari kelas dengan wajah ditekuk walau tugasnya telah selesai tapi sekarang ia harus memulai bab baru yang jauh lebih sulit dari pada kemarin.

"Lo langsung pulang Nad?"

Nadia melirik ke arah Vita yang masih menata bukunya. "Gue duluan Kar, Vit!" Karissa dan Vita hanya mengacungkan jempolnya saja sedangkan Nadia pulang lebih dulu lagi pula arah kosan mereka berbeda.

"Peak!! Lo ada tugas kelompok yang kemarin bego!!" Vita menepuk jidatnya dengan keras lalu segera berlari keluar kelas.

"Nadia!! Oy!! Tugas kelompok belum selesai bego!!" Nadia seketika berhenti lalu menatap Vita dengan menggaruk tengkuknya.

"Gue lupa hehehe." Karissa merotasi bola mata malas lalu ikut menyusul Nadia.

Nadia menahan tangan Karissa yang akan memukulnya. "Bentar, gue mau ke kamar mandi mukulnya nanti aja gue udah kebelet soalnya."

Dengan cepat Nadia berjalan menuju toilet sebentar. "Gue tunggu di kantin ya!!" Nadia mengacungkan jempolnya tanpa menoleh pada kedua sahabatnya tadi.

"Udah biarin, udah kebelet tuh anak." Karissa berkekeh pelan walau dia tahu Nadia masih terus menangis hingga sekarang.

"Matanya masih bengkak." Vita mengangguk kecil

"Iya, malah tambah bengkak dari kemarin, mata panda nya juga lebih keliatan jelas banget, sampe item begitu."

Nadia berjalan ke toilet sendiri tanpa disadari dari arah yang berlawanan Danendra juga sedang berjalan menuju dirinya.

Nadia yang awalnya fokus pada lembaran kertas terhenti ketika merasa dirinya ditatap oleh seseorang, ya itu Danendra. Nadia melihat Danendra yang terlihat lusuh tidak beda jauh dengannya.

Mata bengkak, mata panda yang terlihat jelas serta tatapan kosong saat Danendra melihatnya, Nadia berdehem pelan lalu berjalan melewati Danendra.

Saat Danendra ingin menyentuh tangannya gadis itu lebih dulu berlari menuju toilet wanita meninggalkan Danendra yang menatap punggungnya. "Udah nggak ada jalan buat kakak lagi kayaknya."

Saat sampai di toilet Nadia langsung menangis kembali tapi kali ini tanpa suara mungkin sudah terlalu lama ia menangis tanpa henti.

Punggungnya bergetar hebat dengan menyender pada dinding untung saja tidak ada orang di dalam. "Gue harus gimana, gue juga nggak mau kehilangan..."



---



Danendra membuka pintu sebuah minimarket dengan langkah gontai ia menuju kulkas pendingin, tangannya mengambil dua kaleng bir dari kulkas tersebut.

Saat ingin berbalik pandangannya tertuju pada yogurt stroberi hal itu membuatnya mengingat semua kenangannya entah itu bersama Nadia atau Jihan yang kini Jihan sudah berpulang ke sisi Tuhan bersama seseorang yang ia cintai.

Jari-jemarinya kuasa mengambil satu kotak yogurt stroberi tadi dan segera membayarnya.

"Maaf kak, bisa liat KTP nya?" Danendra berdehem pelan lalu mengambil benda kecil tersebut dari dalam dompetnya.

Setelah selesai membayar Danendra segera berjalan pulang karena jarak kampus yang dekat dari kosannya mempermudah ia agar tidak mengeluarkan banyak uang untuk ongkos.

Danendra membuka knop pintu kamarnya dengan gusar lalu melemparkan minuman alkohol yang tadi ia beli hingga menimbulkan suara yang sangat keras.

Tubuhnya ia hempaskan pada kasur serta wajahnya yang sudah memerah akibat alkoholnya.

Dika mengintip dari balik jendela kamar Danendra melihat sekilas cowok itu yang sedang berbaring di atas kasur serta kamarnya yang tercium bau alkohol dengan pekat. "Parah nih anak."

"Coba lo ketuk pintunya." Dika mengangguk pelan lalu mengetuk pintu Danendra dengan kuat.

"Ndra!! Lo udah pulang?!!" Danendra menghela nafas kasar lalu membuka pintu kamar dengan kasar untung saja pintunya belum rusak.

"Apa?" Tanyanya dengan nada yang tidak mengenakkan.

Danendra berdecak pelan melihat kedua sahabatnya yang kini diam menatapnya. "Lo kesini cuman mau liat gue doang, mending lo pergi." Ucapnya dengan dingin.

"Ndra-" belum sempat Farel melanjutkan kalimatnya, Danendra segera melemparkan kaleng bir tadi hingga mengenai kening Farel.

Takkk!!

Farel meringis pelan kala darah mulai mengalir dari keningnya sedangkan Dika menatap tajam Danendra yang sama sekali tidak merasa bersalah. "Maksud lo apa?!!"

"Udah heh!" Dika melepaskan cengkraman tangan Farel yang ingin menahannya tapi sudah dulu Dika melayangkan tinjuannya.

Danendra meringis saat sudut bibirnya mengeluarkan darah. "Lo pergi sekarang!!"

"Lo aneh ya!! Cuman gara-gara cewek jadi-"

Bugh!!

Danendra mencengkram erat kerah kemeja Dika dengan sorot mata tajam. "Lo bilang cuman gara-gara dia, lo nggak ngerti perasaan gue kayak gimana, lo nggak bakal ngerti kalau lo sendiri nggak ngerasain hal yang sama kayak gue jadi nggak usah sok tau tentang gue!"

Farel dengan sedikit kesadarannya berusaha menahan keduanya. "Lo masuk sana, tenangin diri lo kalau bisa ngomong baik-baik sama Nadia nggak kayak gini caranya nyelesain masalah."

Farel segera menggeret tangan Dika dengan kuat sebelum perang kembali dimulai apalagi sekarang mereka sudah jadi tontonan anak-anak lain. "Lo nggak ke rumah sakit aja Rel?"

"Nggak usah cuman gini doang, lo juga kenapa pake acara pukul-pukulan segala!" Ucap Farel dengan meringis saat ia membersihkan darahnya.

"Emosi gue, kalau tadi ada Rangga udah pasti tuh anak dipukulin mati-matian, lo sih lembek bat sumpah gue jadi emosi." Farel tak menggubrisnya sama sekali tangannya sibuk membersihkan lukanya.

Walau ada rasa amarah yang ia tahan apalagi saat Danendra melemparkannya kaleng bir yang masih berisi.



















-----

See you again~

Sun and Moon Onde histórias criam vida. Descubra agora