52. HR : PENGAKUAN 🥀

Beginne am Anfang
                                    

“Rhea, gue—”

“Sayang!” Tiba-tiba saja Miranti datang, berbarengan dengan keluarga Hardi yang entah mendapat kabar mengenai Haidar dari mana.

“Bunda,” beo Zidan.

Semua orang pun berdiri, termasuk Khanza yang langsung mendapat pelukan dari Kania. “Gimana ceritanya, Haidar bisa masuk rumah sakit, Za?” tanyanya.

Belum sempat Khanza menjawab, Hardi sudah menyela.

“Ini pasti gara-gara kamu! Kamu apakan calon mantu saya, hah? Jawab!” bentak Hardi sembari mencengkeram kuat lengan Rhea.

Sakit jika dirasa, selalu dijadikan kambing hitam atas semua masalah yang terjadi. Namun, kali ini Rhea tidak ingin lemah. Lagipula, Hardi bukan siapa-siapanya lagi, kan?

Rhea menepis tangan kekar Hardi dari lengannya. “Berhenti menuduh saya yang tidak-tidak,” ucapnya penuh penekanan.

“Berani kamu sama saya?” Tangan Hardi terangkat, siap untuk menampar Rhea. Beruntung, dengan sigap Zidan menahannya.

“Cukup, Om. Jangan sakiti Rhea lagi. Ini semua salah saya, bukan salah Rhea,” tegas Zidan.

“Oh, jadi kamu? Kamu—”

“Mas Hardi ... sudah. Gak perlu ribut-ribut. Ini rumah sakit.” Khanza akhirnya melerai. “Lagipula, ini hanya salah paham biasa. Zidan tidak sengaja memukul Haidar,” tambahnya.

“Kamu mukul Haidar, Nak? Kenapa?” tanya Miranti pada putranya.

“Maaf, Bun. Zidan khilaf. Zidan cuma terlalu khawatir sama Rhea.”

“Jadi dengan laki-laki ini kamu berhubungan sampai hamil, Rhea?” Hardi tiba-tiba bersuara yang tidak-tidak. “Pantas, dia membelamu,” imbuhnya.

Miranti yang belum tahu apa-apa pun syok mendengarnya. Ia menatap ke arah Rhea dan putranya secara bergantian. “Kalian melakukan itu?”

“Gak Tante. Orang ini bohong. Rhea gak pernah punya hubungan apapun sama Zidan, dan Rhea juga gak hamil,” bantah Rhea tanpa mau lagi menyebut Hardi dengan sebutan ‘Papa’.

Ia lantas menatap nyalang Hardi. “Tolong jangan sebar fitnah apapun tentang saya. Sudah berkali-kali saya katakan, kalau saya tidak hamil!” tegas Rhea.

“Masih mengelak rupanya,” ledek Hardi.

“Oh, saya gak pernah mengelak, karena apa yang saya katakan benar adanya. Harusnya anda bisa lebih peka dengan kondisi di sekitar anda. Siapa yang belakangan ini bertingkah aneh? Saya ... atau putri kesayangan anda.”

Perkataan Rhea sedikit membuat Hardi tertampar ke beberapa waktu yang lalu, saat di mana Hanin tiba-tiba muntah hanya karena mencium bau nasi goreng, juga saat Hanin yang mendadak memakan buah mangga muda dengan lahapnya.

“Saya berani membuktikannya. Mari kita lakukan tes ke dokter kandungan. Saya dan juga Hanin. Setelah itu kita lihat, bagaimana hasilnya,” tantang Rhea kemudian.

Wajah Hanin dan Zidan sontak memucat. Sepertinya, kali ini Rhea tidak akan main-main dengan ucapannya. Keduanya saling pandang, seolah melempar kode satu sama lain.

Zidan hanya menggeleng pasrah. Tak tahu lagi harus bagaimana. Memang sepertinya, ia harus mengakui semuanya sekarang juga.

Daripada tes dan semakin banyak orang yang tahu, lebih baik Zidan mengaku sendiri.

“Gak perlu sampai tes ke dokter, Rhe. Karena gue akan mengakui semuanya sekarang,” ujar Zidan, membuat Rhea tersenyum senang.

Strateginya berjalan lancar.

HAIDARHEA✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt