STIGMA-57

36.6K 5.9K 630
                                    

Sebelum baca, jangan lupa buat vote lebih dulu ya, wajib!

Kalau kalian suka sama ceritanya jangan lupa rekomendasiin ketemen - temen kalian ya, sekalian racunin mereka juga buat baca hehe💓

•••

Wiguna dan Amara mengantarkan Alya sampai ke depan pintu ruang kemoterapi. Alya terlihat begitu bersemangat, senyum di bibirnya tidak sekalipun menghilang dari wajah cantiknya yang terlihat begitu pucat dan semakin menirus akibat kehilangan banyak berat badannya.

Wiguna berjongkok dihadapan Alya yang duduk diatas kursi rodanya dan mengenggam kedua tangan putrinya.

"Maafkan Papa sama Mama, karena nggak bisa menemani kamu berjuang di dalam. Tapi kita janji akan menunggu kamu disini sampai kemoterapinya berhasil dilakukan," ujar Wiguna, Alya mengangguk mengerti.

Wiguna beralih mencium kening dan kedua pipi Alya secara bergantian dengan lembut dan penuh kasih sayang yang tersalurkan.

"Alya mau dicium Papa lagi," pinta Alya.

"Walaupun kalau nanti Alya tidur untuk selama - lamanya, jangan lupa untuk cium Alya untuk yang terakhir kalinya ya, Pa," lanjut Alya dalam hatinya.

"Anak cantik kuat, ada keindahan dari Tuhan yang sedang menunggumu setelah ini," ujar Amara, ia menangkup wajah Alya dan beralih memasukan rambut yang menghalangi penglihatan gadis itu ke belakang daun telinga.

"Surga kan, Ma?" tanya Alya dalam hatinya.

"Mama....." panggil Alya tulus membuat kedua mata Amara memanas mendengarnya. Belum pernah ia dengar Alya memanggilnya dengan begitu tulus seperti saat ini.

"Iya, putri Mama?" tanya Amara dengan memunculkan senyumnya.

"Mama anggap Alya ini putri Mama?"

Amara pun mengangguk cepat."Tentu saja, Mama sangat ingin mempunyai anak perempuan, Mama sangat berterima kasih kepada Belinda karena sudah melahirkanmu. Dengan begitu Mama bisa merasakan bagaimana rasanya mempunyai anak perempuan."

Setelah keluar dari ruangan, Amara hanya diam mematung di depan pintu membuat Wiguna menoleh bingung.

"Apa yang kamu lakukan dengan tetap berdiri disana?" tanya Wiguna kepada Amara yang mendadak terlihat cemas dari mimik wajahnya.

"Aku juga gagal menjadikan Alya menjadi seseorang yang sempurna, setelah aku gagal menyempurnakan putraku sendiri. Aku selalu gagal, semua orang selalu mengatakan aku Ibu yang gagal, orang yang gagal, wanita yang selalu gagal, hingga aku muak mendengarnya. Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya dengan menarik rambutnya dengan gerakan berulang. Amara mengalami gangguan OCD, itu membuatnya selalu perfeksionis dalam segala hal termasuk dalam mendidik anaknya. Dari penampilannya saya sudah terlihat jelas bahwa Amara selalu perfeksionis, dan tidak boleh kekurangan satu apapun.

"HENTIKAN AMARA! KENDALIKAN DIRIMU!" tegas Wiguna segera mendekat dan menahan kedua tangan Amara agar berhenti menarik rambutnya.

"Aku tidak boleh gagal, aku takut gagal, aku harus sempurna. Aku ingin menyempurnakan segala hal, termasuk ikatan dasimu," ujarnya kemudian segera
menata kembali dasi yang digunakan Wiguna dengan melakukannya berulang kali hingga sepuluh kali karena baginya ikatannya belum sempurna. Hal itu membuat Wiguna segera memeluk istrinya dan membiarkan Amara memberontak di dalam sana.

"Aku bilang tolong hentikan, aku tahu kamu bisa mendengar suaraku," kata Wiguna berbisik lembut.

•••

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang