STIGMA-50

39K 6.6K 1.5K
                                    

Walaupun gak ada yg vote dan yg baca turun drasti aku tetep update karena udh tanggung jawab aku buat selesein cerita ini di wp. Makasi yg udah bertahan sampai sini💓

Sebelum baca, vote terlebih dahulu yaa🙏🏻

•••

Selama seminggu belakangan ini, hidup Fajar semakin kacau. Mulai dari Elen yang sakit akibat tidak mau makan hingga kehilangan beratbadannya hampir tujuh kilo gram, Ibrano Gireksa yang terus menerus bersikeras untuk menemuinya dan tentang hubungan mereka, dan Alya yang selama seminggu ini tidak bisa dihubungi dan sengaja
menghindarinya.

Fajar mencengkram kuat raling balkon kamarnya yang berada di lantai dua dan meneguk minuman keras untuk melampiaskan diri. Penampilannya sangat berantakan. Jam tidurnya terganggu karena banyaknya pikiran, makan tidak teratur yang bahkan seharian penuh ia tidak ingat untuk makan.

Roy yang baru saja memasuki kamar Fajar itu dengan cepat merebut minuman keras tersebut dari tangan Fajar."Apa yang kamu lakukan? Kamu mau membuat Mamamu semakin sedih jika tau kamu seperti ini?!"

Fajar diam membisu dengan menunduk dalam.

"Mamamu masih tidak mau makan. Cobalah untuk merayunya. Siapa tahu jika kamu yang merayunya, dia mau makan," ujar Roy.

"Tapi Mama sepertinya benci sama aku, Pa."

"Mamamu tidak pernah membencimu. Hanya saja semuanya terlalu mengejutkan untuknya, sehingga dia butuh waktu. Kamu harus sabar ya." Roy menjawabnya dengan menepuk pelan sebelah lengan putranya itu. Fajar hanya sebatas menganggukkan kepalanya dan berlalu dari hadapan Roy.

Fajar melangkah mengunjungi kamar Elen dan Roy. Ia membuka pintu dengan perlahan, terlihat Elen terbaring di kasur dan dibaluti oleh selimut tebal. Elen menghadap kearah jendela yang dalam keadaan terbuka lebar. Cuaca diluar sangat dingin karena sebentar lagi akan turun hujan, maka dari itu Fajar beranjak menuju jendela untuk menutupnya.

"Jendelanya aku tutup ya, Ma. Anginnya kencang, nggak baik buat tubuh Mama," kata Fajar, Elen sama sekali tidak berniat untuk meresponnya.

Fajar duduk di tepian ranjang dengan sebuah nampan berisikan makanan yang sama sekali tidak tersentuh."Ma, makan yuk? Ini ada kuah kari kesukaan Mama, aku suapin ya, biar Mama cepet sembuh."

Elen masih diam dan menatap lurus kearah jendela yang tertutup itu dengan tatapan kosong.

"Mama nggak boleh sakit, biar aku aja yang sakit. Mama kandungku udah nelantarin aku bahkan nggak kenalin aku dan anggap aku sebaga anaknya, sekarang cuma Mama yang aku punya. Udah tugasku untuk selalu jagain Mama," ujar Fajar. "Aku kangen Mama yang selalu senyum, itu buat hati aku bahagia liatnya. Senyum lagi yuk, Ma. Aku pengen banget liat Mama senyum lagi....."

"Mama mau tidur, kamu keluar dari sini dulu ya, jangan ganggu Mama dulu," balas Elen mulai memejamkan kedua matanya.

"Aku nggak akan pergi sebelum Mama mau makan," ujar Fajar bersikeras.

"Mama malu punya anak kayak aku? Mama nggak perlu malu lagi karena aku pelan - pelan udah berhasil buat normal lagi berkat bantuan psikiater. Sekarang aku udah berhasil suka sama perempuan, aku yakin bakalan sepenuhnya normal kalau Mama mau dukung aku."

Elen merubah posisinya menjadi duduk dan menoleh kearah Fajar."Psikiater? Kamu pergi ke psikiater?" tanya Elen terkejut. Fajar mengangguk sebagai jawaban.

"Andaikan Mama tau lebih dulu, pasti Mama akan temenin kamu dan nggak ngebiarin kamu pergi ke psikiater sendirian," ujar Elen menyesal, kemudian ia menangis. "Maafin Mama karena kurang perhatiin kamu, sehingga Mama nggak tau kalau selama ini kamu nyimpan semuanya sendirian dan menjalani masa - masa sulit itu sendirian." Elen melanjutkan kemudian beralih memeluk tubuh putranya itu. Berada dalam pelukan Elen membuat Fajar merasa menjadi orang paling lemah di muka bumi ini.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang