STIGMA-39

47.4K 7.9K 631
                                    

Sebelum baca, wajib vote terlebih dahulu ya! Yuk belajar sama - sama menghargai.

Absen yuk tahun ini umur kalian berapa??

•••

"Terdapat keretakan halus di bagian temporalisnya. Dari hasil pemeriksaan, memperlihatkan jika pasien bisa kembali mendapatkan pendengarannya hingga bisa mendengar dengan normal jika pasien bersedia melakukan terapi. Setelah melakukan pemeriksaan lanjutan, pasien mengaku sudah bisa mendengar, walaupun tidak jelas. Jika ingin melakukan komunikasi dengan pasien, saya harapkan untuk lebih mengeraskan suara dan berdiri dibawah pencahayaan yang cukup agar gerakan bibir bisa terbaca oleh pasien," ujar dokter menjelaskan kepada Kafi, sebelum lelaki itu memasuki ruang perawatan Alya.

Menyadari seseorang baru saja masuk ke dalam ruang rawat inapnya, Alya dengan cepat menyembunyikan pisau cuter dibawah selimut dan menyembunyikan lengan tangan kirinya yang sudah ia goresi oleh pisau cutter. Menyadari gerak - gerik mencurigakan, Kafi segera mendekati brankar Alya dan meraih tangan kiri Alya dengan paksa. Ia melihat sendiri lengan gadis itu penuh dengan luka sayatan.

"Kenapa kamu masih sering nyakitin diri sendiri? Aku mohon untuk berhenti. Kamu mau pelan - pelan mati dengan cara kayak gini?" tanya Kafi dengan sengaja mengeraskan suaranya. Kafi merebut pisau cutter dari genggaman tangan Alya dan melemparnya ke tempat sampah yang berada di dekat pintu.

"Aku udah pernah bilang 'kan? Jangan menyerah selama jantung kamu yang masih berdetak itu masih menyemangatimu!"

"BUT MY HEART WANT STOP BEATING!" teriak Alya dengan nafasnya yang memburu dan suaranya tersirat keputusasaan. Walaupun ia tidak bisa menangkap suara Kafi dengan jelas, namun ia bisa membaca gerak - gerik bibir lelaki itu.

"Kamu bukan siapa - siapa Kafi, jadi jangan pernah berani ngelarang apapun yang mau aku lakuin! Memangnya aku ngebebanin kamu? Sama sekali enggak pernah!" ujar Alya dengan nada peringatan. "Berhenti khawatirin aku mulai sekarang, karena sebagai orang asing, rasa khawatir kamu itu berlebihan!"

Kafi memejamkan kedua matanya sejenak, mengatur emosinya sendiri."Aku itu kakak kamu!" Kafi mengaku membuat kedua mata Alya membelalak.

"Kakak kamu ini harus terbang dari Amerika Serikat, ninggalin sekolah disana dan nyamar menjadi salah satu siswa di SMA Dawana. Untuk apa? Untuk ngelindungin kamu, untuk mastiin kamu dalam keadaan baik - baik aja."

Alya diam seribu bahasa, belum dapat mencerna semuanya dengan baik. Ia masih terkejut mendengar pengakuan Kafi. Pantas saja ia sering merasa jika wajah Kafi terlihat tidak asing dimatanya. Ia sudah lupa - lupa ingat, namun sekeras mungkin ia berusaha untuk mengingat kembali sosok lelaki yang menjadi pahlawannya ketika Wiguna menyakitinya lima tahun lalu, ia sudah memastikan jika sosok itu adalah Kafi. Ia tanpa sadar menjatuhi air matanya.

"Apa sebagai kakak kamu, kakak sama sekali nggak boleh mengkhawatirkan kamu? Walaupun kita lahir dalam rahim yang berbeda, tapi kakak sudah menganggap kamu sebagai adikku..."

"Kamu tahu sehancur apa kakak saat tahu kamu mendapatkan perlakuan tidak adil dari semua orang? Kakak hancur, dan merasa jadi kakak paling buruk di dunia ini karena nggak bisa ngelindungin kamu. Kakak selalu gagal buat lindungin kamu!" murka Kafi pada dirinya sendiri dan memijit pangkal hidungnya.

"Kak.....bisa peluk aku?" sebut Alya dengan air matanya yang berderai. Ia membuka kedua rentangan tangannya, untuk menyambut Kafi dalam pelukannya. Kafi berhamburan kedalam pelukan Alya, ia mendekap tubuh mungil adiknya dengan erat.

"Jadi sekarang di dunia ini yang aku punya cuma kakak ya?" tanya Alya, Kafi adalah seseorang yang ia harapkan untuk selalu berada di pihaknya setelah Belinda yang sudah pergi meninggalkannya.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang