Exstra Part

2.1K 316 19
                                    

Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan. Dan satu tahun sudah Aldebaran dan Andin melewati perjalanan rumah tangga mereka. Banyak hal yang terjadi, tidak melulu tentang kebahagiaan. Kerikil kecil kerap kali membuat langkah mereka kembali tersandung.

Tak terkecuali Andin. Perempuan itu bahkan hampir menyerah. Proses penyembuhannya benar-benar menguras emosi perempuan itu. Mentalnya benar-benar di uji. Hampir 7 bulan lamanya, semua pengobatannya sia-sia. Tidak ada kemajuan yang signifikan, membuat mentalnya benar-benar down.

Tapi, semua teratasi. Ada sosok yang menjadi penyemangatnya, penopangnya saat dia kembali jatuh. Dia yang selalu memberi semangat untuk terus bangkit dan berdiri dari kegagalan. Aldebaran Alfahri. Laki-laki yang selama ini menjadi pelabuhan cintanya.

"Ndin gak usah lari-lari!" Tegur Al.

Aldebaran menatap ngilu pada Andin yang terlihat berjalan sedikir berlari sembari menikmatai udara segar di taman kompleks dekat rumah mereka.

"Aku gak pa pa mas. Gak usah lebay deh." Jawab Andin.

Sesekali Andin memejamkan matanya dan menghirup udara segar yang sejak lama tak pernah dia nikmati sebebas ini.
Seminggu yang lalu. Dunianya benar-benar kembali. Tidak ada lagi kursi roda yang menghambat geraknya. Ataupun kruk yang menjadi kaki palsunya. Kesembuhannya, benar-benar menjadi kado terindah dari Tuhan untuk anivarsary tahun pertama pernikahannya.

Bu Rosa. Yang ikut bergabung di acara jalan pagi anak dan menantunya itu tersenyum sambil mengelus lengan Aldebaran.

"Biarin Al. Dia lagi bahagia." Ucap Bu Rossa.

"Tapi ma, Andin baru saja sembuh. Al cuma khawatir."

"Awww!"

Aldebaran yang sejak tadi berdebat dengan mamanya menoleh. Ketika suata rintihan terekam gendang telinganya.

"Ya Allah Ndin!" Teriaknya ketika mendapati Andin duduk bersimpuh.
Aldebaran berlari menghampiri istrinya.

"Kamu gak pa pa? Mana yang sakit?" Paniknya sambil mengecek seluruh tubuh Andin.

"Bisa gak sih kalau suami ngomong tu di dengerin!" Ucap Al sembari mengangkat tubuh Andin dan mendudukkannya di bangku taman.

Mendengar Al yang bicara tanpa henti membuat Andin memanyunkan bibirnya kesal.
"Gak pa pa. Cuma kesandung kaki aku sendiri tadi. Mungkin karena lama gak jalan-jalan jauh."

Aldebaran menatap mata Andin tegas. Menegaskan kalau dia sedang tidak ingin di bantah.

Mendapat tatapan seperti itu, membuat Andin menghela nafas pelan.
"Iya iya. Maaf." Ucapnya.

"Al jangan gitu." Tegur Bu Rossa.

"Ma, anak mama ini protektifnya kebangetan banget ya ma?" Adu Andin.

Bu Rossa yang paham dengan kalimat sindiran Andin, mengulas senyum lalu menggeleng.
"Mode bucin Ndin." Ucap Bu Rossa menambah sebal wajah Al.

"Apaan sih ma." Ucap Al lalu berdiri meninggalkan kedua wanita yang dia cintai itu.

Andin dan Bu Rossa terkekeh geli, melihat tingkah Al yang terlihat salah tingkah.

"Dih ngambek." Teriak Andin ketika Al sudah menjauh.

Andin berdiri dan menyeimbangkan tubuhnya mulai berjalan mengikuti Al.

"Beneran kamu gak pa pa Ndin?" Tanya Bu Rossa ketika melihat menantunya berjalan sedikir pincang.

"Gak pa pa ma. Jangan kayak mas Al deh ma. Berlebihan khawatir."

"Ya sudah. Pelan-pelan kalau gitu jalannya." Ujar Bu Rossa sambil memapah menantunya.

Sincerity Of Love (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang