Keseriusan Aldebaran

1.8K 238 20
                                    

Andin memejamkan matanya lalu membukanya, “berikan alasan padaku. Kenapa aku harus mencintaimu.” Ucap Andin tiba-tiba.

Aldebaran menghentikan gerakan tangannya, ketika tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari bibir Andin. Aldebaran mendongak, menatap perempuan yang kini tengah serius menatapnya.

“Harus ya?” tanyanya serius.

Andin menganggukkan kepalanya pelan dengan mata yang tidak berhenti menatap Al.

Melihat anggukan itu membuat Aldebaran membuang nafas kasar. Lalu memilih beranjak dan pergi meninggalkan Andin. Bukan. Bukan dia menghindar dari pertanyaan itu. Tapi, dirinya hanya butuh ruang yang lega untuk berpikir.

Di tempatnya, Andin menatap kepergian Al dengan tatapan hampa. Hatinya mencelos ketika Al justru meninggalkan dirinya tanpa ada jawaban. Kembali ada yang hilang di dalam sana. Ada yang perlahan mulai kembali runtuh. Apa itu? Kepercayaan yang masih terlalu dini dia bangun.

Andin berdiri dari duduknya, lalu berjalan gontai menghampiri papanya.

Sedangkan di bangku paling ujung, Al menatap jalanan yang terlihat ramai. Dia melamun, dengan tangannya yang sudah memainkan sendok dengan gerakan abstrak.

“Masih cukup jauh ternyata untuk menggapaimu Ndin. Aku kira akan mudah. Tapi, justru semakin sulit.” Al membatin.

Terdengar hembusan nafas berat. Menandakan dirinya tengah lelah dengan hatinya sendiri. “Aku sedang berjuang menurunkan egoku sendiri. Berniat bukan lagi karena Reyna. Tapi, kamu masih belum juga percaya.” Keluhnya dalam hati.

Pertanyaan yang baru saja dia dengar tadi, menandakan bahwa Andin masih belum menaruh kepercayaan pada dirinya. Perempuan itu ternyata masih terlihat bimbang.

Mengingat Reyna, tiba-tiba membuat sisi lain dari dirinya kembali terluka. Rasanya sudah hampir putus asa, ketika mengingat waktunya dengan Reyna tidak akan lama lagi. Tak sadar kini dirinya tengah menunduk dalam. Menumpukan kepalanya pada kedua telapak tangannya. Mengusir pikiran ini untuk menjauh sejenak.

“Maaf.”

Sebuah mangkuk berisi bakso yang masih mengepulkan asapnya menyadarkan Al dari kegundahannya. Dan satu kata itu berhasil membuatnya menoleh pada sumber suara.

“Kenapa minta maaf?” tanyanya heran.

“Karena sudah menambah beban pikiranmu.” Ucap Andin dengan menampakkan mimik wajahnya yang sedih.

Melihat Andin yang menyalahkan dirinya untuk perkara yang bukan salahnya, membuatnya tersenyum kecil. Lalu dengan lancarnya Aldebaran meraih kedua tangan Andin dan dia genggam lembut.

“Kamu gak salah. Saya paham kenapa kamu bertanya seperti itu dan setakut ini untuk memulai cerita baru.” Tutur Al.

“Aku perempuan gak tahu diri ya? Yang berharap mencintai dan di cintai kamu yang bahkan terlihat seperti punguk yang merindukan bulan.”

“Aku......”

Sebelum Andin melontarkan kata yang semakin ngawur. Al membekap bibir itu dengan jari telunjuknya. Membuat Andin tidak lagi bisa meneruskan kalimatnya.

“Diem!”

“Bisa gantian saya yang ngomong?” ucap Al dengan menatap dua mata Andin lembut.

Seakan terhipnotis dengan tatapan Al dan nada bicara Al yang begitu lembut, Andin terdiam seribu bahasa. Dia hanya mampu menatap mata tegas nan serius itu.

Al menarik nafasnya dalam. Kemudian mengusap tangan Andin lembut. “Saya juga tidak tahu, alasan apa untuk kamu mencintai saya.”

“Tapi, kamu perlu tahu Ndin. Tidak semua laki-laki seperti dia Ndin. Dan jangan sama kan saya dengan Dia. Karena saya tidak seperti dia. Saya beda.” Ucap Al yakin.

Sincerity Of Love (END)✔Where stories live. Discover now