She Is Mine

1.9K 254 29
                                    

Sudah hampir satu jam, tapi Andin tak kunjung kembali. Itu benar-benar membuatnya tidak tenang. Dia benar-benar takut terjadi sesuatu pada calon istrinya itu. Al menggeleng, lalu berjalan tergesa menerobos banyaknya manusia yang memenuhi rumahnya.

Al menuju kamar mandi yang lebih dekat dengan ruang tamu. Tapi, kamar mandi itu kosong. Al menggeleng, lalu mengarah ke dapur.

"Ki, kamu tadi lihat Andin?" Tanyanya pada Kiki.

Kiki yang sejak tadi sibuk dengan semua pekerjaannya tersentak kaget. Hampir saja makanan yang dia tuang tumpah.
"Mas Al!"
"Hampir aja kan tumpah!" Marah Kiki.

Aldebaran menatap tajam ARTnya itu, ketika Kiki meninggikan suaranya.

Kiki menciut ketika tatapan tajam itu menghunus matanya.
Kiki menunduk, menghindari tatapan Al.

"Ki! Kamu dengar gak saya ngomong!" Bentak Al.

Kiki kembali tersentak, ketika suara keras Al menggelegar di dapur.
"Itu... a... iya tadi mbak Andin ke sini." Jawab Kiki gemetar.

"Sekarang di mana?" Tanya Al panik.

Kiki mengernyit dan menatap bosnya itu. "Kok tanya Kiki. Tadi, Kiki sudah minta mbak Andin buat ke depan lagi." Jawab Kiki.

Aldebaran mendengus. Lalu mengacak rambutnya kasar. "Ya Allah Ndin, kamu kemana sih?" Ucapnya semakin panik.

Melihat gelagat Al, Kiki menatap bosnya itu aneh. Terlihat wajah cemas Al yang membuat Kiki semakin bertanya-tanya. Ada apakah gerangan? Memang benar tadi perempuan yang di cari Al sempat menghampirinya dan memaksa membantu pekerjaannya. Tapi dia larang dan Kiki meminta perempuan itu untuk kembali ke depan. Jika Al kemari dan bertanya, lantas kemana perempuan itu pergi?

Aldebaran berjalan meninggalkan dapur. Perasaannya semakin tidak tenang. "Kalau Andin kenapa-napa gak bakalan maafin diri gue sendiri." Ucapnya dengan langkah terburu-buru.

Sedangkan di taman, Andin menatap laki-laki yang begitu asing baginya. Minuman itu sama sekali tidak dia ambil. Andin waspada. Dia takut laki-laki ini akan melukainya. Andin bergerak mundur.

Laki-laki berkemeja navy itu menatap wajar pergerakan Andin. Lalu meletakkan dua minuman yang dia pegang di bangku taman.
"Lo takut sama gue?"

Andin diam. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu. Dia semakin gelisah, mengedarkan pandangan keseluruh penjuru. Keadaan sepi. Itu benar-benar membuatnya semakin ketakutan.

Laki-laki itu tertawa pelan, lalu mengulurkan tangannya. Mengajak Andin berkenalan. "Kenalin gue Dion."

Andin menatap uluran tangan itu tanpa berniat membalasnya. Membuat Dion menurunkan kembali tangannya.

"Lo siapa? Anak sahabat tante Rossa?" Tanya Dion lagi.

"DIA CALON ISTRI GUE!"

Suara teriakan itu membuat mereka menoleh. Dari arah rumah, Al berjalan mendekat. Wajahnya tidak santai. Raut amarah tercetak jelas di sana. Al berhenti tepat di depan Dion dan menatap tidak suka pada laki-laki itu.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Al ketus.

Dion yang sejak tadi memasang wajah ramah, perlahan berubah. "Hai bro, lo apa kabar?" Tanya Dion sambil menepuk pundak Al.

Aldebaran menepis tangan Dion, membuat laki-laki itu tersenyum kecut. "Masih gak berubah ya lo sama gue. Masih dendam?"

Andin yang tidak tahu apa-apa terlihat bingung. Melihat Al yang di selimuti amarah. "Mas!" Panggilnya menenangkan.

Aldebaran tidak menggubris panggilan Andin. Laki-laki itu masih menatap tajam pada manusia yang sudah 4 tahun lenyap dari pandangannya.

"Lo ngapain nginjakin kaki lo di sini lagi?" Tanya Al penuh penekanan.

Sincerity Of Love (END)✔Where stories live. Discover now