Akhir Dari Kisah

2.2K 283 24
                                    

Senja semakin memudar. Guratan oren itu tak seperti biasanya yang kerap kali menghipnotis mata Andin.
Perempuan itu kedapan melamun dengan tatapan mata lurus menuju halaman yang perlahan mulai sepi.

Tiga bulan sudah perjalanan rumah tangganya bersama Al. Semua berjalan baik-baik saja. Justru Andin semakin di hujani kebahagiaan terus menerus tiada henti.

Tapi, kebahagiaan itu sedikit ternodai karena peristiwa pagi tadi. Sebuah pertanyaan itu menjadi beban pikirannya hingga malam hampir menjelang.

"Sudah mau magrib, ngapain di sini hmm? Nanti masuk angin."

Suara lembut dari arah belakang dan dua lengan yang mengalung di lehernya membuat Andin tersentak kaget. Perempuan itu menoleh, ketika wajah itu sudah berada di pundak kirinya.

"Hobi banget sih ngagetin." Tegur Andin.

"Ngelamunin apa?" Tanya Al masih nyaman dalam posisinya.

Andin kembali menatap halaman depan. Lalu menggeleng pelan.
"Gak ngelamunin apa-apa kok."

"Dari mana? Pamit keluar kamar dari habis asaran kok baru balik?" Tanya Andin.

Aldebaran menghela nafasnya, lalu menegakkan tubuhnya dan mendorong Andin masuk ke dalam kamar. Dengan telaten tubuh itu dia pindahkan ke atas kasur, menjadi duduk di pinggiran.

"Kenapa?" Tanyanya lagi sambil duduk di samping istrinya itu.

Pertanyaan yang sama, membuat Andin enggan untuk menjawab apa yang sedang dia resahkan. Andin kembali menggeleng. Dia tidak mau menambah beban pikiran Al.
"Kenapa apanya sih? Gak ada apa-apa."

Aldebaran mengerlingkan matanya, lalu menatap mata Andin, "gak usah bohong. Kamu masih mikirin yang tadi kan?"

Percuma kan dia menyembunyikan sesuatu dari laki-lakinya. Nayatanya dia tidak begitu pintar, karena laki-laki ini selalu saja tau kapan dia gundah dan gelisah.

"Gak usah di pikirin ucapan Tante Sintia. Anggap aja angin berlalu. Mereka gak tau kan kehidupan kita gimana." Ucap Al sambil mengubah posisinya menjadi tiduran di pangkuan Andin. Menjadikan paha perempuan itu sebagai bantal.
Tempat ternyamannya ketika lelah dan pening melanda. Dan ketika dia berada di posisi itu, Andin akan selalu memberikan pijatan lembut di kepalanya.

Aldebaran memejamkan matanya ketika tangan itu mulai mengurut kepalanya pelan.

"Kamu sudah pengen banget ya punya anak?" Tanya Andin.

"Sudah tiga bulan, tapi aku belum juga hamil." Lanjut Andin masih memijat kepala Al.

Aldebaran masih memejamkan mata menikmati setiap sentuhan yang deberikan istrinya. Dia memilih diam. Lelah sejak siang pertanyaan ini tak henti-hentinya di tanyakan oleh Andin.

Tidak ada jawaban dari Al, membuat Andin menunduk menatap wajah suaminya. Dua mata itu terpejam erat membuatnya menghela nafas pelan.

"Maaf." Ucapnya tiba-tiba.

Perlahan mata Al terbuka bola matanya langsung menatap mata Andin yang terlihat berkaca-kaca. Lalu helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Kamu gak salah. Kenapa harus minta maaf?"

Aldebaran bangkit dari tidurnya, dan menghadapkan dirinya ke Andin.
"Yang tahu kehidupan kita itu kita. Gak usah dengerin omongan orang lain. Gak semua orang itu takdirnya sama."

"Masih 3 bulan perjalanan kita. Itu wajar bahkan sangat wajar. Di luaran sana banyak pasangan suami istri sudah menikah bertahun-tahun tapi belum juga di beri keturunan. Dan jangan di tanya seberapa kuat mereka berusaha. Tapi, kalau Allah belum menghendaki, manusia bisa apa?" Ucap Al sambil menatap istrinya itu.

Sincerity Of Love (END)✔Where stories live. Discover now