Insecure

1.8K 268 9
                                    

Tindakanmu, perhatianmu, perlakuan lembutmu, dan kekhawatiranmu padaku sudah cukup membuatku yakin. Kalau kamu mencintaiku.

_Andin_

==================================

Hari mulai sore, matahari tidak sepanas tadi. Andin menatap keluar jendela. Harinya semakin membosankan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbaring dan menjadi lemah. Sesuatu yang sangat dia benci.

Tatapannya beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul 4 sore. Lalu dirinya menghembuskan nafas pelan.

“Sibuk ya?” tanyanya dalam hati.

Seseorang yang dia tunggu sejak pagi, tak kunjung datang. Biasanya pagi-pagi sekali atau enggak jam makan siang dia selalu menyempatkan diri menemuinya. Tapi, hari ini laki-laki itu sama sekali belum memberinya kabar, walau lewat telefon. Siapa lagi, kalau bukan Aldebaran.

“Pa?” panggilnya.

Pak Surya yang sejak tadi sibuk membaca koran di sofa, melipat korannya dan berjalan mendekat pada putrinya, “ada apa? Ada yang sakit? Atau kamu mau apa?”

Andin menggeleng. Seminggu berada di sini, membuatnya seakan merasa terkurung. Seakan terasing dari dunia luar.

“Bosan.” Keluhnya sambil menampakkan wajah cemberut.

Pak Surya menghembuskan nafasnya lelah. Entah sudah berapa kali Andin mengucapkan kata itu hari ini.
“Ya sudah kamu maunya apa?”

Di tanya seperti itu, mata Andin berbinar. “Apa pun boleh?” tanyanya semangat.

Pak Surya mengangguk.

“Pulang ya pa? Please?” pintanya dengan memohon.

Permintaan itu lagi dan lagi yang di ucapkan Andin. “Boleh.” Balas Pak Surya.

Mata Andin semakin berbinar. Bahagia? sudah pasti. “Beneran?” ucapnya untuk meyakinkan lagi.

“Iya. Kalau dokter udah kasih izin. Papa gak mau ya nanti ada apa-apa sama kamu.”

Seketika wajah gembira itu luntur, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. “Gitu aja terus. Di bilang aku sudah gak apa-apa juga.” Andin ngambek.

Melihat anaknya kembali merajuk, membuat pak Surya mendengus. Tapi, sebuah ide muncul di benaknya. Pak Surya berjalan menjauh, lalu mengambil kursi roda dan membawanya kembali di sisi Andin. “Ke taman yuk!” ajaknya.

“Emang boleh?” tanya Andin yang sudah kembali menatap papanya.

“Boleh dong. Kan sama papa.” Ucap Pak Surya dengan tersenyum lebar.

Andin mengangguk. Sepertinya ide bagus. Dan untuk pertama kalinya selama di rawat di sini, baru kali ini Andin di ajak keluar.

Dengan telaten, Pak Surya menggendong Andin lalu memindahkannya di kursi roda dan membawanya keluar.

Sedangkan di parkiran rumah sakit, mobil Al baru saja berhenti. Laki-laki itu melepas seatbeltnya lalu mengambil benda yang sejak tadi pagi dia simpan di dasbor mobil. Lalu membawanya keluar dan masuk ke dalam rumah sakit. Langkahnya ringan, hatinya berseri. Apalagi penyebabnya, kalau bukan bertemu dengan Andin.

Dengan tidak sabar, Al membuka pintu di depannya lalu masuk. Bukannya apa yang dia cari yang menyambutnya, tapi ruangan yang sepi.
Al semakin berjalan masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari penghuni ruangan ini. Tapi, nihil. Tidak ada siapa pun.

“Kok sepi? Pada ke mana?” tanyanya sendiri.

Di taman rumah sakit.

Wajah pucat Andin di terpa hangatnya sinar matahari sore. Andin memejamkan matanya, menikmati udara dan hangatnya suasana yang cukup lama tidak dia rasakan. Seperti ada yang terisi lagi dalam hidupnya. Warna-warni bumi kembali menyapa netranya setelah sekian lama terpenjara di ruangan yang membuatnya bosan.

Sincerity Of Love (END)✔Where stories live. Discover now