Andin's Hero

1.7K 212 4
                                    

Andin berdiri sendirian di trotoar depan kantornya sembari menatap jalanan yang ramai lalu-lalang kendaraan. Bangunan besar di belakangnya menyala terang semenjak magrib tadi.

Andin menatap pergerakan gerbang kantornya itu yang perlahan di tutup. Menandakan sudah tidak ada lagi orang yang berada di dalamnya.

Andin mendongakan kepala menatap langit cerah bertabur bintang dan rembulang yang bersinar indah.
Kelap kelip benda langit itu seolah mengatakan “selamat istirahat makhluk bumi.”

“Huft!” dengusnya.

Hari pertama kerjanya dia sudah pulang semalam ini. Kalau tidak karena ulah bosnya yang memberikan tumpukan pekerjaan yang mesti hari ini rampung, mungkin sekarang dia sudah goleran di kasur kamarnya.

“Ini tukang ojeknya mana sih?” ucap Andin sembari mengedarkan pandangan di pangkalan ojek yang sepi.

Andin menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu suara hembusan nafas pelan keluar dari mulutnya.

“Sudah hampir setengah sembilan. Pasti papa khawatir.” Gelisahnya.

Bibirnya manyun sembari menatap ponsel yang layarnya banyak retakan dan mati. “Kalau saja hp gue gak rusak. Sudah dari tadi pesan ojek online.”

Di tengah temaramnya lampu yang menyorot pangkalan ojek, Andin duduk sendirian. Tangannya mengusap lengan merasakan hawa dingin yang perlahan memeluknya.

Andin menatap langit yang perlahan di gusur awan hitam. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada dirinya sendiri. Karena angin semakin kencang berembus.

“Yah mau hujan lagi. Padahal tadi cerah banget langitnya.” Cicitnya sembari menatap awan hitam yang perlahan menggusur indahnya langit.

Andin memukuli jidatnya pelan merutuki kebodohannya pagi tadi. Memang benar sesuatu yang tergesa-gesa selalu berakhir tidak baik. “Salah sendiri tadi bangun kesiangan. Berangkat cepat-cepat sampai lupa kan bilang sama papa suruh jemput.” Gerutunya sendirian.

Suara deruan motor menggema, membuat perhatian Andin beralih. Andin menyipitkan matanya, ketika perlahan ada tiga motor yang berhenti. Senyumnya merekah. Seolah mendapatkan angin segar, karena dia akan mendapatkan tumpangan untuk pulang.

“Mas-masnya ini ojek ya?” Andin bertanya pada ketiga laki-laki yang berhenti di depan pangkalan ojek.

Ketiga orang tersebut terlihat saling tatap. “Iya mbak kita lagi cari penumpang.” Jawab dari salah satu mereka.

“Alhamdulillah.” Syukur Andin.

“Masnya bisa mengantar saya ke perumahan Anggrek, Jalan Kartini?” tanya Andin.

“Bisa mbak bisa.” Jawab mereka bersamaan.

Andin menunjukkan jari telunjuknya pada ketiga tukang ojek tersebut. “Ini siapa yang mau mengantar saya?” tanyanya.

Ketiga tukang ojek tersebut saling pandang. Lalu orang yang berada di tengah memberinya satu helm yang dia rebut dari temannya.

Andin menatap sedikit aneh. Tapi, tanpa pikir panjang Andin mengambil helm tersebut dan naik di jok belakang. Dan mas-mas itu mulai menjalankan motornya.

Ojek yang di tumpanginya membelah jalanan ibu kota yang tidak pernah sepi, seolah kehidupan di kota ini tidak pernah tidur.

“Mbaknya cantik.” Ucap tukang ojek itu tiba-tiba.

Pujian tadi sama sekali tidak membuat Andin tersanjung. Tangannya refleks menggeplak tangan kurang ajar yang tiba-tiba mengelus pahanya.

“Mas jangan macam-macam ya!” Tegurnya.

Sincerity Of Love (END)✔Where stories live. Discover now