1.

31.7K 1.9K 67
                                    

"Lo jahat!" teriak gadis itu.

"Semuanya nggak seperti yang lo liat, Alda."

Gadis itu berdecih. "Bohong! Gue nggak percaya!" Ia semakin berjalan mundur tanpa melihat ke belakang.

"Alda, hati-hati! Di belakang lo ada jurang!"

Namun Alda sama sekali tidak mendengarkan ucapan pacarnya. Alhasil, ia terpeleset dan jatuh ke jurang yang tingginya mencapai berpuluh-puluh meter.

"AKSA, TOLONG!!!" teriak Alda, setelahnya Aksa tidak mendengar lagi suara dari gadis itu.

"ALDA!!!"

"ALDA!!!" Aksa langsung membuka matanya. Deru napas cowok itu tak beraturan, keringat pun sudah membasahi pelipisnya.

Mimpi yang sama, batin Aksa, ia mengusap wajahnya gusar.

Kejadian tiga tahun lalu masih berputar-putar bagai kaset rusak di kepala Aksa, teriakan Alda masih terdengar jelas di pendengarannya, rasa sedih dan kecewa yang Aksa lihat dari wajah Alda saat itu seakan masih menari-nari di depan matanya.

Pintu kamar Aksa yang tidak terkunci tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang begitu khawatir saat mendengar teriakan putranya dari lantai bawah.

"Aksa, kamu kenapa, Sayang?" tanya Queen, ia duduk di tepi ranjang.

Untuk beberapa detik Aksa diam, kemudian ia langsung mengembangkan senyumnya. "Aksa nggak papa, Ma."

"Beneran?" Queen tampak tak yakin dengan jawaban putranya.

"Iya, Mama Queen. Aksa nggak papa, suwer." Aksa mengangkat tangan kanannya membentuk huruf V.

"Terus kenapa kamu teriak tadi?" Bagai seorang wartawan, Queen terus saja bertanya. Ia belum puas mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aksa.

"Cuma mimpi buruk. Biasa," ujar Aksa, santai.

Queen mengembuskan napas kasar. "Ya sudah, sana mandi! Setelah siap, kamu turun! Sarapan!"

"Oke, Ma."

Setelah itu, Aksa segera turun dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

°°°°°°

"Aaaa! Kak Aksa!!!" Teriakan Clamanda--adik Aksa terdengar begitu menggelegar bak petir yang menyambar bumi.

Namun Aksa seperti menulikan pendengarannya, ia tetap menyantap makanannya dengan santai.

"Sa, itu adik kamu teriak-teriak. Samperin dulu," ujar Gavin, merasa terganggu.

"Biarin-lah, Pa. Lagi cek sound dia."

Gavin menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan anak pertamanya ini.

Tak lama kemudian, Cla datang. Wajahnya terlihat sangat marah. Semua alat make up yang rusak, ia taruh di atas meja makan.

"Pasti ini kerjaan Kak Aksa, kan?!" tanya Cla seraya melayangkan tatapan tajam ke arah kakaknya.

Aksa mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Emangnya kenapa?"

"Alat make up Cla itu mahal, Kak! Kenapa lo rusak si?!"

"Gue nggak ngerusak, Cla." Aksa menaruh sendok dan garpunya, kemudian meminum segelas air putih yang sudah tersedia di samping piringnya.

"Kalau bukan lo, terus siapa?" Cla duduk di samping Gavin.

"Ya ... gue cuma minjem aja dikit, buat dandanin si Amy, kucing kesayangan gue."

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang