"Iya, kalau gus udah selesai tapi" jawab Anisa.

Aziz mengangguk, "Udah kok, yuk sarapan dulu."

Aziz dan Anisa duduk di sofa yang tersedia di dalam kamar, dengan posisi saling berhadapan. Satu bungkus berdua, karena Anisa tidak begitu suka dengan bubur.

Anisa mulai menyuapi suaminya dengan telatenan, sampai di suapan terakhir.
"Mau ke rumah baru kapan sayang?" tanya Aziz

"Kok tanya aku, terserah gus aja. Aku mah hayuk-hayuk aja," jawab Anisa.

"Nginep di rumah ayah bunda dulu gimana?" saran Aziz.

Anisa mengangguk setuju atas saran Aziz.
"Boleh, kita nginep di sana satu minggu, terus nanti di lanjut nginep di rumah abah umi satu minggu, terus baru deh kita pindah ke rumah baru."

"Emang, gak mau honeymoon?"

Anisa terdiam mendengar pertanyaan Aziz. Dan mengangkat wajahnya menatap Aziz.
"Menurut gus, honeymoon apa enggak?"

"Kok tanya balik, kamu sendiri pengen gak honeymoon?" ujar Aziz tertawa.

"Ya terserah gus Aziz" ucap Anisa mengangkat kedua bahunya.

Karena gemas, Aziz menangkup wajah istrinya, lalu mencium wajah istrinya bertubu-tubi. Membuat Anisa tertawa kegelian.

🌿🌿🌿

Jam 3 siang, Anisa dan Aziz sampai di rumah ayah Hasan dan bunda Rina. Sedangkan abah Raihan, umi Talia, keluarga abah Raihan dari cirebon dan juga Riska sudah pulang ke rumah abah dan umi. Sebelum mereka pulang, mereka sempat membicarakan tentang rencana mereka, yang ingin menginap di rumah ayah Hasan dan bunda Rina terlebih dahulu.

Saat ini, pengantin baru itu sedang tidur malas-malasan di atas kasur, seraya bercerita.

"Aku mau nanya sesuatu deh gus, sebenarnya ini pertanyaan udah mau aku tanyakan dari beberapa tahun yang lalu"

"Mau tanya apa?" tanya Aziz sambil mengusap-usap kepala istrinya yang berada di atas dadanya.

"Keluarga umi kemana?" tanya Anisa pelan.

"Keluarga umi sebenarnya orang cirebon juga, sama seperti abah."

Anisa sedikit mendongakkan kepalanya, "Terus, di pesantren itu kampung siapa?"

"Ini itu kampung nenek, istrinya kakek Furqan. Kakek orang asli cirebon, dan nenek asli sini. Singkat cerita tentang abah dan umi, umi itu berasal dari keluarga kurang. Terus, karena ibu dan bapaknya umi udah gak sanggup ngurus umi, mereka buang umi. Suatu hari, kakek lihat umi sedang mengamen di lampu merah, dengan wajahnya yang sangat pucat. Umi bilang, udah 3 hari dia gak makan. Tidur pun umi di depan toko-toko yang tutup." Anisa terlihat sangat pokus mendengarkan cerita suaminya.

"Kakek memutuskan untuk bawa umi ke pesantren Al-ikhlas, yang sekarang sudah beralih pada abah Yusuf. Di sana umi menjadi santri. Kakek menggratiskan semuanya untuk umi Talia. Umi gak di suruh bayar bulanan, bayar uang makan, bayar ujian sekolah, pokoknya semua keperluan dan kebutuhan umi di tanggung oleh kakek dan nenek. Mereka sudah menganggap umi sebagai anak mereka. Karena umi memiliki otak yang cerdas, sehingga dia sering membanggakan pesantren. Beberapa tahun kemudian, abah memutuskan untuk menikahi umi. Terus, di umur pernikahan mereka yang menginjak satu bulan, mereka memutuskan untuk mencari orang tua umi, tapi saat mereka ke sana, tetangganya bilang kalau orang tua umi sudah meninggal lama, dengan kasus di bunuh orang karena mereka gak bisa membayar hutangnya. Seperti itulah kisah singkat umi, sayang...."

Dikhitbah Anak Kyai ||Telah Terbit||Where stories live. Discover now