-penjara suci-

221K 8.9K 327
                                    

Assalamualaikum...

Ini adalah karya pertama aku, mohon maaf jika ada kata yang kurang pas atau kata yang tidak dimengerti ya..

Maklum orang sunda, hehe

Tandai typo, kalo ada kesamaan dicerita lain mohon maaf tapi cerita ini memang murni dari otak saya sendiri dan mungkin ada beberapa kejadian yang diambil dari pengalaman saya

Kalo kalian tidak suka dengan ceritaku, silahkan tinggalkan cerita ini ya, jangan komen komen yang kurang enak, dikarya ku ini masih banyak typo tolong tandain ya..

Jangan lupa vote dan komen untuk bahan semangat ku melanjutkan cerita ini.

Semoga kalian suka sama cerita pertamaku ini, bantu share supaya banyak yang baca ceritaku ini

Happy reading

Masuk penjara suci tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilewati. Pasti akan ada banyak rintangan-rintangan yang harus dilalui demi tercapainya sebuah hasil yang sempurna.
Begitupun dengan seorang gadis cantik yang kini sedang duduk dimushola pesantren, dengan mushaf ditangannya.

Anisa Ramadhani shyhan. Itulah nama gadis itu.

Huruf demi huruf, ayat demi ayat ia hafalkan. Bukan hanya itu. Halaman, posisi ayatnya, dan nomer ayatnya juga ia hafalkan. Tentu saja itu bukan hal yang mudah bagi Anisa yang masih belajar, umurnya masih 13 tahun, dan juga Anisa masih terbilang santri baru disini, mengingat ia baru dua bulan hidup dipenjara suci ini, yang tak lain adalah pesantren.

Ba'da ashar nanti, jadwal semua santri menyetorkan hafalannya masing-masing pada bu nyai pesantren.

"Anisa!," panggil seorang gadis berhijab hitam dari emper rumah bu nyai.

Karena jarak mushola pesantren dengan rumah bu nyai hanya beberapa langkah saja, jadi Anisa dapat mendengar jelas panggilan itu.

Merasa ada yang memanggil namanya, Anisa menoleh. Dapat Anisa lihat, ada seorang gadis cantik, berperawakan tinggi, sedang berdiri diemper rumah bu nyai, sambil melambaikan tangannya. Dia bernama Erna. Erna adalah kakak tingkat Anisa dipesantren.
Anisa menaruh mushafnya dimeja kecil yang ada disana, lalu menghampiri Erna.

"Iya teh" ucap Anisa saat sudah dihadapan Erna.

Erna tersenyum, tangannya terangkat memegang bahu kiri Anisa "Teteh mau minta tolong, boleh?."

"Boleh teh," jawab Anisa tanpa berpikir dua kali, "bantu apa ya teh, kalo boleh tau?"

"Bantuin teteh masak," jawab Erna.

Anisa mengangguk dua kali. "Boleh boleh."

Anisa dan Erna berjalan masuk kedalam rumah bu nyai. Saat mereka masuk area dapur, ada wanita yang umurnya sudah tidak muda lagi, namun wajahnya sama sekali tidak mengambarkan bahwasannya dia sudah tidak muda lagi, wajahnya terlihat awet muda.

Dia adalah bu nyai pesantren Al-hidayah, atau lebih dikenal dengan sebutan umi. Beliau bernama--- Talia Indah Alfarizki.

Tepat dua langkah dari belakang umi Talia, Anisa dan Erna menjadikan kedua lutut mereka sebagai tumpuan berjalan menghampirinya. Itu sebagai tanda hormat mereka pada kyai atau bu nyai mereka. Lalu mereka mengucap salam. "Assalamualaikum umi."

Umi talia menoleh saat ada yang memanggilnya. "Wa'alaikumussalam."

Ketahuilah, sekarang Anisa sangat canggung berdekatan dengan umi talia. Walaupun orangtuanya berteman baik dengan umi Talia, tapi tetap saja, Anisa merasa canggung duduk bersama umi Talia. Cuma berpapasan saja, ia merasa canggung, apalagi sekarang duduk bersampingan.

Dikhitbah Anak Kyai ||Telah Terbit||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang