Happy Reading Gaes (!) ✌
_________________________
_______________________________
• ○ ● ■ ◇□◇ ■ ● ○ •
"Alis! Kenapa mereka berdua belum kembali sampai sekarang?"
Teriakan panik Mamak Midah membuat Man Alis kaget bukan kepalang sampai menjatuhkan palu yang ia gunakan untuk memaku hiasan di tiang peyangga rumah panggung. Untung saja palu itu tidak jatuh menimpa kakinya. Belum sampai mulut Man Alis terbuka untuk menjelaskan apa yang harusnya ia katakan agar Mamak Midah tenang. Dua lelaki yang dimaksud sudah berlari buru-buru dari ujung kampung sana. Gus Yasin dan Ahsan sangat sadar mereka berdua terlambat. Sudah pukul sembilan malam. Dan ritual pertama begawai akan dimulai, ritual bertandang.
Gus Yasin sekilas memandang Hurrin yang berdiri di teras rumah panggungnya itu. Aih, cantik nian istriku dengan balutan baju tradisional. Begitulah pikir Gus Yasin. Belum ada satu menit puas memandangi, Man Alis sudah menarik tangan Gus Yasin dan juga Ahsan terlebih dulu. Mereka harus diberi arahan (Ahsan gak ikut yah, cuma Gus Yasin) agar paham aturan-aturan dan pantangan apa saja dalam bertandangan. Ahsan sebaiknya tidak ikut dan tidur saja di bilik tengah rumah Man Alis, dia hanya akan mengacaukan segalanya.
Di rumah Man Alis, Gus Yasin disuruh mandi terlebih dahulu. Bersiap menggunakan pakaian adat Suku Talang. Di ruang tamu Man Alis, seseorang sudah duduk takdzim menunggu kedatangan Gus Yasin sambil mengisap putung rokoknya yang tinggal separuh, pria tua itu adalah Datuk Perpatih. Ketua adat Suku Talang. Orang yang paling dihormati di sini.
Ujung mata Datuk Pepatih menajam melihat sosok Gus Yasin yang sekarang sudah duduk bersilah di hadapannya. "Terlambat bukan hal yang baik, Ilyasin. Bahkan di hutan pedalaman seperti Kampung Jerinjing, terlambat masuk ke dalam tabiat buruk."
"Maaf, Datuk. Tadi motornya sempat terhalang pohon besar yang tumbang akibat badai tadi pagi," sahut Ahsan yang juga habis selesai mandi dan bersiap tidur di tikar ujung ruangan sana dengan bantal di tangan kanan dan selimut di tangan kirinya.
Datuk Perpatih menancapkan cerutu ke asbak di depannya, menatap tajam Ahsan. "Aku tidak bertanya alasan padamu, Ahsan." Jawaban itu sukses mengusir Ahsan mencari sudut lain yang agak jauh dari Datuk Perpatih. Ketakutan seperti anak kucing.
Ahsan nyengir ketakutan. Gigi putih agak tidak rata itu terlihat ketika meringis. Gus Yasin menahan tawa. Datuk Perpatih mengajak Gus Yasin ke suatu tempat di rumah panggung, memastikan Ahsan tidak ikut mendengarkan. Briefing (bahasa kerennya) sebelum ritual harus dikerjakan, mengingat Gus Yasin bukan orang asli suku ini.
Nasehat yang disampaikan Datuk Perpatih sebelum mulai menjelaskan adat begawai pernikahan sendiri adalah menjelaskan seputar usia berapakah anak-anak Suku Talang boleh menikah dan membina, yaitu usia 13-17 juga sudah boleh. Dengan catatan, si laki-laki sudah pandai berladang, menangkap ikan, dan berburu. Sementara si perempuan sudah bisa menanak nasi dan membuat gulai. Syarat itu sudah dipenuhi, Gus Yasin tak perlu semua keahlian itu, ia tak akan hidup di pedalaman hutan dan memang bukan orang asli dari Suku Talang, jadi kendala yang disamakan seperti mencari nafkah untuk istrinya dianggap sudah terpenuhi. Gus Yasin sudah bisa mencari uang sendiri. Hurrin juga demikian, meskipun usianya masih baru akan menginjak tujuh belas tahun, ia sudah pandai memasak. Apalagi membuat gulai ikan yang sedap.
Mantap! SELAMAT Gus Yasin dan Hurrin!
Kalian lolos syarat.
Kemudian, Datuk Perpatih menjelaskan tata cara ritual begawai lengkap dengan makna yang terkandung dalam setiap tradisi tersebut.
***
Sepanjang sejarah Kampung Jerinjing di pedalaman hutan belantara Riau itu, baru kali ini upacara gawai kematian dan pernikahan diadakan satu waktu juga oleh satu keluarga Suku Talang. Wanita tua itu, Midah namanya, kini jadi janda dan putrinya akan menikah. Seolah dua hal yang kontras sekali terjadi, satu bab kehidupan tertutup dan satu bab kehidupan baru akan dimulai. Adalah Zada, adik dari suami Midah, seorang Ria Kampung—tangan kanan 'Batin' yang sebentar lagi akan naik jabatan menjadi Batin Kampung Jerinjing juga sepeninggal kakaknya, karena kandidat satunya yang seorang Manti Kampung sendiri, Man Alis menolak menerima mandat dari Datuk Perpatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐚𝐭 ✔
Romansa𝐒𝐞𝐧𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠 𝐒𝐚𝐣𝐚𝐤 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐮𝐬 𝐘𝐚𝐬𝐢𝐧 _______________________________ "Ini salah Gus, abdi ndalem tidak sepantasnya bersama putra seorang kyai." Hurrin membuat jarak cukup jauh, menjaga batasan non mahram dengan tetap ghadul bas...
