🕋◇ Episode 27 ◇🕌

11K 1.1K 36
                                        

Happy Reading Gaes (!)
_________________________
_______________________________

• ○ ● ■ ◇□◇ ■ ● ○ •

Tak ada yang tahu persis jam berapa sekarang. Malam jelas sudah semakin larut di luar sana. Rembulan yang makin terang saja warnanya dan berkurang bentuk bulatnya. Mengintip malu-malu dari balik jendela gubuk bersama jajaran rasi bintang. Setelah berdiam diri beberapa saat, kedua remaja pengantin baru itu kehilangan topik pembicaraan. Gus Yasin tidak sengaja mengatakan hal tak terduga dan membuat keduanya berakhir canggung. Suara jangkrik, uwu burung hantu, dan gemerisik daun yang saling bertabrakan karena angin malam benar-benar mendominasi lenggang yang terjadi beberapa puluh detik terakhir.

"Eum ... maksudku," Gus Yasin seolah mencari alibi agar tidak ikut tersipu malu. "Aku sangat senang kita dapat menikah dengan segera. Bukankah memang seharusnya niat baik harus cepat ditunaikan." Gus Yasin berusaha memandangi langit-langit gubuk yang terbuat dari pelepah pinang dan susunan daun kelapa kering yang rapi.

Hurrin hanya mengangguk, tak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya, ia juga senang akan hubungan yang halal seperti ini daripada pacaran yang menambah-nambah dosa. Meskipun dengan banyak dilema dan mengingat usia mereka juga masih sangat belia. Gus Yasin masih delapan belas tahun dan dirinya belum genap tujuh belas tahun. Untuk usia pernikahan dini, mereka benar-benar di ambang batas.

"Aku belum bisa mengesahkan pernikahan kita secara negara," lanjut Gus Yasin seolah ada nada kesedihan di sana. "Undang-undang negara kita sangat ketat tentang pernikahan dini. Kau masih bisa terus bersekolah di yayasan itu. Abi pasti menyetujuinya, Aku sudah mengatakan segalanya tentang pernikahan kita. Kau tahu? Abi merestuinya. Aku sangat bahagia sekali. Dan untuk hal yang sangat penting, aku juga masih harus terus melanjutkan pendidikanku di Mesir. Kau bisa ikut tinggal di sana kalau SMA-mu sudah selesai."

Tawaran Gus Yasin seolah sebuah kesempatan emas bagi Hurrin. Dia tak pernah membayangkan semua ini, menikah dengan putra kiainya, bahkan kuliah di Mesir. Sungguh, Allah mengatur takdir Hurrin dengan begitu rapinya. Ia sampai lupa masalah terbesar sebenernya tentang negara itu dan Gus Yasin adalah Najwa. Gadis Mesir putri tunggal Ning Fatiyah dan Kyai Shihrazy yang ditolak Gus Yasin.

"Gus ... untuk uang mahar yang diberikan kepada saya—"

"Mahar? Owh, iya. Aku sudah menariknya tunai dari rekeningku tadi siang waktu ke kota bersama Kang Ahsan. Akan kuberikan padamu saat Ritual Upacara Begawai kita selesai. Kau bisa memanfaatkan untuk kebutuhanmu sendiri. Aku serius dengan jumlah uang mahar itu, Hurrin. Malah kau bisa mengambil lebih banyak kalau menginginkannya. ATM-ku bisa kau pegang. Tidak masalah. Aku punya beberapa rekening yang berarti beberapa ATM dari bank berbeda. Uangku juga uangmu," jelas Gus Yasin menatap serius mata Hurrin. Hal itu benar, mata biru laut Gus Yasin seolah bercahaya terkena pantulan sinar rembulan.

"Bukan, Gus. Saya hanya ingin tahu dari mana Gus Yasin mendapat uang sebanyak itu. Maksud saya, apakah Gus Yasin bekerja di Mesir?" Hurrin ragu-ragu memilih kosa kata yang tepat.

Senyum Gus Yasin terangkat, sekilas terlihat lesung pipi samar terbentuk pada kedua pipinya di antara temaram lampu yang tak terlalu terang. "Uangku halal, Hurrin. Jangan risaukan sumber nafkahmu."

Hurrin terlihat panik, sepertinya Gus Yasin tersinggung dan salah tangkap maksud pertanyaan itu. "Maaf, Gus."

"Aku bantu mengajar di sana, Hurrin. Sejak SMP. Di Masjid Al Azhar, di asrama, dan di tempat-tempat lain. Aku punya banyak waktu luang, daripada habis terpakai memikirkan tentang Almarhumah Ibuku dan kenapa Abi-ku harus mengirimku jauh-jauh belajar ke Mesir di usia yang sangat muda, kupakai untuk mengisi waktuku dengan mengajar di banyak tempat. Uang hasilku mengajar kutabung, juga uang kiriman dari Abi. Uang beasiswa sudah lebih dari cukup menunjang kebutuhan sehari-hariku. Makan juga sejak kecil ikut di rumah Ning Fatiyah. Aku baru tinggal di asrama waktu SMA, itupun gratis, dapat dari beasiswa juga. Membantu para syeikh menyimak hafalan setoran para junior tahfidz di Masjid Al Azhar dan ikut mengisi kegiatan di Majlis Ilmu memberiku bayaran yang lumayan banyak. Aku menabung semuanya. Dan perlu kau ketahui, Hurrin. Suamimu ini juga penulis terkenal di Mesir. Aku mendapat banyak royalti dari cerita-cerita fabel anak-anak, belasan novel, dan buku-buku agama yang sudah mulai kutulis dan kuterbitkan di Mesir sejak lulus SD. Jumlah royalti di sana cukup besar dan cara mereka menghargai karya serta penulis cukup tinggi. Sumber pendapatanku banyak dan aku dapat memastikan semuanya halal." Gus Yasin kembali tersenyum ramah. Ikhlas menjelaskan agar Hurrin juga tahu kenapa ia punya banyak uang.

𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐚𝐭 ✔Where stories live. Discover now