🕋◇ Episode 19 ◇🕌

12.1K 1.1K 42
                                        

Disebabkan Author adalah orang Suku Jawa asli yang buta adat-istiadat dan tradisi masyarakat Suku Talang (Talang Mamak) Riau.
Author sangat berharap ada kritikan/pembenaran dari pembaca yang lebih tahu apabila menemukan kesalahan terhadap hasil riset yang Author lakukan tentang Suku Talang.
Sumber informasi tulisan ini didapat dari artikel, jurnal, skripsi/thesis, foto, video dan segala hal yang berkaitan dengan Suku Talang yang pernah orang lain dapat dari hasil observasi mereka di daerah pedalaman tempat tinggal Suku Talang. Bukan murni dari pengetahuan Author.
Selamat menikmati dan harap jadilah pembaca yang bijak karena Indonesia terdiri dari banyak suku, bangsa, budaya, bahasa dan agama.
Terima kasih.❤

Happy Reading Gaes (!) ✌
_________________________
_______________________________

• ○ ● ■ ◇□◇ ■ ● ○ •

"Mana yang namanya Ilyasin?"

Semua pasang mata seolah terhipnotis perkataan Datuk Perpatih. Saling tatap, saling toleh, saling bisik. Desas-desus mendominasi. Mencari sosok yang bernama Ilyasin di antara mereka.

Gus Yasin yang masih memakai bandana dari pelepah pinang keemasan itu melangkah maju dari belakang tubuh Man Alis demi meredam bisik-bisik warga yang terus sibuk saling toleh mencari. Ahsan menggigit jari, menyeramkan sekali sosok bernama Datuk Perpatih. Aura wibawanya sangat kuat. Lebih kuat dari Kyai Ilyas.

"Saya." Gus Yasin kini tepat berada di depan Datuk Perpatih.

Sosok Gus Yasin bukan meredam riuh bisik-bisik warga malah membuat mereka semakin ramai seperti dengungan lebah. Suara bisik-bisik itu mendadak hilang ketika pandangan sinis Datuk Perpatih beralih ke Man Alis yang berada di antara kerumunan warga.

"Alis, benar ini yang namanya Ilyasin?" Datuk Perpatih memastikan, sementara yang ditanya justru kaget. Seketika balas mengangguk.

Datuk Perpatih kembali melanjutkan pengamatannya kepada Gus Yasin dari bawah sampai atas. Lelaki muda, usia sekitar delapan belas tahun. Rambut hitam legam, memakai kaos lengan pendek—yang dibuatnya tidur semalam—dan celana panjang. Kulit putih pucat bersih seperti bayi yang jarang terkena sinar matahari. Wajah bule dengan hidung mancung sempurna dan ujung mata tajam seperti miliknya tapi dengan iris mata bercorak biru laut.

"Aku sendiri tak yakin apa yang dipikirkan Zahid untuk menikahkan putrinya denganmu sebelum meninggal. Dia sejak dulu memang aneh. Tak ada yang mampu memahami cara berpikirnya tapi kalau Zahid yang meminta sendiri. Aku akan setuju-setuju saja. Hal itu pasti baik. Aku juga sangat menghormati orang-orang Suku Jawa meskipun wajahmu lebih terkesan seperti Penjajah Kompeni Belanda daripada orang pribumi. Katakan, Nak. Dari mana kau dapatkan mata ras eropa itu? Pasti dari ibumu, bukan?" tanya Datuk pada Gus Yasin.

"Datuk benar. Keluarga Ibu saya memang orang Turki." Gus Yasin mencoba tersenyum di depan wajah garang Datuk Perpatih. Ahsan yang berdiri di samping Man Alis makin tegang saja menyimak percakapan.

"Bagus sekali. Jawabanmu tegas, seberani bapakmu. Meskipun tinggal di pedalaman. Aku juga tahu siapalah Kyai Ilyas itu. Kau mewarisi hal-hal baik dari kedua orang tuamu, Nak. Aku merestuimu menikahi Hurrin. Kita akan gelar upacara begawai setelah prosesi pemakaman adikku ini selesai." Wajah Datuk Pepatih berangsur bersahabat kepada Gus Yasin.

Tepuk tangan dan sorak-sorak warga Suku Talang menggema atas penerimaan Datuk Perpatih. Hurrin tersenyum bahagia dan Man Alis memberikan selamat. Ahsan sekarang sudah dapat bernapas lega, bagaimanalah dia tidak tegang. Jika Datuk Perpatih tidak menyukai Gus Yasin, maka alamat seluruh warga kampung akan mengaduk mereka berdua dalam kuali dandang menjadi gulai ikan. Maksudnya ini dihajar habis-habisan bukan dimakan kayak kanibal beneran. Hehe.

𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐚𝐭 ✔Where stories live. Discover now