Episode 12: play date

Start from the beginning
                                    

"Iya seperti main yang benar-benar main kok. Kau kan tahu... Aku tak pernah bohong."

Aku tak pernah bohong. Padahal bisa jadi dia berbohong untuk pertama kalinya. Kalau dia katakan Aku selalu bohong. Lho bukankah itu terdengar terlalu jujur.

Itulah Reverse psychology. Aku tahu itu dari Miguel. Itu contoh sederhana dari Reverse psychology jangan pikir satu kali lihat sikap lawan bicaramu.

"Aku akan menjemputmu jam 7 malam. Kabari aku di ujung blok rumahmu, Seperti waktu itu." Elang pergi.

Aku hiraukan perkataannya. Tak mengangguk atau pun menggeleng. Yang aku suka darinya adalah nyalinya. Jika bersama Elang itu penuh adrenalin yang tak bisa aku dapatkan dari Hardy.

Jika kalian pikir kejar-kejaran di kebun Teh yang kemarin memicu adrenalin memang iya sih... tapi aku malu karena itu salah Hardy. Aku jadi ingin sensasi adrenalin saat bersama Elang lagi. Menantang.

Perasaan menantang itu buatku nekat buka blokiran kontak Elang. Aku harap dia kabari Aku nanti.

Dilema. Mungkin Aku harus terima ajakan Play date Elang itu. Di masa depan Aku malah malu jika harus mengingat play date ini. Karena 'play date' itu memicu puncak cerita kami di kelas 11. Sampai kapan Aku akan ceritakan kisahku ini. Yang terakhir Aku ceritakan sampai Aku menikah dengan salah satu dari mereka.

Kalian boleh berhenti ikuti kisahku yang tak menarik untuk diikuti ini. Ingat Reverse psychology kan.

Calon suamiku nanti... Hardy, Tora, Elang, atau boleh jadi Miguel. Aku tak akan beritahu siapa suamiku. Jika kalian anggap aku halu bahkan putraku sangat mirip tingkah lakunya dengan dia. Dia siapa yang aku maksud  nama-nama yang aku sebut.

Aku harus tanya pendapat Astrid, Aku butuh pendapat. Pendapat dari siapa pun yang penting aku sedang butuh-butuhnya pendapat.

"Ralin selamat ya. Tunjukkan cincinnya dong diusia berapa kalian akan menikah, apa lulus SMA? Dan kuliah bersama suamimu nanti wah-wah itu sangat keren. Hardy itu sangat ramah ternyata." Subana menghampiriku.

"Terima kasih Na. Hardy bilang Kau sangat takut melihatnya di minimarket... Hardy orang baik kok." kataku.

"Haha iya dia banyak berikanku makanan. Aku harus pergi." Subana seperti kikuk melihat sesuatu dibelakangku.

"Subana tunggu. Aku minta pendapatmu..."

Saat itu juga aku minta pendapatnya. Subana anggap aku gila jika pergi dengan Elang meski hanya main yang benar-benar main. Play date.

"Aku tak mau ikut-ikutan. Ralin itu cukup bodoh. Jangan turuti ajakannya."

"Kau benar sih. Tapi aku ingin tanya sesuatu soal Hardy padanya."

"Kenapa tak kau tanyakan pada Hardy-nya langsung... Kau tahu resikonya kan?" Subana kedipkan matanya.

"Iya aku tahu meski lebammu membaik. Kumohon jangan beritahu siapa pun soal play date itu."

Subana mengangguk pergi seperti ketakutan melihat seseorang di belakangku. Aku penasaran apa yang membuatnya cepat-cepat pergi.

"Ralin... Ya ampun tunangan muda yang buat heboh satu sekolah." Selma menepuk bahuku.

"Kau berlebihan ah. Kenapa Subana seperti takut melihatmu Sel?"

"Dia memang begitu."

"Kau ada masalah dengan Subana ya?"

"Mana ada. Kami baik-baik saja seperti semalam Subana izin padaku untuk berikan nomorku ke Apriyanto."

"Kalian sudah berpesanan?"

Exist Season2Where stories live. Discover now