18 - Sesal pada Pencapaian

204 58 36
                                    

"Terkadang, yang sudah rendah akan dianggap menjadi orang yang paling salah. Padahal, mereka tak tahu saja siapa dalang di balik semua masalah."

= GIOFI =

"Ada apa Kak?" tanya Afi ketika dirinya sudah sampai di kursi halaman belakang. Jantungnya berdegup kencang, tak keruan. Kalau Jefri sudah memanggilnya seperti ini, biasanya topik yang akan dibahas bukan sembarangan.

"Sekarang jujur sama Kakak, sekali aja, atau Kakak nggak bakal percaya lagi sama kamu," tegas Jefri dengan tatapan tajam, ekspresi dendam, juga rahang mengatup kuat. "Kamu duduk sama Gio di kelas?"

Afi menunduk, lama menjawab.

"Oh ya sudah, Kakak nggak bakal percaya—"

"Iya. Soalnya cuma dia yang baik di sana. Kakak sendiri yang bilang kalau Afi harus hati-hati sama Henry, Yura, Heni. Yang bisa Afi percaya cuma Gio," jelas Afi sekalian jujur.

"Kamu yakin dia baik?" Kini wajah pria itu berubah tak percaya. "Dia peringkat satu di jurusan IPS dan ternyata dia duduk sama kamu yang sebelum ini peringkat satu juga. Kamu yakin masih bisa berpikir positif ke dia, Fi?"

"Iya, soalnya Afi percaya."

Jefri menghela napas lalu tertawa miris. "Kamu dimanfaatin."

"Enggak."

"Kenapa kamu yakin kalau dia nggak manfaatin kamu?" tanya Jefri, mencoba menguak lebih dalam dengan pertanyaan berputar. "Hm? Nggak bisa jawab? Kenapa? Kamu suka sama dia Fi?"

Afi diam dan menunduk.

"Oke, Kakak dapat jawabannya." Jefri menggelengkan kepala. "Kamu ... turunin nilai demi sekelas lagi sama dia?"

Ah, memang selalu tepat dugaan pria ini terhadap Afi di segala aspek.

"Kamu diam, berarti iya. Ya ampun Afi, istigfar, bisa-bisanya kamu rela turunin nilai demi sekelas lagi sama cowok. Padahal Kakak sudah kasih kepercayaan sama kesempatan untuk kamu ngelakuin yang Kakak saranin, supaya aman, jaga pertemanan.

"Kakak percayakan sama kamu, nggak Kakak tegasin terus-menerus, Kakak biarkan kamu yang jalankan sendiri tanpa perlu dibimbing selalu supaya nggak risi, tapi kamu malah begitu. Salah arah. Mau aja dimanfaatin. Plot twist terbesar, ternyata cowok itu berhasil manfaatin kamu terlalu rapi sampai-sampai kamu nggak menduga kalau dia bakal rebut peringkat kamu secara langsung."

"Gio memang nggak manfaatin Afi."

"Tapi kamu kasih dia kisi-kisi dari les Pak Mujiarto? Sudah Kakak tebak Fi."

Terpaksa Afi diam lagi.

Jefri berdecak kesal, kontan berdiri menjauh. "Ya sudah, terserah kamu mau mikir apa ke dia, Fi. Kalau Ibu sama Bapak kecewa sama kamu di nilai, Kakak lebih kecewa ke ini. Kamu nggak belajar dari masa lalu.

"Kamu tahu Kakak juga pernah dimanfaatin teman, kita punya pengalaman sama, tapi kamu dengan santainya mau aja dimanfaatin lagi tanpa mikir risiko yang kamu dapat. Untung cuma nilai yang kamu turunin bukan harga diri."

Tangan Afi terkepal kuat saat melihat Jefri berlalu dari hadapannya. Omongan Jefri barusan membuat Afi kembali teringat dengan kejadian masa lalu. Darah yang tersisa pada penggaris besinya, teriakan anak-anak yang terkejut melihat kepala anak lain berdarah, laporan guru bimbingan konseling, dan cecak yang dimasukkan ke baju kemeja, kembali muncul di pikiran.

Sejak kejadian itu, pertemanan Afi dibatasi.

Afi tak suka bila Jefri merasa bahwa mereka memiliki pengalaman yang sama, padahal jauh berbeda.

GIOFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang