● PROLOG ●

1.9K 196 64
                                    

"Menjadi baik adalah aku yang dulu, karena masa terlukaku kini telah berlalu."

= GIOFI =

Deru mesin terdengar sepanjang jalan. Sebuah mobil jazz hitam melaju dengan kecepatan penuh, melintasi jalan sepi di tengah malam. Tak ada rumah warga di sekeliling, hanya ada pohon-pohon tinggi dengan satu lampu jalanan yang menyorot ke aspal setengah basah akibat rintik hujan.

Sang pengendara termakan emosi yang memuncak. Pikirannya sudah kalut, menjadikan kecepatan mobil menjadi pelampiasan utama. Semakin kesal dia, maka semakin laju juga mobil dikendarainya. Sekali saja oleng dalam menyetir, dia bisa terlibat dalam kecelakaan hebat.

Namun, dia tidak sendiri kali ini.

"Gio, stop!" teriak Afi memohon-mohon ke orang di sebelahnya, sang pengendara yang menyetir mobil seperti tak sayang nyawa. "Udah!"

Cowok dengan rahang mengeras itu tetap tak merespons. Tatapan tajamnya lurus ke jalan, tak sedikit pun teralihkan. Dia malah semakin melajukan mobil yang dikendarainya, membuat Afi menjerit sekilas dan mencengkeram kepala.

"Gio please, udah!" Afi memohon dengan suara melemah.

Afi merasakan jantungnya berdegup kencang. Matanya teralihkan menatap jalan di depan. Dia sangat ketakutan karena Gio mengendarai mobil ini dengan menggila. Benar-benar termakan emosi sampai lupa diri.

Afi telah membuat Gio marah besar.

"Gio, gue tau lo marah, tapi kurangin kecepatannya sekarang! Kita bisa mati!" ungkap Afi. "TOLONG STOP!"

Gio tak mau mendengar segala bentuk ucapan Afi. "Gue memang mau mati."

"GIO, STOP!"

Percuma, Gio tetap mengabaikan.

Afi sudah merasa sesak dalam dadanya. Dia terlalu ketakutan hingga tubuhnya bergetar hebat. Dalam pelukan diri sendiri, dia terdiam, membiarkan Gio semakin tenggelam dalam kegilaan berkendara.

"Gu-gue minta maaf, Gi." Satu kalimat itu akhirnya keluar dari bibir Afi, penuh keraguan. Ada kemungkinan di saat seperti ini, Gio tidak akan menerima semua kalimat, termasuk pemintaan maaf. "Gue ... percaya sama lo."

Mobil dihentikan Gio tiba-tiba, membuat decitan ban dengan aspal terdengar sangat menusuk. Setengah mati Afi menutup telinga agar tidak mendengarnya. Khayalan buruk akan kejadian selanjutnya pun muncul di kepala. Seketika jantung terasa ingin copot dari tempatnya ketika mobil berhenti sepenuhnya, kepala Afi bahkan nyaris menabrak dashboard kalau dia tidak sigap menahan diri.

Gio berhasil mengendalikan mobil untuk berhenti tanpa oleng atau menabrak apa pun, walau setelahnya terlihat asap mengepul di sekeliling.

Afi akhirnya bisa bernapas sedikit lega.

Gio menggeretakkan gigi dengan pandangan masih ke depan. Wajahnya merah padam, napasnya memburu, dan cengkeraman pada kemudi terlihat sangat kuat hingga tangannya memerah.

Afi terdiam melihat Gio yang masih marah, mulai takut jika harus memanggil nama cowok itu pelan-pelan. Dia memutuskan untuk diam dulu selama beberapa detik.

"Keluar!" Satu kata itu terdengar dari mulut Gio.

"Apa, Gi?" Basa-basi Afi bertanya, masih tak percaya.

"Keluar!" Gio kini menatap Afi, tajam.

Satu kata yang diulang itu membuat Afi merasakan level ketakutan yang memuncak. Apa lagi ini? Tak mungkin Gio setega itu menyuruh Afi keluar dari mobil di tengah jalan sepi dan di tengah malam seperti ini. Dasar cowok gila!

GIOFIWhere stories live. Discover now