04 - Hindari Sebangku

342 94 57
                                    

-Denah SMA Darwijaya-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-Denah SMA Darwijaya-

= GIOFI =

Baru saja kakinya melangkah masuk ke dalam kelas, tiba-tiba Gio sudah menemukan Afi yang duduk di barisan kursi paling depan.

Tercengang bukan main, Gio protes, "Loh! Kok, lo duduk sama Yura, Fi?" Padahal dia sudah bersemangat bertemu Afi untuk mempelajari hal baru, rambutnya juga sudah dipangkas rapi.

Pandangannya beralih ke cewek atlet renang nasional yang menggantikan Afi menjadi teman sebangku Gio. Duh, tampaknya dia galak, pasti Gio tidak akan berkutik.

Yura menyeletuk, "Gue mau kenalan dulu sama Afi. Jadi lo duduk sama Heni dulu ya di barisan paling belakang? Sekali-sekali tukeran. Semoga nyaman."

Gio melirik ke teman sebangkunya yang bernama Heni. Belum apa-apa, cewek yang menjadi bendahara kelas itu langsung menunjukkan ekspresi ingin mencabik-cabik Gio.

Habis sudah, Gio tidak bisa bertingkah. Mau tak mau dia harus menguatkan hati untuk duduk.

"Punten Heni, permisi, gue mau duduk," kata Gio sambil pelan-pelan melangkah ke kursinya di samping jendela.

Heni melirik tajam saja, tanpa balas ucapan apa pun, membuat Gio semakin merasa ngeri.

Namun, yah, namanya Gio yang tidak bisa diam. Tak mungkin dirinya membiarkan suasana mencekam ini begitu saja. Dia pun mulai memancing pembicaraan agar suasana menjadi cair dan setidaknya si Heni tidak terlalu galak kepadanya.

"Heni dari kelas X IPS 2, ya?"

"Diem lo!" sergah Heni sambil menunjuk wajah Gio. "Perbaiki cara duduk! Masa duduk lurus ke depan aja nggak bisa. Jangan mentang-mentang lo duduk di barisan paling belakang, ujung kiri, tapi malah duduk nggak beretika. Yang bener!"

"Eh, iya-iya." Perkataan Heni itu langsung mengenai mental Gio yang cepat-cepat memperbaiki posisi duduk dengan kedua tangan diletakkan di atas meja, seperti anak Taman Pendidikan Al-Qur'an yang siap membaca doa belajar sebelum kegiatan mengaji dimulai, khusyuk sekali.

Dan Gio benar-benar diam selama jam pembelajaran berlangsung. Henry jadi sering cekikikan saat melihat wajah tegang Gio.

"Ampuh ternyata." Dia mengacungkan jempol ketika Afi melirik ke arahnya.

Kelas pun damai.

* * *

Bel istirahat berdering, seluruh siswa langsung ke pusat penghilang kantuk selama jam pelajaran, yaitu kantin.

Mau bagaimana pun rasa kantuknya, entah mengapa kalau sudah menginjakkan kaki ke kantin, rasa kantuk biasanya akan hilang. Apalagi kalau sudah disambut dengan sahut-sahutan heboh para siswa mulai dari yang berjulid, yang protes kelaparan, yang protes tidak dapat tempat duduk, dan masih banyak lagi.

Intinya, berisik.

"Afi!"

Mendengar suara tidak asing, Afi tetap berpura-pura berjalan di selasar menuju kantin seolah tidak mendengar apa pun. Dia mempercepat langkahnya sebelum Gio berhasil menghampirinya.

Namun, cowok itu tiba-tiba memotong jalan melalui halaman tengah dan tahu-tahu sudah berdiri di depan pintu kantin dengan langkah oleng. "Afi!"

Afi hanya mengangguk lalu terpaksa meneruskan jalannya menuju perpustakaan, karena sudah jelas bahwa dia akan diberhentikan di sana dan diwawancara tanpa henti oleh Gio. Mending, hindari dulu lebih baik daripada dia harus terlibat lagi perbincangan dengan cowok aneh itu.

Afi masuk ke dalam perpustakaan sembari sesekali menoleh ke belakang. Cowok itu rupanya tidak mengikuti, dia pun bisa bernapas lega, kemudian melangkah keluar dari perpustakaan lagi. Sang penjaga ruangan itu dibuat terheran-heran olehnya.

"Eh, itu dia, gue pergi dulu ya Rul!" Suara Gio menggema lagi di selasar, habis menyapa salah satu temannya. Ternyata dia tidak menyerah untuk mengejar Afi.

Duh, Afi terpaksa berbelok ke tangga menuju lantai dua agar terkesan menghilang dari pandangan Gio. Namun, dari langkahnya saja, Gio memiliki bunyi khas yang membuat Afi menyadari bahwa cowok itu masih mengikutinya melangkah. Dasar keras kepala! Menyeramkan sekali diikuti terus-menerus seperti ini.

Beberapa kakak kelas yang sedang dalam perjalanan menuju kantin pun terheran-heran melihat Afi dengan seragam berlambang kelas X IPS E naik ke lantai dua. Mereka memberikan pandangan mengintimidasi ke Afi, juga ke Gio yang masih susah payah mengintil di belakang.

"Udahlah, biarkan aja adek kelas, lagi eksplorasi gedung," kata salah satu kakak kelas di sana.

Tanpa sadar, ternyata Afi sudah melangkah memutari lantai dua gedung utama SMA Darwijaya yang terdiri dari kelas XI, kelas XII, dan beberapa lab. Ketika menemukan tangga, dia pun turun saja dengan tergesa ke lantai satu dan berjalan kembali ke kantin melewati halaman tengah.

"Dari mana aja?!" Binar menyambut Afi ketika baru sampai di meja kantin yang biasa mereka duduki.

Afi mengatur napas dulu sambil meraih sebotol air mineral yang masih tersegel di atas meja. "Habis keliling lantai dua," katanya setelah meneguk air tiga kali.

"Hah?" Pia selalu jadi yang paling kencang kalau soal terkejut.

"Tadi, Gio manggil gue terus, ngikutin juga. Alhasil, gue menghindar ke perpustakaan," jelas Afi sambil melempar pandangan ke sekeliling kantin, memastikan tidak ada Gio di sana. "Tapi pas gue keluar, ternyata dia ngikutin juga. Gue menghindar sampai naik ke lantai dua, baru dia mau berhenti ngejar."

"Buset, berani banget lo ke lantai kakak kelas!" Cici mengigit jadi. "Gimana, ada kakak kelas ganteng nggak?"

Sempat-sempatnya di saat Afi dikejar cowok aneh, si Cici malah memikirkan hal itu.

"Mana sempat gue perhatiin," balas Afi. "Tapi kelas atas pemandangannya bagus."

"Vibes Wattpadable gitu?"

Afi cepat-cepat meneguk air dan mengangguk.

"Eh, ngomong-ngomong, cowok yang namanya Gio itu yang mana, sih? Gue belom pernah lihat dia sama sekali." Pia mengalihkan topik sambil menengok ke sekeliling. "Penasaran sumpah, dia aneh banget! Jadi mau liat mukanya. Dia wibu bukan, ya?"

"Heh!" Tami yang notabenenya pecinta anime langsung paham dengan pembicaraan Pia. "Nggak semua wibu aneh ya!"

"Gue nggak ada bilang gitu ya!"

Afi tertawa sekilas. "Udah-udah, jangan debat dulu Pia, Tami." Cewek itu melepas ikatan pada rambut dan merapikannya. "Dia penampilannya agak tengil, berantakan gitu. Seragamnya selalu dikeluarin dari celana ampe langganan kena tegur, tapi secara sikap baik aja, sih, sebenernya."

"Mana, sih, anaknya?"

"Masih nyangkut nyariin Afi di lantai dua kali."

Tanpa sadar, mereka membicarakan Gio tepat di belakang meja yang diduduki lingkaran pertamanan atau circle cowok itu. Terdiri dari Hasrul, Purnomo, dan Arkano. Di belakang Afi, ada cowok bernama Hasrul yang merupakan teman Gio dari awal masuk sekolah di SMA Darwijaya, kelas X IPS 5 dulunya.

Hasrul memasang telinga baik-baik selagi cewek-cewek di meja depannya membicarakan Gio.

Oh, tidak hanya itu, Hasrul mengeluarkan ponselnya, merekam percakapan mereka agar Gio percaya, dan mengirimnya lewat aplikasi What'sApp.

= GIOFI =

Karena aku lagi iseng-iseng, jadinya aku buat denah SMA Darwijaya sesuai imajinasi, hehe. Biar enak gitu bayanginnya. Yah, mohon maaf kalau aneh

Semoga suka sobat! Makasih sudah mau baca, vote, dan komentar. Jumpa di part berikutnya!

GIOFIWhere stories live. Discover now