Part 16

10.5K 645 13
                                    

Mohon koreksi jika ada kesalahan penulisan.
Sebelum mulai membaca tolong pencet tombol bintangnya.

Pletak

Suara dari arah balkon membuat Zhivanna menoleh menatap jendela. Namun Zhivanna memilih menghiraukannya lalu kembali fokus pada laptopnya. Tak lama, suara nyaring itu terdengar lagi membuat Zhivanna kembali menoleh menatap dinding pembatas antara kamar dan balkon yang terbuat dari kaca, memandangnya ragu.

Sebenarnya, sudah beberapa hari ini suara seperti itu datang dari arah balkon kamarnya. Suara kerikil yang mengenai kaca. Namun ketika dia menyibak tirai tak ada siapa-siapa.

Kini waktu menunjukkan pukul tujuh malam, dan suara itu selalu datang saat jam-jam seperti ini dan akan berhenti pukul sepuluh, selalu seperti itu.

Zhivanna memandangi arah balkon sambil berpikir, hingga tiba-tiba suara itu terdengar lagi. Akhirnya Zhivanna memutuskan untuk memeriksanya.

Ia meletakkan laptop di ranjang, menyibak selimut lalu turun dari ranjang. Berjalan perlahan ke arah balkon, berjalan dengan sangat hati-hati. Tak lama suara itu kembali terdengar membuat Zhivanna sedikit ragu, tapi dia melanjutkan langkahnya.

Sampai di dekat kaca, suara itu kembali datang  membuat Zhivanna terperanjat terkejut. Perlahan ia menyibak tirai panjang di depannya, pandangannya menyapu ke seluruh balkon dan dia tidak menemukan siapapun.

Tapi di lantai balkonnya, kini terdapat banyak kerikil kecil berserakan, Zhivanna sebenarnya takut. Dirinya mengira-ngira siapa orang dibalik kejadian ini. Apakah hanya orang iseng, atau ini adalah ancaman yang sewaktu-waktu bisa berubah serius.

Saat Zhivanna tengah melamun sambil menatap balkon tiba-tiba suara pecahan kaca terdengar nyaring bersamaan dengan sebuah benda keras seukuran kepalan tangan manusia mendarat di pelipis Zhivanna membuat dia terduduk sambil memegangi pelipisnya. Zhivanna terpekik sakit

Zhivanna meringis kesakitan dengan pandangannya yang mulai mengabur, sebelah tangannya bertumpu pada lantai hendak bangun dari duduknya. Tak mempedulikan telapak tangannya yang tergores oleh serpihan-serpihan kecil kaca yang berserakan.

Zhivanna bangkit dengan susah payah, dan saat dirinya berdiri, dia menangkap sebuah bayangan manusia berpakaian serba hitam yang berlari dari luar benteng rumahnya. Tapi ada hal yang menarik dari orang itu, orang itu mengenakan sepatu dengan warna mencolok, merah terang.

Biar Zhivanna memikirkan itu nanti, kini saatnya dia mencari bantuan. Dia berjalan sempoyongan menuju pintu dengan tertatih-tatih karena kakinya juga terkena serpihan kaca.

"A-abang!" Teriaknya sebisa mungkin sambil menahan sakit.

"Bunda!" Teriaknya lagi, namun sepertinya tak cukup kuat hingga orang-orang di rumah tidak bisa mendengarnya.

"Ayah!" Teriaknya lagi ketika berhasil membuka pintu kamarnya.

Sambil memegangi pelipisnya, Zhivanna berjalan menuju kamar di sampingnya yang tak lain adalah kamar Kevin.

Berjalan tertatih-tatih, kemudian mengetuk pintu beberapa kali, "a-abang." Panggilnya lemah.

Lalu tiba-tiba pintu di depannya terbuka, menampilkan sosok Kevin, "ken--" ucapan Kevin terhenti melihat kening adiknya yang mengeluarkan banyak darah.

"Astaga dek, Lo kenapa?" Tanya Kevin terkejut.

"A-abang a-aku--," Zhivanna tak sempat menyelesaikan kalimatnya, pengelihatannya menggelap, hal terakhir yang di dengarnya adalah teriakan Kevin menyebut namanya sebelum dirinya pingsan.

======

"Hiks, anak bunda...." Tangis Riana sedari tadi di dekapan suaminya.

Saat ini Riana, Baskara dan Kevin tengah berada di depan ruang UGD menunggu dokter yang tengah menangani Zhivanna.

Possessive MantanWo Geschichten leben. Entdecke jetzt