"Saya menguncinya dan jika kamu memang ingin keluar-" Farraz menyunggingkan senyum saat Shasha menatapnya. Dia kemudian menunjuk saku celana depan yang dia kenakan. "-Ambil kuncinya disini"

Shasha menggeleng lalu menunduk. Itu sama saja mengumpankan diri ke kandang singa, tapi kalau dia berdua di dalam kamar dengan Farraz apa bedanya.

"Kemari" Farraz menaikkan satu alisnya saat Shasha tidak menyahut. Dia melonggarkan dasinya lalu menghampiri Shasha dan menggendongnya seperti karung.

"Akh" Shasha meringis saat Farraz melemparnya begitu saja di kasur. Dia ingin bangkit tapi Farraz dengan cepat memegang tangannya dan menciumnya.

Farraz melepas ciumannya dan menatap Shasha yang meraup nafas banyak banyak lalu membaringkan badannya di samping Shasha yang ingin menghindar. "Diam atau saya telanjangi kamu sekarang juga!"

Shasha langsung diam bahkan saat Farraz merapatkan tubuh mereka berdua. Dia bergidik geli saat merasakan nafas Farraz menerpa lehernya.

Chup

"Saya cuma peluk kamu sampai tidur, nggak lebih!"

••••••••••••••

Andra terus saja memperhatikan Namira yang sedang menyapu di ruang tamu. Dia sebenarnya ingin kembali ke kamar setelah dari dapur dan melanjutkan pekerjaannya, tapi saat melihat Namira dia memutuskan untuk duduk di depan TV sambil menikmati kopi buatan Raya.

Andra rasa Namira berusaha bersikap biasa saja walaupun dapat melihat Namira begitu canggung dengannya. Tak apa, mungkin dia harus mendekati Namira secara perlahan karena ini juga pertama kalinya dia tertarik dengan wanita.

Cklek

Andra menatap Arshad yang baru sampai lalu duduk disamping nya sambil meletakkan sebuah kotak di meja. "Jake nggak kesini?"

"Nggak, dia mau ke rumah tunangannya. Itu ada kue, mamanya Abi yang ngasih"

Zena yang duduk memperhatikan Namira sontak menoleh saat mendengar kata kue. "Bunda, Zena mau kue"

Namira melirik Zena lalu mengangguk. "Na-"

"Zena sini" Arshad melambai kepada Zena lalu membuka kotak kue tersebut.

"Sana, bunda mau ke dapur" ucap Namira lalu berjalan dengan menunduk setelah Zena berlari menghampiri Andra dan Arshad.

Zena memakan kue yang dia pegang lalu berusaha duduk di pangkuan Arshad. "Mau duduk sini"

"Zena nggak mau duduk disini?" tanya Andra sambil menangis menepuk pahanya namun dibalas gelengan oleh Zena.

Arshad mengusap sudut bibir Zena lalu membenarkan posisi duduk Zena di pangkuannya. "Padahal wajah kita sama, tapi kenapa Zena nggak mau sama lo?"

"Sebelum lo pulang juga, Zena deket sama gue. Atau aura kita beda?"

"Mungkin-" Arshad mengelus rambut Zena. Dia sudah tahu latar belakang Zena seperti apa, sangat di sayangkan tapi mau bagaimana lagi. "-Zena sama om Andra dulu ya, om Arshad mau ke kamar sebentar"

"Ikut boleh?"

"Yaudah ayo" Arshad menggendong Zena menuju kamarnya setelah tertawa pelan melihat Andra yang menatap Zena sendu.

Setelah mengganti pakaian dan mencuci muka, Arshad menghampiri Zena yang duduk di kasur. Awalnya aneh saat Zena menempinya terus, tapi lama lama dia terbiasa. Apalagi bocah itu sangat menggemaskan.

"Zena sekarang mau apa?"

"Mama, Zena mau liat mama. Om mau liat mamanya Zena?"

Arshad mengernyit. Kenapa tiba tiba Zena berkata seperti itu? Dia mengusap rambutnya kebelakang lalu tersenyum. "Kapan kapan aja ya kita ketemu mamanya Zena. Gimana kalau sekarang Zena main sama om?"

"Hu'um. Ayo main"

Waktu sudah menunjuk pukul 8 malam dan Raya bersiap untuk pergi ke kamar nya untuk tidur. Dia meletakkan gelas terakhir di rak lalu menatap Namira. "Nggak tidur kamu?"

"Nanti"

"Aku ke kamar dulu kalau gitu, ngantuk" ucap Raya dan diangguki oleh Namira.

Namira menghela nafas lalu melipat tangannya di meja. Dia memikirkan tentang perlakuan Andra kepadanya, sangat membingungkan. Jika Andra memang suka kepadanya, dia senang tapi dirinya juga sadar dengan posisinya di rumah ini.

"Sssshh malu" cicitnya sambil menenggelamkan wajah dilipatan tangan. Dia teringat dengan Andra yang menciumnya lembut dan tatapmu Andra yang sedikit uhm entahlah.

Larut memikirkan tentang Andra, Namira lama lama tertidur di meja makan. Cukup lama, sampai Andra yang ingin mengambil air minum pun terkejut melihatnya.

"Jam sepuluh dan dia belum bangun untuk pergi kekamar" Andra meletakkan gelas lalu menyingkap rambut yang menutupi wajah Namira.

Tanpa fikir panjang, Andra menggendong Namira dan membawanya ke kamar wanita itu sendiri. Dia membaringkan Namira secara perlahan lalu memakaikannya selimut.

"Apa cinta butuh alasan?" gumamnya sambil menatap Namira yang mulai menggeliat dan membuka mata.

"Pak Andra!?" pekiknya sambil duduk dengan tiba tiba lalu menatap Zena, memastikan anak itu tidak terbangun karena suaranya.

"Tidur!"

Namira menaati ucapan Andra dan membaringkan badannya. Tapi selanjutnya dia menatap Andra dengan terkejut dan bingung saat laki laki itu menggeser badannya lalu ikut berbaring di sampingnya.

"Pak-"

Namira diam saat Andra menatapnya dengan intens. Dia memalingkan wajahnya dengan tubuh yang terasa kaku karena badan Andra sangat menempel denganya.

Andra meraih dagu Namira lalu mengecup kening sambil memejamkan mata. Namira sendiri hanya diam dengan mata yang melebar sempurna. "Aku cinta sama kamu dan maaf kalau perlakuanku sangat aneh karena ini pertama kalinya aku tertarik dengan wanita"

"P-pak, saya-" Namira memejamkan mata saat Andra melumat bibirnya dengan lembut. Tautan mereka terlepas dan Namira hanya memandang Andra yang tersenyum lalu memeluk dirinya dengan erat.

"Aku akan memelukmu semalaman. Ayo tidur"

~~~~~~~~~~~

TBC

Destiny And UsWhere stories live. Discover now