16. HR : PERJANJIAN 🥀

Start from the beginning
                                    

“Harus banget setiap ngomong bawa-bawa Hanin?” Haidar mulai jengah karena Rhea yang selalu memasukkan Hanin dalam obrolan mereka.

“Kenapa? Marah? Kan emang kenyataannya gitu,” tantang Rhea.

“Serah.” Haidar memilih tak menyahuti lagi ucapan Rhea, karena kalau ia terus meladeninya, tidak akan pernah ada habisnya.

“Eh, ada Rhea?” Zidan tiba-tiba datang dari belakang Haidar. “Ngapain, Rhe? Mau ketemu Haidar?” lanjutnya bertanya.

“Iyalah, ya kali ketemu sama lo,” sewot Rhea membuat Zidan terkekeh kecil.

“Sensi banget—”

“Ayo, Kak!” ajak seorang gadis yang baru muncul.

Ternyata Haidar bukan hanya bersama Zidan, tapi juga bersama Hanin.

Benar, gadis itu adalau Hanin.

“Loh? Kak Rhea? Kak Rhea ngapain di sini?” tanya Hanin sambil tersenyum hangat.

“Kepo lo!” ketus Rhea membuat Hanin langsung terdiam.

“Bisa kali jawabnya baik-baik,” sindir Haidar.

“Jangan marah-marah mulu, Rhe. Cepet tua, ntar.” Zidan turut bersuara, tapi dengan nada bercanda.

Rhea hanya tersenyum sinis ke arah Hanin sebentar, lalu berbalik arah hendak pergi dari sana. Namun, terpaksa terhenti karena tiba-tiba Haidar menarik tas ranselnya.

“Duh, apaan, sih, lo? Lepasin tas gue!” kesal Rhea.

“Mau ke mana? Katanya mau belajar,” ucap Haidar.

“Gue udah gak mood. Mau pulang.”

“Gak ada pulang-pulangan. Lo harus belajar hari ini. Jalan!” Haidar mendorong tubuh Rhea dari belakang dengan pelan.

Mau tak mau, Rhea pun menuruti perintah Haidar. Padahal sebenarnya ia bisa saja melepaskan tasnya dan kabur dari sana. Tapi entah kenapa, rasanya ia begitu berat untuk melakukannya.

Sementara Hanin hanya tersenyum melihat Rhea yang bisa dibuat patuh oleh Haidar. Berbeda jika orang lain yang menyuruhnya, tanpa imbalan mana mau Rhea mengikuti begitu saja jika memang bukan atas keinginan atau kesadaran sendirinya.

“Lo biasa digituin sama Rhea?” tanya Zidan.

Hanin hanya tersenyum dan tanpa diberitahu pun Zidan bisa mengartikan maksud dari senyuman tersebut.

“Ya lo sabar aja menghadapi sikap Rhea yang kayak gitu. Gue tahu kok dia sebenarnya baik dan lo juga gak seburuk yang Rhea kira,” ucap Zidan sambil tersenyum, mengelus puncak kepala Hanin.

Tubuh gadis itu seketika membeku. Zidan yang menyadarinya langsung menjauhkan tangannya dari sana.

“Maaf, Nin. Lo pasti gak nyaman, ya?” Zidan tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Iya, gapapa kok, Kak. Hanin ngerti,” ucap Hanin sambil tersenyum.

“Makasih sebelumnya buat Kak Zidan,” lanjut Hanin.

“Ya udah, kalau gitu kita susul mereka aja, yuk! Keburu ditinggalin nanti.”

Hanin mengangguk. “Ayo, Kak."

✨✨✨

Mereka berempat sampai di rumah Haidar yang sudah pasti disambut oleh Khanza dengan baik.

“Maaf, ya. Ummah cuma bisa sediain ini dulu, soalnya masaknya belum selesai,” kata Khanza sembari membawa nampan yang berisi banyak makanan dan cemilan ringan diikuti Haidar yang membawa minuman.

HAIDARHEA✔Where stories live. Discover now