4. HR : RUMAH HAIDAR 🥀

Mulai dari awal
                                    

“Ah, iya itu Haidar.”

Setelah memastikan kalau itu Haidar, Rhea melihat keadaan jalan sebelum menyeberang.

“Haidar!” panggil Rhea setelah sampai di samping motor laki-laki itu.

“Berapa, Bu?” tanya Haidar kepada penjual bensin itu.

“Sepuluh ribu, Nak.”

“Makasih, Bu,” ucap Haidar setelah membayar bensin lalu kembali memasang helm di kepalanya.

“Halo, Haidar. Gue dari tadi nyapa lo, loh. Masa lo diam aja,” ucap Rhea merasa diabaikan.

“Dar, lo mau pulang, ya? Gue nebeng boleh, kan?” tanya Rhea tersenyum menatap Haidar yang sama sekali tidak menatapnya.

“Haidar! Jawab kek, masa dari tadi gue di diemin mulu.”

Bukannya menjawab, Haidar malah merogoh saku celananya lalu mengeluarkan uang dua puluh ribu dari sana. Lalu memberikannya kepada Rhea.

“Ambil, habis itu lo bisa pulang,” ucapnya.

“Gue gak mau, gue mau pulang bareng lo!”

“Gak bisa.”

“Kenapa gak bisa?”

“Ambil, gue gak bisa lama-lama.”

Rhea menghentakan kakinya ke aspal karena kesal. “Gue gak butuh uang, tapi gue butuh tebengan.”

“Terserah.” Haidar kembali menyimpan uangnya dan menyalakan motornya.

“Assalamualaikum.”

Setelah mengucapkan salam Haidar langsung menarik gas motornya meninggalkan Rhea yang masih kesal.

“HAIDAR! GUE SUMPAHIN LO JATUH CINTA SAMA GUE!”

✨✨✨

“Ini, Bang. Makasih, ya,” ucap Rhea setelah membayar ongkos ojek.

“Iya, Dek, saya permisi dulu,” ucap Bang ojek.

Rhea hanya menganggukan kepalanya, lalu menatap rumah yang bisa dibilang besar di depannya.

Senyuman Rhea terbit. Jangan pernah main-main sama gue Haidar. Sekarang lo bakalan masuk kedalam perangkap gue, batin Rhea memberanikan dirinya memasuki gerbang rumah yang terbuka itu.

Rhea melirik motor yang terparkir di halaman rumah itu. Dan tidak salah lagi, itu adalah motor yang di pakai Haidar saat pulang sekolah tadi.

Baru juga Rhea ingin memencet bel rumah, ia di kagetkan dengan kedatangan wanita yang serba hitam. Dan hanya matanya saja yang terlihat.

“Eh—” kaget Rhea.

“Maaf, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan suara yang sangat halus sekali masuk ke dalam gendang telinga Rhea.

Rhea gelagapan sendiri bingung harus memanggil wanita itu dengan sebutan apa. Apalagi Rhea tidak bisa melihat wajah wanita itu yang tertutup cadar.

“Hm, Haidarnya ada, Kak?” tanya Rhea sedikit gugup.

Wanita itu tampak diam sejenak dan memperhatikan tampilan Rhea.

“Kamu teman sekolahnya Haidar?” tanyanya.

Rhea mengangguk.

“Kalau boleh tau, ada urusan apa ya kamu sama anak Ummah?”

Mata Rhea membola, apa dia bilang anak Ummah? What! Jadi wanita di  depannya ini adalah Ibunya Haidar. Sungguh menakjubkan. Padahal Rhea pikir wanita ini adalah Kakaknya Haidar.

“Anu, Tante. Saya ada kerja kelompok sama Haidar,” bohong Rhea.

“Berdua saja?”

Lagi-lagi Rhea menganggukan kepalanya.

Afwan, kalau berdua saja Ummah tidak memberikan izin.”

“Kenapa gitu Tante? Kan cuman ngerjain tugas aja.”

“Tidak bisa, karena Ummah mau pergi keluar. Dan tidak bisa memantau kalian berdua saat belajar.”

“Tapi Tante, kami gak mecem-macem kok.”

Wanita itu tersenyum lalu mengusap lembut rambut lurus Rhea.

“Kerjainnya besok aja ya, Ummah mau keluar. Nanti kalau Ummah ada di rumah, kalian Ummah beri izin untuk belajar. Tapi tidak untuk sekarang ya, Nak,” jelasnya lembut.

Rhea mengerjapkan matanya berkali-kali. Elusan dari wanita itu memberikan ketenangan bagi Rhea.

Rhea tersenyum manis.

“Iya, Tante. Kalau gitu Rhea pamit pulang dulu,” ucapnya meraih tangan wanita itu lalu menciumnya.

“Assalamualaikum.”

Wa'alaikumussalam, hati-hati di jalan, Nak.”

“Iya, Tante.”

✨✨✨

Entah kenapa setelah bertemu dengan Ummahnya Haidar membuat hati Rhea merasa senang apalagi saat kepalanya di elus dengan lembut.

“Elusan itu bikin gue kangen sama Mama,” lirihnya sambil membuka pintu gerbang rumahnya.

Rhea memandangi rumahnya, banyak kenangan yang tersimpan disini. Kenangan saat bersama keluarganya yang masih harmonis. Bukan seperti sekarang.

Setelah puas memandangi rumahnya, Rhea masuk kedalam rumah. Tanpa sengaja ia berpapasan jalan dengan Hanin.

“Kakak baru pulang?” tanyanya memperhatikan tampilan Rhea masih lengkap dengan seragam sekolah.

“Udah tau, masih juga nanya,” sinis Rhea melenggang pergi menuju kamarnya.

Hanin tersenyum tipis, sudah biasa ia mendapatkan jawaban seperti itu.

“Aku tau Kakak sebenarnya anak yang baik. Tapi Kakak aja yang beranggapan kalau aku sama Mama udah ambil Papa dari Kakak. Padahal kami sama sekali tidak ada niatan buat ambil Papa dari Kakak.”

“Hanin sayang Kak Rhea.”

✨✨✨

•TBC•

•TBC•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HAIDARHEA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang