10. Cermin Nyata

54 32 128
                                    

Halooo! 🤍

Sempet linglung mau lanjutin cerita ini, tapi aku sudah bertekad dari awal! 💘

Selamat membaca💛

---

Tau tahun ini aku berumur berapa? Aku baru empat belas tahun. Tapi cobaan hidupku melebihi janda anak dua. Kenapa coba aku harus begini? Niat udah baik biar gak dipandang sebagai beban, malah gak diijinin mati.

Sekarang, bukannya jatoh ke tanah, yang ada aku melayang ditemani mahkluk astral yang sebelumnya ngerubah aku jadi mozarella. Ngapain coba dia kesini. Aku udah capek.

"Kok nangis?" Malah nanya lagi dia. Apa dia dongo? Aku mau mati woi, gak usah diselametin segala. Mana senyumnya manis tapi mematikan lagi.

Sungguh, kalo kayak gini mending aku mati daripada jadi mozarella lagi. Rasanya kek apa gitu gak bisa gerak. "Kenapa? Buang sihirnya," cakapku ngawur gak sopan ngomong sama Dewa kematian.

"Lemah sekali rupanya. Meski kamu terjun dan berdarah lagi, kamu tidak akan mati. Tau kenapa? Karena kematian kamu tidak tertulis dalam buku kematian." Woah onta!

Ekspresiku udah kek datar gimana gitu. Mau teriak, nangis, protes, marah, jadi satu pokoknya. KOK ISO gitu?! Aku abadi? Apaan, aku kan manusia piatu.

"Sadar dan bangunlah. Tidak semua manusia bisa seberuntung kamu." Berani-beraninya dia ngomong kek gitu.

Wah, mau adu nasib? Coba ulang, coba. Beruntung dari segi mana? Aku cuma diem, malas tanya dan ngerespon mahkluk aneh bermata tiga itu.

"Berkacalah sebentar. Atur ekspresi wajahmu agar ceria lagi. Jangan mempermalukan dunia ini."

"Hah?" Dan bum!

Baru aja aku noleh ke salah satu jendela rumah sakit, aku udah menghilang berpindah ke suatu tempat dimana aku gak tau ini tempat apa. Eh? Gak. Aku tau. Ini kan rumahku sendiri. Ralat, rumah Argas jelek maksudnya.

"Ini dia, bumi ke 46...," Ngh? Apa?

Aku mengerjapkan mata kek orang bodoh. Jadi, ada dunia lagi? Terus berarti, ada aku lain disana?

"Siapa?" Dia tersenyum ngerespon.

Ey, aku udah baik ngomong malah dicueki. Aku terduduk di aspal depan rumah Argas. Eh, sedikit geser lagi agar tepat ditengah antara rumahku dan rumahnya.

"Ehem...," Dia itu ngelirik aku dari tadi. Aku cuma diem. Aku diem, dia malah diem. Hah, dia cewek apaan si?

"Darimana, ya ceritanya?" Dia keliatan bingung, "sejujurnya ada 108 bumi yang sama dengan jalan kehidupan berbeda. Dan cuma kamu yang beruntung di 107 dunia itu. Em, paling beruntung dan bahagia."

Aku celingak celinguk. Maksud dia, di dunia aku, aku yang paling bernasib jelek? Huhu, pengen nangis. Hah gilak nih air mata.

"Jalan hidupmu di dunia tempat kamu berada itu memang sedikit sulit. Karena kamu menempati rumah yang seharusnya kamu tidak tempati." Dia berkata lagi seolah dia tau segalanya.

"Kamu siapa?" Aku bertanya saking penasaran dan tidak percaya.

Gak, maksudku nih orang siapa? Manusia, kan? Tapi dia bisa terbang, terus matanya ada banyak juga. Bingung juga jelasinnya. Dia kek mahkluk yang ada di kartun itu.

"Ini kemampuan tersembunyi berkat kamu." Aku melek besar, "syut.., ini rahasia karena aku udah bantu kamu juga."

Apaan? Coba ngomong mendetail jangan berbelat-belit gitu. "Maksud?" Aku keliatan kull gak sih?

"Coba liat Nenek disana." Aku spontan langsung ngeliat rumah Nenek disana.

"NENEK!" Tanpa berpikir lagi, aku malah teriak kegirangan.

TABELARDOn viuen les histories. Descobreix ara