3. Uang Pembawa Petaka

74 31 19
                                    

Harus aku akui, bahwa membuat cerita ini harus selalu pede🥰

Santi yang lucu walau udah kembali ke atas, tapi candu☝️😭

Bagian tiga: Uang Pembawa Petaka

----

Bermain yang paling nyaman itu ialah taman. Aku paling suka kalau main masak-masakkan, apalagi kalau dapet uang beneran. Baik Angle ataupun Argas, tetep jadi pelanggan setiaku. Kali ini aku bermain di dekat rumah Argas. Terakhir kali kami dilarang bermain karena hal menyeramkan itu, hal hasil kami mencari tempat yang dekat-dekat saja.

Mumpung aku masih kecil, jadi aku bisa bergerak semauku. Dengan tidak tau diri, biar saja, pokoknya Ibu Argas aku paksa buat pesan masakan buatan ku ini. Aku merengek pura-pura menangis, mengajak Nenek Argas agar bergabung jadi pelanggan ku.

Seru juga bermain seperti ini. Semuanya kompak sesuai kemauanku. Karena keluarga Argas ikut bermain, jadilah Angle join menjadi pembantuku. Angle jadi anak penurut disini. Dan aku senang memperbudak semuanya. Hehe, maksudku kerja sama semuanya.

"Nenek mau beli soto betawi juga? Berapa nek? Pedas, ya?" tanyaku beruntun kepada Nenek Argas.

Aku sangat antusias akibat tidak sabaran akan menerima uang dari Nenek lagi. Keutunganku bertambah. Tapi yang kulihat, Nenek Argas malah geleng-geleng kepala, dan membohongiku lagi.

Tentu aku tak percaya sejujurnya, "Santi, Nenek sudah kenyang makan nasi goreng buatan kamu. Besok Nenek kembali lagi, ya."

Aku merajuk. Kenyang darimana? Itu 'kan nasi yang terbuat dari tanah dan pasir. Nenek tidak tau aku lagi ngumpulin uang buat beli mainan, ya? Padahal per porsi harganya lima ribu. Uang jajan Nenek juga tidak habis buat beli makanan buatan ku, kok.

"Ayo Nenek, beli, beli, Nek!" seru Angle membantuku. Aku senang akan hal itu.

Ahay, permintaan Angle tentunya pasti tidak akan Nenek tolak. Segera kusiapkan daun mangkok, kemudian aku isi dengan tanah, irisan dedaunan lainnya, dan ditambah dengan setetes air sebagai pelengkap soto.

Aku berjalan dengan anggun, berputar di depan Nenek, kemudian berkata, "Tadaa! Soto khas Betawi sudah siap! Silahkan lakukan pembayaran dengan Angle."

Aku tersenyum puas. Kulihat wajah Nenek tampak pias. Aku akui sedikit jahat, tapi gapapa. Selagi aku masih imut, aku yakin Nenek tidak akan menolakku. Bahkan Argas yang berada di sebelah Nenek mulai merogoh gulungan kalung Nenek untuk mengambil uangnya.

Bagus! Aku mengedipkan mata, yang aku yakin Argas terpana dengan keimutanku. Dan berhasil.

Nenek tampak pasrah karena ini kelima kalinya kami mengambil uang Nenek, setelah mendapat sepuluh ribu dari Ibunya Argas. Argas dan aku berpelukan kesenangan. Kami seperti Teletubbies yang Gembrot tapi lucu.

Angle tidak kuajak. Sengaja, hehe. Habisnya dia bilang kalau Argas itu pacarnya. Mana mau aku kalau Argas direbut. Harta Argas, keluarga Argas, adalah milikku!

Aku mengompori Angle dengan sengaja berputar-putar sambil memamerkan uang kerja kerasku. Kemudian mata Angle mulai berkaca-kaca, dan saat itulah aku panik.

"Angle jangan nangis!" cakapku melarang Angle.

Namun Angle tampak tidak bisa menahannya. "Angle, maaf Angle, jangan nangis." Aku ikut menangis.

TABELARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang