6. Kita Bertemu lagi

60 33 35
                                    

Wihh! Asli aku gak seseneng ini bikin cerita fantasi yang keluar dari nalar.

Tapi mungkin ini salah satu cerita yang bikin aku merasa jadi Santi. Pake sisi tokoh pertama aja kali, ya. Soalnya enakkk lancar aja idenya😻

Pokoknya sukak gak sukak ku lanjut 😇

Bagian 6: Kita Bertemu Lagi

---

Menyusun berbagai aneka jajanan yang sudah kubuat kemarin malam, kini semua makanan itu kumasukkan ke dalam kotak. Hari ini adalah tahun kedua aku duduk di bangku SMP. Meski terlihat masih kecil dan imut, gini-gini aku udah jago nyari duit.

Mau tau penghasilan aku perharinya? Sini-sini aku bisikin cara jadi anak piatu.

Kalau kalian pengen beli jualanku, boleh juga. Gak mahal-mahal amat kok, harganya. "Argas, bantu angkat ke sepedaku!" pintaku memerintah Argas. Anak bocah yang masih dengan masalah Kegendutannya.

"Auk. Angkat sendiri, noh. Sepeda lo udah peot gitu," balas Argas bercakap pedas.

Eh, jangan pada kaget. Mulut Argas emang udah gak kejaga kayak larva sianida dari kecil. Dia mah, cuma ketutup punya rasa kasihan aja sama aku waktu kecil. Kalau mau liat kelembutan Argas, noh, bisa cubit-cubit pipinya dia.

Gembrot banget. Tapi versi seriusnya, dia cuma bisa baik dan lembut kalo udah sama Angle. Iye, pacarnya onoh sana.

Ngomong-ngomong kenapa bisa aku jualan padahal masih imut kuoyowo kayak gini, jawabannya karena aku dibuang. Biasa, Ayahku lagi kecantol sama Janda kota buangan sebelah. Tapi tenang aja, gak bakalan aku kasih celah buat nikah lagi.

Soalnya aku udah siapin santet halal buat si Jandanya.

Aku numpang tinggal sama Argas. Kita tuh, ibarat kayak saudara kandung. Dia bebannya, aku pompanya. Sebenarnya dia lebih ke Babu. Soalnya kalo udah gini, bawannya dia kayak Pembantu got gitu.

"Termosnya jangan lupa," ujarku lagi. Lah, biar aja. Argas kan, punya otot gede.

"Siapa yang buat, siapa yang untung," kata Argas bersungut, "Aa Argas kan, anak baik," sahutku.

Argas melepas dasinya yang semula sudah terpasang rapi. Mungkin karena dirasa lehernya dicekik oleh benda kecil itu. "Oh, iya dong, Pangeran siap melayani Selir."

Idiu. Pangeran apaan. Pangeran Lutung. Aku gak bakalan berani bales ucapannya. Secara, sekarang dia dengan baik hati membantuku mengayuh sepeda listrikku. Sementara aku dibelakang hanya duduk cantik sambil memangku sekotak uang.

Ada getaran ketika Argas memboncengku seperti ini. Aku seperti dilanda trauma. "Woi Badak! Benerin bawanya, Babi!" seruku berkata.

Emang bener anak Babi. Liat aja, baru aja dongkrak sepeda peot ini, eh si Gembrot gak ada niatan bantu aku buat bantu bawain dagangan. Mumpung ingat bahwa aku anak yang imut dan lucu, jadilah aku dengan kekuatan besar membawa kotak besar itu kedalam kelas.

Iya, aku makin tambah imut karena habis potong rambut. Habisnya aku kelabakan nyari uang SPP yang gak kekumpul dari modal jualan jajan begini. Untungnya Argas yang gembrot membeli rambutku.

Aku kelabakan waktu mencium bau sampah yang begitu menyengat sampai kedaganganku. Wah, parah! Uangku!

"Aku beli lima, ya." Aku langsung sujud syukur kepada kakak Ketos yang super baik hati itu, karena telah mengundang rejeki yang melimpah kepadaku.

Aku yang awalnya menduga bahwa jajananku tidak akan laku hari ini, ternyata bohong, ges. Berkat ketampanan kakak Ketos, jualanku ludes! Sebenarnya si Pembeli itu bukan nyari jualanku si, tapi gapapa, yang penting si Ketos kecantol sama aku.

TABELARDحيث تعيش القصص. اكتشف الآن