8. Sebuah Neraka Dunia

66 39 100
                                    

Halooo!! Aku kembali lagi setelah melakukan banyak kegiatan💘

Kalian beneran asik sama sudut pandang seperti ini, gak? Soalnya takut ngebosenin

Sebelum lanjut, absen kalian kelas berapa??

---

Sejauh apapun aku berusaha bunuh diri, itu gak bakalan bisa. Seharian aku mengurung diri di rumah sendiri, aku sama sekali gak ada nyentuh makanan, dan cuma sempet minum air putih segelas. Itupun waktu aku lari dari rumah neraka itu.

Benar. Pada akhirnya aku tinggal di tempat asalku. "Ayah, bisa pulang sekarang?"

Hening cukup lama, sebelum suara penolakan terdengar, "Maaf, sayang. Uang kamu masih ada? Bulan depan akan ayah usahakan, ya?"

"Ayah...," Kumohon, satu kali ini aku benar-benar kehilangan gairah hidup. Aku tidak ingin lagi melanjutkan hidup.

Aku dititik terendah yang membingungkan.

"Sudah malam. Besok ayah kirim kue kesukaan kamu. Ayah masih rekap persiapan lamaran dengan ibu baru kamu, oke? Jangan manja, udah gede."

Aku tidak peduli. Mungkin lebih baik lagi jika ayah mendengar tangisanku. Nyatanya ayah benar melakukannya. Dia mengakhiri sambungan, kemudian aku meraung kesakitan.

Luka ini membekas luar dan dalam. Aku tidak mengerti dan sulit mencerna, sejak kapan mala petaka ini menghantam hidupku. Ini merubah hidupku sepenuhnya.

Aku benar-benar tidak ada pikiran untuk melebih-lebihkan keadaan. Inilah kenyataannya. Sebanyak apapun aku berpikir, tujuannya sama.

Bagaimana caraku melanjutkan hidup besok? Bagaimana cara membuat keadilan? Bagaimana cara membuat uang? Bagaimana cara bersosialisasi? Bagaimana cara hidup berkeluarga?

Semuanya menghantam otakku yang sekecil tai kebo ini. Jangan bilang kalau aku imut. Kalian munafik. Penampilanku seperti anak jalanan yang belum mandi selama tiga hari.

Bau? Sungguhkah kamu membayangkan? Aku saja merasa badanku wangi dan baik-baik saja.

Makanya, kurasa aku sudah gila. Ahahha. Ditengah malam, rupanya trauma menghampiriku. Aku merasakan seseorang memeluk dan menciumku. Gilanya lagi, aku tidak menolak.

Biarlah kesesangraan ini berlanjut. Tapi anehnya, pelukan ini sangatlah nyaman. Lebih nyaman saat nenek memelukku. Mataku terasa sangat berat sekali. Aku merasakan sesosok lelaki memelukku.

Bukan pede. Tapi caranya mengelus kepalaku sudah menjawab. Tangannya besar dan kasar.

----

Aku berdiri didepan pantulan kaca hanya untuk memastikan bahwa ini adalah kenyataan. Tidak-tidak. Masa iya, cuma gara-gara halusinasi dipeluk cowok bisa semangat hidup kembali?

Impossible apa ini? Aku garuk lagi nih kepala. Wait! Ingat, ya! Aku tiduran di kasur selama tiga hari tanpa beranjak dan sekarang masih sehat! Gak?! Minimal maag, lah!

Tunggu! Aku rasa ada yang aneh dengan rambut ini. Masa iya, masih lembut harum begini? Gak ada apek sedikitpun, woi!

Dan parahnya lagi, sudah ada seragam sekolah di depan lemari! Kebiasaan yang gak pernah aku lakukan!

Terakhir, sebuah paket ayam dan kue datang ke pekarangan rumahku! Gak ada yang mesen, woi!

Aku bersimpuh melihat sabun mandi di kamar mandi. Sejujurnya aku sangat takut mengecek keperawanan. Mungkin, fakta itu gak bisa aku hindari.

Aku kira semua bisa berubah. Salah. Aku benar-benar sudah tidak perawan. Dan nyeri itu bisa terasa saat aku mandi tadi pagi.

Takut keracunan, atau lebih tepatnya takut jadi ayam, aku cuma makan sepotong dari sepuluh potong ayam yang ada. Gini-gini aku juga masih punya logika.

TABELARDWhere stories live. Discover now