53 : Melangkah bersama

5 0 0
                                    

Aku turun ke lantai 1, menuju ke ruang makan dengan tuntunan seorang maid yang berpapasan denganku di tangga tadi. Aku sudah memakai kaos putih dan celana panjang hitam yang nyaman untuk di rumah.

"Malam semuanya!" sapaku.

Semuanya tersenyum dan memintaku untuk duduk di samping Angkara. Angkara mengusap puncak kepalaku dan mengambilkan sendok untukku.

Aku menggaruk tengkukku bingung, soalnya biasanya ketika makan malam, aku tidak memakan nasi. Bukan karena diet dan segala macamnya tapi memang biasanya Bi Ijah pulang ketika sore, walaupun biasanya masih menyiapkan makanan untuk makan malam, aku tetap tidak makan karena tidak mau makan di rumah sendirian.

"Kenapa gak makan?" tanya Bunda Lia ketika melihat piringku masih kosong.

Angkara juga melihatku, bingung. Aku tersenyum canggung, "Biasanya, kalau di rumah, Arin gak makan malam!" ujarku.

Mama Nia menatapku dengan tatapan introgasinya, "Jangan bilang kalau Arin diet!" ucapnya dan aku segera menggeleng.

"Arin bukan diet kok ma, tapi biasanya bibi di rumah pulang pas sore! Walaupun bibi nyiapin makan malam buat aku tapi aku biasanya gak makan soalnya gak mau makan sendiri di meja makan!" jelasku.

Kakek dan Nenek tersenyum sendu padaku, "Terus biasanya kamu tidur tanpa makan?" tanya Nenek, aku menggeleng.

"Arin biasanya makan buah, roti atau bikin pancake!" ujarku dan Nenek mengangguk.

"Mau makan roti aja, nak?" tanya Kakek dan aku mengangguk. Kakek langsung menyuruh maid menyiapkan roti untukku dan tak lama, maid datang dengan membawakan roti panggang untukku.

Aku langsung memakan roti panggangku dalam diam, lalu aku merasakan tanganku yang berada di bawah meja digenggam seseorang.

Aku menoleh ke sebelahku, melihat Angkara yang tersenyum jahil padaku. Di bawah meja, aku berusaha melepaskan genggaman tangan Angkara tapi laki-laki itu malah semakin erat menggenggamnya.

Aku menatapnya tajam, berucap tanpa suara padanya untuk melepaskan tangannya dari tanganku. Tapi Angkara benar-benar menyebalkan. Aku menggeram hingga tersedak makananku sendiri.

Aku terbatuk-batuk dan Angkara langsung melepaskan tanganku kemudian mengambilkan air untukku. Aku meminumnya dan menatap Angkara tajam, "Pelan-pelan makannya, sayang!" ucap Mama Nia dan aku mengangguk.

"Si Angkara tuh, jail banget!" adu Antariksa dan aku menatapnya takjub. Bagaimana bisa Antariksa tau?

Dan ajaibnya, sepertinya Antariksa tau arti dari tatapanku, "Banyak juga cewe yang udah dijailin gitu sama Angkara," ujar Antariksa sembari tertawa pelan.

Banyak cewe? Jadi, mantannya Angkara banyak? Dasar buaya!

Aku mendadak kesal lalu jadi malas menatap Angkara. Aneh bukan? Tapi sepertinya aku cemburu, entah untuk alasan apa.

Tiba-tiba terdengar suara anak kecil menangis lalu seorang maid datang sembari menggendong seorang anak perempuan di tangannya. Ia terus menangis hingga tangisannya berhenti ketika sampai di meja makan.

Adik dari Papanya Angkara dan Antariksa yaitu Om Aires, langsung mengambil alih anak perempuan itu. Istrinya yang bernama Raya itu langsung beranjak dan kembali membawa botol susu di tangannya.

Aku tersenyum riang ketika anak perempuan itu menatapku dengan bingung sembari meminum susu dari botol yang dibawa Tante Raya.

"Aira, ini namanya Kak Arin! Calonnya Kak Angkara!" ucap Tante Raya dan anak perempuan itu mengangguk kemudian merengek, memintaku untuk menggendongnya.

Aku tersenyum canggung lalu menggendong anak perempuan yang dipanggil Aira. Aira langsung diam dan tergendong nyaman di tanganku, ia bahkan memainkan rambutku yang dikuncir.

"Aira langsung deket sama Arin ya? Persis kaya pas itu sama Dila!" ujar Bunda Lia dan mereka semua serempak mengangguk.

"Tapi kalau sama orang lain, selain keluarga, Aira malah gak mau!" ucap Tante Raya dan Om Aires setuju.

Aku sendiri asik dengan Aira yang mengajakku untuk ke dapur, ia memintaku untuk membuka kulkas kemudian memberikannya buah strawberry. Aira langsung memakan buah strawberry itu dengan lahap, sedangkan aku hanya bisa meringis karena tidak menyukai buah itu.

Aira menyerahkan botol susu yang sudah kosong lalu asik memakan buah strawberry, kemudian aku membawanya kembali ke meja makan.

"Aduh, cucu Nenek masih aja nyemilin strawberry!" ujar Nenek sembari mengelitiki perut Aira. Aira langsung tertawa kegelian dan aku hanya bisa tersenyum sembari menjaga keseimbangan agar Aira tidak jatuh.

Aira tiba-tiba mengambil buah strawberry dan menyodorkannya ke mulutku, "A-aira, kakak gak suka strawberry!" ujarku dengan lembut tapi Aira tetap memaksanya hingga aku terpaksa membuka mulut dan mengunyah strawberry dengan terpaksa.

Dahiku mengerenyit, meringis tidak suka. Tante Raya langsung mengambil alih Aira dan aku berlari ke dapur untuk membuang strawberry yang ada di mulutku.

Ingatanku kembali. Eren dan buah favoritnya, strawberry. Agak tidak cocok anak motor sepertinya malah suka segala hal tentang strawberry. Bahkan aku tidak pernah lupa membelikan buah strawberry untuknya, agar dia tidak terlalu sering mencicipi rokok.

Aku meringis dan merasakan kepalaku kembali berputar. Entah kenapa sulit sekali untuk lupa kejadian sebelum itu. Ketika Mama memarahiku karena aku tidak mau makan strawberry saat dia membeli strawberry, dia memaksaku untuk memakannya karena Eren lahap memakannya, padahal kami berdua tidak sama.

Aku menangis. Dan tangan seseorang langsung meraih kedua tanganku, aku menatapnya, melihat Mama Nia disana dan langsung memelukku.

"Pelan-pelan sayang,"

"Mama bantu untuk memperbaiki semuanya,"

"Kamu gak sendiri, jangan sedih lagi!"

Aku menatap sekelilingku, Papa Arma, Bunda Lia, Ayah Atharik, Om Aires, Tante Raya, Kakek, Nenek, Angkara dan Antariksa disana, mereka menatapku sedih. Dan mungkin saja mereka juga berpikir apa aku bisa sembuh dari semua luka ini?

"Arin gak bisa sembuh ya, ma?" tanyaku tapi Mama Nia menggeleng.

"Bisa, kamu pasti bisa! Mama yakin karena kita lakuin ini sama-sama!" ujarnya. Ia mengelus puncak kepala sampai punggungku berulang kali.

"Kita melangkah bareng-bareng, kamu gak sendirian!" ujar Papa Arma dan ia juga memelukku dengan erat. Melupakan fakta jika anak kandung mereka adalah Angkara.

Re-writeWhere stories live. Discover now