Bab 12: Harisa punya belahan duren

Mulai dari awal
                                    

"Aku mau UTS kak. Kalo gak UTS, nanti bisa mengulang. Kalo mengulang, lulusnya jadi lama." Abang mengangguk.

Tiap langkah kami di bandara ini makin berat. Jarinya tidak pernah lepas memegang jariku. Sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk menarik koper. Tepat di depan pintu keberangkatan, dia berhenti dan menatapku.

"Setelah ini kamu langsung ke rumah mama kan?"

"Iya."

"Oke. Kalo pulang dari apartemen, matikan lampunya, pastikan tidak ada elektronik yang terhubung dengan listrik kecuali kulkas. Jangan bandel, nurut sama Mama Papa."

"Iya. Kakak juga, jaga kesehatan. Biar sibuk jangan lupa makan. Jangan begadang." Abang tersenyum menatapku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Duh, kok makin berat yah? Padahal dia perginya gak sampai satu tahun.

Abang menarik kepalaku dam mencium pucuknya berkali-kali sementara aku masih memeluk pinggangnya. Satu tangannya menarik tengkukku, secara spontan bibirnya sudah bertengger di bibirku.

"Kak Rian! Banyak orang, astaga!!"Dia hanya terkekeh saat aku menatapnya kesal.

"Aku pergi ya. I'll call you later." Aku mengangguk sambil melepaskan pelukan. Abang lalu menarik kopernya dan mulai berjalan menuju pintu keberangkatan.

*****

Empat hari kepergian Abang tanpa kabar buat aku jadi uring-uringan sendiri. Makan segan, gak makan bisa mati kelaparan. Mama sudah empat kali keluar masuk kamar karena aku belum makan dari tadi siang.

Kalo ku pikir-pikir, di kamar ini, aku dulu sempat nangis dan berdoa sama tuhan supaya video dimana Abang menikahiku cuma mimpi. Aku tidak pernah berpikir jika efek Rianditya Wiranata bisa sebesar ini.

Baik dua bulan yang lalu atau sekarang, suasana rumah ini masih sama. Papa yang sibuk dengan ikan cupangnya, Mama yang sibuk dengan eksperimen resepnya, Adikku yang masih sibuk dengan Mobile legendnya, atau bahkan suara Mas-Mas  bakso tiap sore, semuanya masih seperti dua bulan yang lalu. Sebenarnya aku senang bisa kembali di masa ini. Tapi disisi lain, ada hal yang gak bisa ku tahan. Rinduku dengan Abang Rian.

Awas ya Bang. Kalo pulang, bakalan ku peluk sampai gak bisa napas.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Di sana ada adikku yang memasang wajah paling manis yang dia punya. Tumben sekali.  Kalo begini, artinya dia lagi ada maunya.

"Kak, bobanya kan ada dua, kalo diminum semua bisa diabetes. Minta satu boleh?"

Aku mengerutkan kening. Boro-boro mau minum boba. Makan saja aku masih malas. "Boba dari mana?"

"Dari tadi ada Abang ojol bawa boba sama makanan. Dia bilang atas nama Kakak."

"Coba tanya Mama dek, Aku gak pesan apa-apa. Tuh liat, hp ku di charge. Dari tadi mati total," ucapku sambil menunjuk handphone yang baru sekitar sepuluh menit ku charge karena sudah mati total gara-gara menunggu kabar Abang dan nonton drakor.

Adikku mengangguk lalu menghilang dari pintu. Tidak lama kemudian, dia balik lagi dengan muka bingung. "Bukan Mama yang pesan Kak. Kata Mama gula darahnya lagi naik, jadi gak mau minum boba dulu."

Aku jadi sama bingungnya. Kalo bukan Mama dan aku, lalu siapa yang pesan?

Aku buru-buru menyalakan handphone untuk mengecek siapa tau ada yang sengaja mengirim makanan dan dia sudah memberi tau. Ketika ku buka whatsapp, ada sekitar lima panggilan tidak terjawab dan tiga pesan yang belum terbaca dari Abang.

Abang
Ca, sudah makan? Maaf baru sempat balas chat kamu
Kamu bilang mau dikirimin boba sama pacar. Jadi aku sudah pesan sushi dan boba. Bagi ke Abil juga.
Habisin, Oke? Salam sama Mama dan Papa.

Berlayarnya Perahu Nyonya Rian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang